Semua Penjabat Kepala Daerah Belum Alokasikan Anggaran Pemilu 2024
Kemendagri mengingatkan anggaran dukungan untuk pemilu serentak tahun 2024 semestinya dialokasikan tahun 2023 dan 2024 agar tidak membebani APBD.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
DOKUMENTASI KEMENDAGRI
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan pengarahan kepada para penjabat kepala daerah, dalam rapat koordinasi evaluasi penjabat kepala daerah, di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (20/12/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri menunjukkan semua penjabat kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota, belum mengalokasikan anggaran dukungan untuk Pemilihan Umum 2024. Para penjabat kepala daerah diharapkan dapat mengalokasikan anggaran dukungan Pemilu 2024 pada tahun 2023 dan 2024 agar tak mengganggu jalannya pembangunan di daerah.
Dalam rapat koordinasi evaluasi penjabat kepala daerah secara virtual, Selasa (20/12/2022), Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendagri Tomsi Tohir Balaw mengungkapkan, salah satu hasil evaluasi di bidang pemerintahan adalah terkait pelayanan publik dan pengalokasian anggaran. Dari data yang diperoleh Kemendagri, belum semua penjabat melakukan perubahan terhadap layanan publik. Selain itu, semua penjabat kepala daerah juga belum mengalokasikan anggaran untuk dukungan Pemilu 2024.
Baca Berita Seputar Pilkada 2024
Pahami informasi seputar Pilkada 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Anggaran dukungan Pemilu 2024 ini harusnya dicicil di tahun 2023, kemudian 2024. Ini khususnya untuk daerah yang APBD-nya kecil. Kalau sekaligus dipotong di 2024, pada tahun 2024 tidak akan ada pembangunan,” tutur Tomsi.
Rapat koordinasi evaluasi penjabat kepala daerah diikuti 71 penjabat gubernur, bupati, dan wali kota. Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Selain menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan publik selama belum ada kepala daerah definitif, penjabat kepala daerah memang bertugas menyukseskan Pemilu dan Pilkada tahun 2024. Tak hanya sukses dalam penyelenggaraan pesta demokrasi, tetapi juga menjaga stabilitas selama tahun politik.
Sementara selain bidang pemerintahan, terdapat dua bidang lain yang menjadi dasar evaluasi. Salah satunya bidang pembangunan. Untuk aspek ini, Irjen Kemendagri memberikan catatan serius bagi penjabat yang belum mengoptimalkan realisasi anggaran serta belum melakukan langkah-langkah kebijakan pengendalian inflasi.
”Tolong dipahami cara penilaian ini, selain daripada yang memaparkan yang bukan seremonial, hanya foto-foto, tidak. Tetapi betul-betul kegiatan yang berkaitan dengan aspek penilaian, kemudian memberikan data dukungannya, ini yang kita hitung,” tutur Tomsi.
Anggaran dukungan Pemilu 2024 ini harusnya dicicil di tahun 2023, kemudian 2024. Ini khususnya untuk daerah yang APBD-nya kecil. Kalau sekaligus dipotong di 2024, pada tahun 2024 tidak akan ada pembangunan.
Evaluasi juga dilakukan dengan mempertimbangkan penilaian di bidang kemasyarakatan yang meliputi upaya memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat, serta pengelolaan pengaduan. ”Belum semua penjabat kepala daerah menindaklanjuti pengaduan masyarakat,” ujarnya.
Dengan evaluasi yang dilakukan secara rutin, diharapkan penjabat meningkatkan kinerjanya masing-masing untuk menghadirkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik.
”Harapannya di triwulan berikutnya, penilaian ini dapat berubah menjadi lebih baik, untuk mereka yang skornya kurang. Kemarin sudah diberikan penjelasan khusus, dimohon untuk bisa memperbaikinya dan memberikan laporan update mengenai perbaikannya,” ucap Tomsi.
Sementara dalam Sambutannya, Tito mengatakan, forum rapat digelar secara rutin setiap tiga bulan sekali atau setiap triwulan. Melalui forum tersebut, Kemendagri memberikan evaluasi dan masukan atas jalannya pemerintahan di daerah selama dipimpin penjabat kepala daerah, baik penjabat gubernur maupun penjabat bupati/wali kota.
”Acara ini memang saya minta untuk dilaksanakan secara rutin karena kami ingin meng-update, mengevaluasi, sekaligus memberikan masukan-masukan kepada teman-teman penjabat kepala daerah yang sudah dilantik,” ujar Tito.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Rapat koordinasi penjabat kepala daerah di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (16/6/2022). Kementerian Dalam Negeri tengah menyiapkan aturan teknis pemilihan penjabat kepala daerah untuk gelombang selanjutnya yang dimulai pada Juli 2022.
Mendagri menambahkan, evaluasi kinerja setiap penjabat merupakan salah satu tugasnya selaku pembina dan pengawas jalannya pemerintahan di daerah. Untuk itu, para penjabat harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban.
Sebagaimana ketentuan undang-undang, masa kepemimpinan penjabat kepala daerah berlaku selama satu tahun. Kemudian, setelah dievaluasi, jika masa jabatan telah habis, dapat diperpanjang dengan orang yang sama atau berbeda.
Sesuai aturan berjenjang, penjabat gubernur akan melaporkan kinerjanya secara berkala kepada presiden melalui mendagri. Sementara itu, penjabat bupati/wali kota menyampaikan pertanggungjawabannya melalui gubernur.
DOKUMENTASI KEMENDAGRI
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendagri Tomsi Tohir Balaw memberikan pengarahan kepada para penjabat kepala daerah, dalam rapat koordinasi evaluasi penjabat kepala daerah, di kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (20/12/2022).
”Saya mengambil kesempatan kali ini untuk melakukan evaluasi sekaligus memberikan masukan-masukan dan arahan agar pelaksanaan tugas rekan-rekan penjabat kepala daerah akan dapat lebih efektif, dan pemerintahan ini bisa berjalan dengan baik,” imbuh Mendagri.
Berani mencopot
Dihubungi secara terpisah, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus, mengapresiasi langkah Kemendagri yang rutin mengevaluasi kinerja penjabat. Menurut dia, hal tersebut penting untuk mengawal kelancaran tata kelola pemerintahan setelah tidak dipimpin oleh kepala daerah definitif.
Guspardi mengatakan, pada prinsipnya, penjabat berbeda dengan kepala daerah definitif. Penjabat harus melaksanakan perintah atasan. Jika perintah yang tidak dikerjakan dengan optimal, atasan berhak untuk mencopotnya.
Berbeda dengan kepala daerah definitif. Ada aturan main jika seorang kepala daerah definitif ingin dicopot dari jabatannya, seperti meninggal dunia, mengundurkan diri, serta melakukan tindak pidana. Selain itu, kepala daerah definitif juga memiliki legitimasi yang lebih kuat karena dipilih langsung oleh rakyat.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN Guspardi Gaus
”Karena itu, dengan didasarkan pada evaluasi secara periodik ini, jika kinerja penjabat tidak bagus, copot saja. Mendagri dan presiden juga seharusnya tidak ada beban politik sehingga tidak boleh takut dengan mereka. Kalau tidak bekerja profesional, kinerja tidak bagus, masyarakat gerah pada kepemimpinannya, ya, harus evaluasi. Kalau memang tidak bagus, copot saja,” ujar Guspardi.
Guspardi pun mengingatkan para penjabat agar bekerja lebih optimal. Apalagi, mereka berasal dari kalangan birokrat terpilih. Artinya, mereka tidak boleh bermain politik dan harus bekerja profesional dan progresif.
”Penjabat harus bekerja lebih baik dari kepala daerah yang menjabat definitif. Sebab, penjabat suatu waktu bisa diberhentikan,” kata Guspardi.