Pekerjaan Rumah Pemberantasan Korupsi dan Penegakan Hukum
Korupsi masih menjadi persoalan yang disorot publik sepanjang tahun 2022 ini. Meskipun mendapatkan apresiasi dari sebagian besar publik, empat dari 10 responden menyebut kinerja pemberantasan korupsi masih buruk
Oleh
Arita Nugraheni/Litbang Kompas
·5 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Korupsi yang masih merajalela di negeri ini membuat prihatin masyarakat yang diwujudkan melalui pesan kritik sosial seperti terlihat di Sudimara, Ciledug, Tangerang, Banten, Jumat (23/12/2022). Berdasarkan data Transparency International, peringkat Indonesia tergolong rendah di Indeks Persepsi Korupsi 2021. Peringkat Indonesia ada di nomor 96 dari 180 negara.
Publik mengapresiasi kinerja pemerintah di bidang politik sepanjang tahun 2022 ini. Sejumlah rancangan undang-undang disahkan dan tahapan pemilu dijalankan. Namun, masih cukup banyak pekerjaan pemerintah dalam hal pemberantasan korupsi dan penegakan hukum.
Tidak dimungkiri, kondisi pandemi Covid-19 memengaruhi kinerja pemerintah di berbagai bidang, terutama politik dan ekonomi. Hal itu oleh karena pemerintah fokus pada pengendalian pandemi dan mengatasi dampak sosial yang ditimbulkannya. Meski demikian, di tahun ketiga pandemi, keberhasilan kerja pemerintah mengendalikan pandemi harus bisa mengungkit kinerja di bidang-bidang lain, terutama politik dan hukum.
Hasil jajak pendapat Kompas di pengujung tahun ini menunjukkan apresiasi publik yang tinggi terhadap kinerja pemerintah dalam mengendalikan pandemi. Sembilan dari 10 responden memuji langkah pemerintah dalam pengendalian Covid-19 sejak pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada 10 April 2020-23 April 2020 hingga rencana Presiden Joko Widodo untuk mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dalam waktu dekat. Sebanyak 23,8 persen responden menilai sangat baik dan 64,9 persen lainnya menilai baik.
Sementara itu, di bidang politik, tiga hal krusial yang menjadi perhatian di tahun ini mendapatkan respons yang bervariasi. Apresiasi paling besar terekam pada upaya pemerintah untuk menguatkan kerja sama antarkementerian ataupun lembaga. Tujuh dari 10 responden menyebut kinerja pemerintah di bidang ini memuaskan. Hasil ini bisa dianggap sebagai pencapaian mengingat sinergitas antarlembaga merupakan hal penting di tengah kondisi yang sulit akibat pandemi, sekaligus upaya perbaikan yang diharapkan publik dari evaluasi kinerja tahun lalu.
Dalam proporsi yang hampir sama, sebanyak 69,3 persen responden memberi rapor baik pada upaya pemerintah memberikan jaminan warga untuk bebas berpendapat. Namun, apresiasi ini tak lepas dari catatan kritis di kala masyarakat masih merasa demokrasi belum sepenuhnya hadir di ruang publik.
Survei Kompas pada tahun 2020 mencatat setidaknya 36 persen responden merasa tidak bebas menyampaikan ekspresi di media sosial. Hal itu masih berlanjut pada tahun-tahun berikutnya. Bahkan, pada November 2022, sejumlah elemen masyarakat juga mencurigai adanya pembatasan kebebasan berpendapat di momentum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang diadakan di Bali.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO (RO
Topeng kritik yang dikenakan seorang aktivis ketika diskusi terkait sejumlah pelanggaran hak publik dalam penyelenggaraan KTT G20 Bali di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Rabu (16/11/2022). Beberapa pelanggaran seperti pelarangan hak bersuara oleh elemen masyarakat yang hendak menyampaikan masukan dan diikuti tindakan intimidasi oleh aparat negara.
Selain itu, publik juga memberikan catatan pada kenegarawanan pejabat publik untuk mengutamakan kepentingan rakyat. Setidaknya empat dari 10 responden menyoal kebijakan-kebijakan pemerintah yang masih mendahulukan kepentingan kelompok, golongan, ataupun partai politik. Harapannya, pemangku kebijakan dapat lepas dari konflik kepentingan dan bekerja demi rakyat.
Legislasi
Separuh lebih publik mengapresiasi kinerja pemerintah di bidang hukum. Rapor baik ini merata pada tiga bidang hukum yang paling sering menjadi perbincangan sepanjang tahun 2022. Meski demikian, hasil jajak pendapat juga menunjukkan bahwa masih ada sebagian publik lainnya yang menantikan perbaikan nyata.
Enam dari 10 responden mengapresiasi kinerja pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU). Penundaan pembahasan RUU menjadi salah satu pekerjaan rumah yang disorot tahun 2021.
Pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah terkait dengan regulasi lainnya. RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana yang telah lebih dari satu dekade diusulkan tak kunjung diselesaikan. Padahal, RUU ini berpotensi mendukung implementasi strategi nasional pencegahan korupsi
Gejala ini mirip di akhir tahun lalu. Jajak pendapat di pengujung tahun 2021 menunjukkan, sembilan dari 10 responden menuntut pemerintah menyelesaikan tiga RUU yang tertunda pembahasannya. Dua di antaranya kini telah resmi diundangkan, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada 9 Mei 2022 dan UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi pada 17 Oktober 2022. Pengesahan kedua UU itu tak lepas dari upaya pemerintah dan DPR untuk mengakomodasi aspirasi publik dan memberikan payung hukum yang dapat memastikan keadilan bagi korban, baik korban kekerasan seksual maupun korban peretasan data pribadi.
Meski demikian, pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah terkait dengan regulasi lainnya. RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana yang telah lebih dari satu dekade diusulkan tak kunjung diselesaikan. Padahal, RUU ini berpotensi mendukung implementasi strategi nasional pencegahan korupsi. Selain itu, RKUHP yang baru disahkan masih menyimpan ketidakpuasan publik.
Pemberantasan korupsi
Setali tiga uang, korupsi juga masih menjadi persoalan yang disorot publik sepanjang tahun 2022 ini. Meskipun mendapatkan apresiasi dari sebagian besar publik, empat dari 10 responden menyebut kinerja pemberantasan korupsi masih buruk. Pasalnya, banyak proses hukum kasus-kasus rasuah yang belum terselesaikan. Sementara kasus-kasus korupsi baru terus bermunculan, termasuk kasus yang melibatkan penegak hukum itu sendiri.
Penangkapan penegak hukum dalam kasus korupsi menjadi preseden baik dan apresiasi bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengusutan kasus korupsi. Desember ini, KPK menetapkan dua hakim agung, yaitu Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh, serta tiga hakim yustisial, yakni Elly Tri Pangestu, Prasetio Nugroho, dan Edy Wibowo, sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
Penindakan kasus korupsi oleh kejaksaan, kepolisian, dan KPK turut menunjukkan tren kenaikan. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat terdapat 252 kasus korupsi, 612 orang ditetapkan sebagai tersangka, dan potensi kerugian negara mencapai Rp 33,7 triliun sepanjang Januari hingga Juni 2022.
Jumlah penindakan tersebut lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Pada periode yang sama, jumlah penindakan kasus mencapai 209 kasus pada 2021 dan 169 kasus pada 2020. Meski demikian, ICW menyebut target penindakan kasus korupsi belum optimal.
Merujuk Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2022, target keseluruhan penegak hukum selama semester I tahun 2022 adalah sebanyak 1.387 kasus di tingkat penyidikan. Artinya, kinerja penegakan hukum di level pengusutan baru 18 persen dari target.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri saat hadir dalam ekspose penahanan Hakim Yustisial Mahkamah Agung Edy Wibowo di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (19/12/2022).
Selain korupsi, penegak hukum juga perlu memulihkan kepercayaan publik lewat penegakan hukum yang berkeadilan. Artinya, penegakan hukum harus tanpa diskriminasi dan tidak tebang pilih. Hampir separuh publik belum melihat adanya upaya perbaikan dari penegak hukum ke arah itu.
Kasus persidangan yang sedang bergulir atas pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat yang melibatkan bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo menjadi kunci bagi penegak hukum untuk menunjukkan bahwa hukum tidak lagi tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Meskipun apresiasi publik terhadap pemerintah masih mengandung banyak catatan, setidaknya delapan dari 10 responden meyakini pemerintah akan bekerja lebih baik untuk kepentingan rakyat pada tahun 2023 mendatang.