Bawaslu Bakal Awasi Sosialisasi Peserta Pemilu di Luar Masa Kampanye
Bawaslu masih menunggu aturan sosialisasi peserta pemilu di luar masa kampanye yang akan disusun oleh KPU. Aturan itu akan menjadi payung hukum pengawasan sosialisasi di luar masa kampanye oleh Bawaslu.
Oleh
IQBAL BASYARI
·5 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Baliho Partai Demokrat yang menampilkan nomor urut partai peserta Pemilu 2024 terpasang di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Sabtu (17/12/2022). Partai Demokrat yang mendapat nomor urut 14 dalam Pemilu 2024 sudah mulai menyosialisasikannya kepada publik.
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu akan ikut mengawasi aktivitas sosialisasi peserta pemilu yang dilaksanakan di luar masa kampanye. Namun, Bawaslu masih menantikan terbitnya aturan Komisi Pemilihan Umum terkait sosialisasi partai politik di luar masa kampanye karena menjadi obyek pengawasan.
Anggota Bawaslu Lolly Suhenty, di Jakarta, Senin (2/1/2023), mengatakan, Bawaslu akan ikut mengawasi pelaksanaan sosialisasi peserta pemilu yang akan diatur melalui peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Ini karena segala sesuatu diatur KPU secara otomatis menjadi obyek pengawasan Bawaslu.
Bawaslu, lanjutnya, sudah pernah mengikuti forum tripartit bersama KPU dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk membahas aturan tentang sosialisasi peserta pemilu di luar masa kampanye. Salah satu hal yang didiskusikan adalah boleh atau tidaknya deklarasi calon peserta pemilu, khususnya calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres), dilakukan sebelum masa kampanye.
Bawaslu akan ikut mengawasi pelaksanaan sosialisasi peserta pemilu yang akan diatur melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Lolly memastikan Bawaslu juga akan membuat peraturan Bawaslu sebagai dasar hukum untuk mengawasinya pelaksanaan sosialisasi tersebut. Peraturan itu juga akan memuat sanksi bagi peserta pemilu yang melanggar aturan. ”Sanksi nanti pasti diatur, boleh dan tidak boleh tentu berkonsekuensi sesuai dengan aturan yang dibuat KPU. Bawaslu sedang menunggu langkah KPU,” ujarnya.
Anggota Bawaslu, Herwyn JH Malonda, menambahkan, KPU perlu membuat pengaturan yang jelas berkaitan dengan aktivitas sosialisasi parpol yang diperbolehkan dan dilarang. KPU juga mesti membuat batasan-batasan yang bisa dilakukan dalam kegiatan sosialisasi yang tidak dikategorikan sebagai kampanye di luar jadwal sehingga bisa berakibat pada tindak pidana pemilu ataupun pelanggaran administrasi pemilu.
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2024, masa kampanye dijadwalkan pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. Namun, sejak 14 Desember, KPU telah menetapkan parpol peserta pemilu beserta nomor urutnya. Parpol-parpol tersebut juga mulai melakukan sosialisasi nomor urut di media sosial ataupun media luar ruang, seperti baliho dan spanduk.
Momentum peringatan hari besar nasional, seperti Natal dan Tahun Baru, dimanfaatkan para politisi untuk bersosialisasi kepada konsitutennya meskipun pemilu masih 1 tahun 9 bulan lagi. Selain sosialisasi foto diri, mereka juga mengenalkan nomor urut partai. Salah satunya dengan memasang sejumlah ucapan selamat Natal dan Tahun Baru di tempat-tempat strategis, seperti terlihat di perempatan Jalan Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengungkapkan, KPU, Bawaslu, dan DKPP bersepakat bahwa parpol dapat melakukan sosialisasi meskipun belum memasuki masa kampanye. Namun sosialisasi dibatasi hanya berisi identitas diri, yakni tanda gambar partai, nama partai, nomor urut partai, dan visi-misi partai. Adapun foto yang bisa dipasang hanya foto ketua umum partai dan sekretaris jenderal partai di tingkat pusat, sedangkan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, foto yang boleh dipasang hanya ketua dan sekretaris pengurus.
”Mereka lah personifikasi partai yang akan mendaftarkan calon ke KPU agar publik tahu bahwa mereka adalah pimpinan parpol yang menandatangani dokumen pencalonan,” katanya.
Sementara bakal calon anggota legislatif belum boleh melakukan sosialisasi, sekalipun memasang fotonya dengan latar belakang tanda gambar parpol. Sebab mereka belum dinyatakan sebagai calon peserta pemilu sehingga tidak bisa melakukan sosialisasi di luar masa kampanye. Ajakan memilih parpol juga dilarang karena baru diperbolehkan di masa kampanye.
”Pemasangan identitas diri parpol bisa berupa bendera, baliho, dan media sosial yang tidak berbayar. Tetapi, kalau di media elektronik, media konvensional, media penyiaran, dan media cetak belum boleh. Di UU Pemilu sudah diatur hanya bisa dilakukan di 21 hari terakhir masa kampanye,” kata Hasyim.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, pemendekan masa kampanye dari 120 hari menjadi 75 hari pada awalnya bertujuan agar kegaduhan akibat persaingan politik tidak berlangsung terlalu lama. Namun tujuan itu sebenarnya tidak terlalu signifikan karena peserta pemilu ataupun bakal calon peserta pemilu sudah mulai berkampanye.
Jika KPU ingin mengatur sosialisasi di luar masa kampanye, ia mengingatkan agar ikut mengatur soal pelaporan dana sosialisasi. Sebab mayoritas parpol ataupun bakal calon peserta pemilu kemungkinan tidak akan mencatatnya karena dalih belum masuk masa kampanye. ”Padahal, dana yang dibelanjakan untuk sosialisasi pasti sudah banyak,” katanya.
Oleh sebab itu, pelaporan dana sosialisasi mestinya diatur dalam PKPU tentang sosialisasi peserta pemilu. Hal tersebut untuk memastikan sumber dan penggunaan uang untuk pemenangan peserta pemilu bisa dilacak sehingga mampu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas peserta pemilu. Sebab selama ini, belum pernah ada pengaturan yang mewajibkan peserta pemilu melaporkan penggunaan dana sosialisasi, padahal kemungkinan biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar dibandingkan masa kampanye yang terbatas.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengingatkan, KPU semestinya tidak membatasi sosialisasi terbatas hanya kepada ketua umum dan sekjen parpol. Sebab, bakal caleg biasanya juga sudah melakukan sosialisasi untuk dirinya dan parpol karena pemilih bisa mencoblos nama caleg dan atau tanda gambar saat pemungutan suara.
Atas dasar itulah, Kaka mengusulkan agar sosialisasi bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk tokoh, pengurus, dan kader parpol. Namun dalam setiap sosialisasi perlu penyampaian dan surat tugas ke KPU dan Bawaslu agar seluruh kegiatan sosialisasi bisa terpantau dan diawasi. ”Selain memberikan edukasi kepada pemilih, ini sekaligus memperkuat sosialisasi pemilu,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nurul Ghufron mengingatkan penyelenggara negara agar tidak melakukan praktik korupsi. Sebab setahun menjelang kontestasi pemilu, ada kecenderungan penyalahgunaan wewenang, praktik jual-beli secara ilegal, dan penyimpangan prosedur adminstrasi demi kepentingan pemenuhan dana untuk modal politik. Penyalahgunaan biasanya terjadi pada pengelolaan anggaran, pengadaan barang dan jasa, seleksi pejabat, perizinan, serta bantuan-bantuan.
”KPK memberikan peringatan sejak awal bahwa tahun 2023 yang sudah masuk masa pra-kontestasi politik menghimbau para penyelenggara negara agar tidak melakukan praktik korupsi. KPK telah mempersiapkan kewaspadaan untuk memberantas korupsi secara profesional, tegas, dan akuntabel,” katanya.