erbatasnya rumah dinas prajurit membuat sebagian prajurit tamtama dan bintara TNI belum terpenuhi haknya. Para prajurit juga menjadi terbebani untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kopda Niki Lauda Marines bersama keluarganya tinggal di rumah dinas TNI AL di Desa Ciangsana, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (17/9/2022).
JAKARTA, KOMPAS Sebagai tulang punggung Tentara Nasional Indonesia menjaga pertahanan negara, prajurit tamtama dan bintara dituntut disiplin dan tunduk pada penugasan dalam sistem rantai komando. Tanggung jawab ini harus diemban dengan segala keterbatasan akibat dukungan kesejahteraan yang belum ideal, utamanya rumah dinas.
Kerja prajurit TNI tak pernah diragukan masyarakat. Survei Litbang Kompas dari tahun ke tahun, setidaknya dari 2017 hingga TNI menapaki usia 77 tahun pada Rabu (5/10/2022), menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap kerja TNI berada di atas 60 persen. Namun itu belum diikuti pemenuhan kesejahteraan bagi prajurit. Hal itu pun ditangkap dalam Jajak Pendapat Litbang Kompas pada 9-12 Agustus lalu, 21 persen publik menilai pemerintah belum menjamin kesejahteraan prajurit, dan 30,1 persen menyatakan pemerintah telah mengupayakan kesejahteraan prajurit tetapi belum optimal.
Data Kementerian Pertahanan menyebutkan, hingga kini TNI masih kekurangan 237.735 unit rumah dinas atau 51,7 persen dari kebutuhan 459.514 unit rumah dinas. Hak prajurit memperoleh rumah dinas, seperti diatur Pasal 50 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, pun belum bisa dipenuhi secara ideal. Masih belum idealnya pemenuhan rumah dinas ini cukup membebani prajurit tamtama dan bintara yang umumnya bergaji antara Rp 3,5 sampai Rp 6 juta per bulan. Padahal seperti diatur dalam Pasal 2 Huruf d UU TNI, prajurit tidak diperbolehkan berbisnis.
Perjalanan Kopral Dua Muhammad Husni (35) memperoleh giliran menempati rumah dinas prajurit, salah satunya, masih belum berujung. Enam tahun bertugas di Jakarta, prajurit di Batalyon 461 Komando Pasukan Gerak Cepat TNI Angkatan Udara (Kopasgat TNI AU) ini masih harus mengontrak rumah bersama istri dan dua anaknya di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur, dengan biaya sekitar Rp 1,5 juta per bulan, habiskan 30 persen dari gajinya sekitar Rp 4 juta.
Meskipun demikian, tugas berat sebagai anggota salah satu pasukan elite TNI AU yang sebelumnya bernama Korps Pasukan Khas (Kopaskhas) ini tetap dijalani Husni. Melaksanakan berbagai latihan fisik, strategi hadapi ancaman musuh di setiap operasi tempur.
Sisa uang gaji, setelah dialokasikan untuk membayar sewa rumah kontrakan, hanya bisa Husni gunakan untuk kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari dan biaya sekolah kedua anaknya yang duduk di kelas 1 dan 6 sekolah dasar. Uang gaji yang bisa disihkan pun terbatas Rp 50.000 yang langsung dipotong oleh TNI AU dari gajinya untuk tabungan prajurit. Uang tabungan itu nantinya dapat digunakan untuk membayar uang muka pembelian rumah.
“Kalau sudah dapat rumah dinas sangat membantu, karena tidak perlu membayar kontrakan. Uang yang ada bisa digunakan untuk pendidikan anak-anak,” kata Husni, saat ditemui awal September lalu.
Sersan Kepala (Serka) Husin Abdullah yang sudah lima tahun ini bertugas di Dinas Penerangan TNI AL, Cilangkap, Jakarta Timur, juga tak jauh berbeda kondisinya. Hingga kini, ia masih mengontrak rumah di sekitar tempatnya bertugas di kawasan Cilangkap, Jakarta Timur. Untuk sewa rumah kontrakan itu, setiap bulan harus ia bayar Rp 750.000, menghabiskan seperempat gajinya.
Tiadanya kerabat di Jakarta yang bisa membantu mengasuh anaknya yang masih balita, membuat istri Abdullah memilih tinggal dengan keluarganya di Pasuruan, Jawa Timur, setahun terakhir ini. "Kalau seperti ini agak susah menabung karena ada "dua dapur". Pendapatan jadi ngepas dengan pengeluaran," ujar Abdullah.
Kopral Dua Haris Aditya (35) juga pernah merasakan kesulitan serupa sebelum ia memperoleh giliran menempati salah satu unit rumah dinas di Rumah Susun Kompleks Perumahan Angkatan Darat (Rusun KPAD) Kodam Jaya, Cililitan, Jakarta.
Uang gaji yang dapat ia sisihkan juga terbatas untuk Tabungan Disiplin (Taplin) sebesar Rp 100.000 yang langsung dipotong oleh TNI AL. Tabungan itu nantinya dapat dipergunakan untuk membayar uang muka pembelian rumah. Namun untuk tabungan mandiri, diakui Abdullah, nyaris sulit.
Kopral Dua Haris Aditya (35) juga pernah merasakan kesulitan serupa sebelum ia memperoleh giliran menempati salah satu unit rumah dinas di Rumah Susun Kompleks Perumahan Angkatan Darat (Rusun KPAD) Kodam Jaya, Cililitan, Jakarta. Unit-unit yang tersedia dirusun itu bagian dari 174.953 unit rumah dinas TNI AD yang sudah terbangun. Namun, sebagai matra dengan jumlah prajurit terbanyak, TNI AD masih kekurangan 177.368 unit rumah dinas.
Kekurangan itu salah satunya yang menyebabkan Haris tak segera memperoleh rumah dinas meski telah bertugas di Detasemen Kodam Jaya, Jakarta, sejak 2013. Selama menunggu memperoleh rumah dinas hingga 2018, Haris mengontrak rumah bersama istri dan dua anaknya di Pasar Rebo, Jaktim. Dengan gaji masih Rp 3,2 juta per bulan, saat itu, ia harus membayar sewa rumah kontrakan Rp 750.000 per bulan, ditambah tagihan listrik, dan biaya lainnya.
"Setelah memperoleh rumah dinas, uang gaji bisa ditabung untuk biaya sekolah anak-anak nanti,” ujarnya.
Kopral Dua Haris Aditya bercengkerama dengan keluarganya di rumah susun prajurit TNI AD di Cililitan, Jakarta Timur, Selasa (6/9/2022). Terdapat lima tower dalam kompleks rumah susun prajurit TNI AD ini.
Terbelit korupsi
Sama halnya dengan Husni dan Abdullah, gaji Haris juga dipotong untuk tabungan wajib perumahan prajurit (TWP Prajurit) oleh TNI AD sebesar Rp 150.000 per bulan. Dana itu juga dapat digunakan untuk membayar uang muka pembelian rumah. Namun, dana tabungan ini, periode 2019-2020, tengah dibelit masalah korupsi yang diduga dilakukan Brigadir Jenderal Yus Adi Kamrullah. Dari dana itu, diduga Yus memperkaya diri sebesar Rp 60,9 miliar, dan kini perkaranya masih disidangkan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.
Sejak 2010 hingga 2020, pembangunan rumah dinas prajurit turut dilaksanakan Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat. Namun, menurut Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto, kegiatan itu untuk 2020-2024 dilekatkan pada anggaran TNI, bukan lagi Kementerian PUPR.
Hal itu pun diakui Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman. Dudung mengatakan, untuk ke depan, pihaknya akan memprioritaskan rumah dinas prajurit ketimbang gedung kantor dan alat utama sistem persenjataan (alusista). "Alternatifnya, prajurit ditempatkan sesuai tempat tinggal asal atau keluarganya," ucapnya.
Adapun terkait dugaan korupsi dana TWP Prajurit, Dudung mengatakan, hal itu kasuistis. Namun sebelumnya, ia sudah menegaskan pihaknya berupaya menelusuri alirana dana yang dikorupsi dan mengauditnya.
Tingginya kebutuhan rumah dinas prajurit juga diungkapkan Asisten personalia Kepala Staf TNI AU Marsekal Muda Elianto Susetio. Dari kebutuhan 21.755 unit rumah dinas, TNI AU masih kekurangan 2.091 unit rumah dinas. “Setiap tahun prajurit bintara dan tamtama bertambah 300 orang, tetapi pengadaan rumah dinas prajurit yang dapat dilakukan terbatas 60-100 unit (yang tersebar di seluruh Indonesia),” ucapnya.
Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Yudo Margono juga mengakui belum terpenuhinya kebutuhan rumah dinas itu membenani prajurit. Untuk itu, TNI AL mengalokasikan dana Rp 272,4 miliar untuk pembangunan rumah dinas prajurit pada 2023. Rumah dinas itu akan dibangun di tiap pangkalan TNI AL. Untuk itu, pembangunannya akan disesuaikan dengan Data Susunan Personel (DSP) prajurit di tiap pangkalan TNI AL tersebut.