Dari Durian ke Menyelamatkan Media yang Sekarat
Masalah durian sampai urusan keberlanjutan media bisa dibincangkan dalam forum serius tetapi santai sembari makan durian. Ini dilakukan Presiden Joko Widodo bersama sejumlah pemimpin redaksi di Medan, Rabu (8/2/2023).
Ke Medan rasanya tak lengkap kalau tak makan durian. Presiden Joko Widodo pun tak lupa makan durian saat kunjungan kerjanya ke Medan pekan ini.
Karena tujuan utama kunjungan kerja kali ini adalah menghadiri peringatan Hari Pers Nasional yang dilangsungkan Kamis (9/2/2023), setiba di Medan, Sumatera Utara, Rabu (8/2/2023) malam, Presiden mengajak para pemimpin redaksi untuk menikmati buah dengan wangi menyengat ini di Si Bolang Durian.
Nyonya Iriana, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, dan Wali Kota Medan Bobby Nasution ikut mendampingi. Kahiyang Ayu, putri Presiden Jokowi sekaligus istri Bobby, juga hadir bersama kedua anaknya, Sedah Mirah Nasution dan Panembahan Al Nahyan Nasution. Selain itu, hadir pula Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri BUMN Erick Thohir, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.
Bincang santai pun terjadi antara Presiden Jokowi dan para pemred tersebut. Urusan durian, rahasia sehat Jokowi, sampai yang paling serius, yakni keberlanjutan media dan jurnalistik Indonesia ikut dibahas.
Dalam bincang-bincang santai itu, Pemred Kumparan Arifin Asydhad mengakui Presiden Jokowi sebagai penggemar durian sejati. ”Dari tiga yang diambil untuk kita, satu yang paling enak, yang dipilih oleh Pak Jokowi. Pak Jokowi ternyata tahu durian,” ujarnya.
Kegemaran Presiden Jokowi dan Ny Iriana pada durian sudah bukan rahasia lagi. Dalam kunjungan kerja, buah-buah durian unggulan di wilayah tersebut kerap menjadi penganan malam.
Bukan sekali dua kali, durian juga dibawa pulang sebagai oleh-oleh ke Istana Kepresidenan Bogor. Selain itu, Presiden dan Ny Iriana juga beberapa kali mengonsumsi durian Rancamaya yang terkenal dari Bogor.
Pernah pula, seusai meresmikan Bendungan Gondang di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Presiden dan Ny Iriana menanam pohon durian di sabuk hijau bendungan tersebut. Penanaman pohon ini tentu dilanjutkan belah durian dan makan durian bersama.
Baca juga: Survei "Kompas": Publik Berharap Pers Makin Profesional
Masalah tantangan keberlanjutan industri media konvensional yang dibahas saat makan durian bersama para tokoh pers, malam itu, disampaikan pula dalam sambutan Presiden Jokowi pada Puncak Peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2023 di Kabupaten Deli Serdang, Kamis (9/2/2023) pagi.
”Saya mendengar banyak mengenai ini bahwa sekitar 60 persen belanja iklan telah diambil oleh media digital, terutama platform-platform asing. Ini sedih lho kita. Tadi malam, saat makan durian, saya mengundang beberapa tokoh insan pers untuk berbicara mengenai ini,” kata Presiden.
Untuk mengatasi problem itu, Presiden menyampaikan bahwa Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate baru saja mengajukan izin prakarsa mengenai rancangan Peraturan Presiden tentang Kerja Sama Perusahaan Platform Digital dengan Perusahaan Pers untuk Mendukung Jurnalisme yang Berkualitas.
”Namun ada usulan lain, (yakni) rancangan perpres tentang tanggung jawab perusahaan platform digital untuk mendukung jurnalisme yang berkualitas,” ujar Presiden.
Kepala Negara pun menyampaikan saran. ”Saran saya bertemu, kemudian dalam satu bulan ini harus selesai mengenai perpres ini. Jangan lebih dari satu bulan. Saya akan ikut nanti dalam beberapa pembahasan mengenai ini,” katanya.
Sebelumnya, ikhwal keberlanjutan media juga mengemuka dalam pertemuan Presiden Jokowi dengan jajaran Dewan Pers periode 2022-2025 di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (6/2/2023). Pola kerja sama dan hubungan antara media dan platform global demi keadilan akan diatur dalam sebuah peraturan presiden.
Dewan Pers pun memberi masukan agar penyusunan peraturan presiden tentang media sustainability atau keberlanjutan media tersebut mengacu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Presiden Jokowi disebutkan sepakat dengan masukan Dewan Pers, yakni agar dalam penyusunan perpres tentang media sustainability menyandarkan pada UU No 40/1999 tentang Pers.
”Dalam hal media sustainability ini, Presiden menyetujui bahwa Perpres MS (keberlanjutan media) mengacu pada UU Pers sesuai masukan Dewan Pers,” kata Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu.
Ninik menuturkan hal tersebut seusai bersama jajaran Dewan Pers periode 2022-2025 beraudiensi dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta. Pada pertemuan itu, Presiden didampingi Sekretaris Negara Pratikno. Adapun Ninik didampingi anggota Dewan Pers, yaitu Agung Dharmajaya, Sapto Anggoro, Tri Agung Kristanto, Arif Zulkifli, Totok Suryanto, dan Yadi Hendriana.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara juga menaruh perhatian besar pada platform global dalam konteks menjaga keberimbangan dan keadilan. ”(Hal) Yang harus (pula) diperhatikan mengenai perkembangan teknologi artificial intelligence yang terus berkembang,” kata Jokowi.
Terkejut
Tak hanya Presiden, Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga memperhatikan perkembangan media massa. Wapres menggelar makan malam bersama para pemimpin media massa pada Rabu (28/12/2022).
Saat itu, para pemred yang tergabung dalam Forum Pemimpin Redaksi, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Dewan Pers hadir. Pertemuan itu dilatarbelakangi dari rasa terkejut yang menghinggapi Wapres ketika mendengar bahwa salah satu media arus utama, Republika akan menghentikan cetakan korannya dan beralih ke digital.
Wapres mengaku terkejut dengan kondisi media massa yang ternyata tidak baik-baik saja. ”Memang merasa terkejut ada pengumuman dari Republika yang mau ditutup, ya, ada juga beberapa media cetak lainnya yang akan beralih ke media online,” tutur Wapres yang mengaku selalu mengonsumsi berita dari beragam media massa.
Seusai makan malam ala prasmanan, perwakilan pemimpin media pun segera bergantian menyampaikan unek-uneknya. Di hadapan Wapres, Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi menegaskan bahwa keputusan untuk menstop media cetak ini sudah 1,5 tahun lalu dibahas secara internal. Menteri BUMN Erick Tohir sebagai pemilik sudah melontarkan gagasan supaya Republika melaju di ranah digital sepenuhnya.
Menurut Irfan, infrastruktur media cetak semakin sulit di masa pandemi. Mengedarkan kertas cetak juga makin susah, para agen dan loper di lapangan makin menyusut. Upaya mencetak kertas juga diperberat komponen pajaknya yang sangat banyak. Secara bisnis, media massa juga harus melawan raksasa bisnis yang lebih besar.
”Ada platform luar yang masuk yang sepertinya bebas tanpa potongan apa-apa, seperti kita harus beradu dengan raksasa besar, sementara tangan dan kaki kita harus diikat sehingga secara bisnis juga agak berat untuk melawan,” tuturnya.
Peneliti isu media yang juga merupakan Dewan Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Agus Sudibyo, mengatakan bahwa platform global, seperti Google, Facebook, dan Instagram, saat ini menguasai 70 persen surplus ekonomi digital. Hal ini menyebabkan banyak media yang tidak mengikuti kode etik jurnalisme demi mendapatkan rating pembaca.
Ketua Dewan Pengurus Forum Pemred periode 2021-2024 Arifin Asydhad menambahkan, bahwa sejak tiga tahun lalu atau tahun 2020, Forum Pemred juga sudah menyampaikan situasi ekosistem media saat ini kepada Presiden Jokowi. ”Sudah darurat,” ujar Arifin.
Ekosistem media arus utama disebut sudah sekian tahun tidak lagi memegang kendali. Jika hal ini dibiarkan, media cetak akan semakin tenggelam. Arifin menuturkan, terdapat ketidakadilan dalam proses pendapatan di platform media online. Mengingat pembagian iklan didasarkan pada capaian trafik, seperti jumlah pengunjung dan berapa lama pengunjung berada pada suatu platform.
”Akhirnya media berlomba-lomba untuk membuat berita yang bisa diklik, mendapatkan view. Itu pasti berita akhirnya yang bombastis, berita yang remeh-temeh, belum tentu ada manfaat besar buat negara,” ujarnya.
Baca juga: Kontribusi Audiens Menjaga Kualitas Jurnalisme
Kode etik
Banyak media yang akhirnya melanggar etika. ”Celakanya, di antara media mainstream, sekarang di mata platform, yang melakukan proses kode etik, proses jurnalisme dengan baik, sama dengan media yang tidak melakukan dengan baik. Ini kadang akhirnya muncul media tidak jelas,” kata Arifin.
Pemimpin Redaksi CNN Indonesia TV Titin Rosmasari menambahkan, industri televisi juga dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Hal ini disebabkan oleh eksistensi kreator konten di platform digital.
”Bagaimana membuat ekosistem yang lebih fair ke kita. Kita punya ratusan karyawan dengan investasi yang luar biasa,” ujar Titin.
Ia berharap, pemerintah dapat membantu industri televisi nasional mengatasi ketimpangan peraturan yang mengikat industri televisi dan industri media digital.
Baca juga: AI Jadi Peluang Jurnalisme di Indonesia
”Kami pasti meningkatkan profesionalitas kita supaya tidak kalah dari content creator dan pihak luar yang mengambil perhatian. Kami sedang melawan situasi relevan tidaknya,” katanya.
Sebagai upaya mendukung sistem media yang seimbang dan setara, Wapres menilai perlu dibuat regulasi hak cipta jurnalistik (publisher rights). ”Saya merasa ini (publisher rights) sesuatu yang harus diperjuangkan. Tidak saja hanya selamat dari sakaratul maut, tetapi supaya bisa, istilah saya, mencapai hayatan thoyyiban, kehidupan yang baik, yaitu membangun ekosistemnya,” ujar Wapres.
Wapres juga menyoroti keberadaan platform global dan kemunculan media online yang mendominasi arus informasi publik. Namun, keberadaan keduanya hingga saat ini belum diatur oleh pemerintah.
Wapres mengungkapkan, akan menindaklanjuti rumusan perpres terkait publisher rights. Ia pun meminta informasi lebih lanjut mengenai negara lain yang telah menerapkan kebijakan tentang publisher rights ini.