Sebagai negarawan, Frans Seda dikenal pula sebagai figur yang menjadi teladan dan masih bisa diikuti sampai saat ini. Figurnya dinilai menembus segala zaman.
Oleh
Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·3 menit baca
Kompas
Buku Putra Nusa Bunga & Wastra NTT, Mengenang Sosok Frans Seda dalam acara bertajuk Bedah Buku: Frans Seda, The Remarkable Life of Flower Island's Son” di Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (4/10/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Franciscus Xaverius Seda atau Frans Seda tidak hanya dikenal sebagai negarawan dan politikus. Kepribadiannya dalam kehidupan sehari-hari bisa dijadikan panutan sampai saat ini.
Kisah Frans Seda diceritakan dalam buku yang berjudul Putra Nusa Bunga & Wastra NTT, Mengenang Sosok Frans Seda. Buku yang diluncurkan pada Juli 2022 tersebut disusun oleh tiga penulis, yakni Sri Sintasari Iskandar, Diana Damayanti, dan Benny Gratha.
Dalam acara ”Bedah Buku: Frans Seda, The Remarkable Life of Flower Island's Son”, Selasa (4/10/2022), Sri Sintasari mengatakan, Frans Seda merupakan figur yang menjadi teladan dan masih bisa diikuti sampai saat ini.
”Sehingga di situlah kami bertiga membentuk satu tim kemudian ingin menampilkan seorang sosok putra daerah yang begitu kuat dan sangat tegas, dan juga dalam berpendidikan itu dapat menjadi contoh,” kata Sri di Frans Seda Collection Perpustakaan Pusat Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta Selatan.
Selain membahas kisah Frans Seda, buku setebal 345 halaman ini juga dilengkapi puluhan gambar wastra atau kain tenun tradisional asal Nusa Tenggara Timur (NTT) koleksi istri Frans Seda, Johanna Maria Pattinaja Seda.
Diana Damayanti mengatakan, sebelum buku ini ditulis, para penulis berdiskusi mencari angle yang menarik untuk dibaca. Hasilnya, ketiganya sepakat menulis tentang kehidupan keluarga Frans Seda.
”Karena, kan, juga belum terlalu banyak yang membahas Bapak (Frans Seda) dalam kehidupan keluarganya. Itu dari Bapak kecil, sampai Bapak besar,” kata Diana.
Suasana acara bertajuk Bedah Buku: Frans Seda, The Remarkable Life of Flower Island's Son” di Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (4/10/2022). Frans dianggap figur yang menjadi teladan dan masih bisa diikuti sampai saat ini.
Buku itu, kata Diana, juga menceritakan bagaimana kedekatan Frans Seda dengan Presiden Soekarno. Kedekatan itu bermula saat Frans berpidato di hadapan Soekarno yang dibuang oleh Pemerintah Hindia Belanda di tempat yang kini bernama Kabupaten Ende, NTT, pada 1936.
Mereka kembali bertemu 10 tahun kemudian saat Frans ikut Tentara Pelajar di Yogyakarta. Pertemuan tersebut membuat Frans menjadi Menteri Perkebunan pada 1964-1966 dan Menteri Pertanian pada 1966.
”Bung Karno adalah tokoh idola (Frans Seda) sejak kecil. Jadi, kita tahulah beliau bisa berkembang seperti itu karena panutannya,” ucap Diana.
Kesederhanaan
Salah satu pembedah buku, Hermien Kleden, mengatakan, buku tersebut memberitahukan kepada publik sesuatu yang belum diketahui. Dia menilai, lewat buku itu, publik tidak hanya mengenal Frans Seda sebagai seorang negarawan, menteri, dan politikus cerdas dari segi ekonomi politik.
”Menurut saya, this person, figur ini, adalah figur yang menembus zaman,” kata Hermien.
Menurut Hermien, Frans Seda adalah sosok yang luar biasa. Frans bertindak seperti orang biasa meskipun memiliki kehidupan yang cemerlang. Hal itu dibuktikan dari cara Frans mendidik anak-anaknya untuk tidak hidup mewah.
Pengunjung memilih motif kain tenun dari sejumlah daerah di Flores yang ditawarkan pedagang di pasar Alok, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (10/8/2019). Kain tenun mulai dari ikat, selendang, sarung, hingga bahan untuk dibuat baju tersebut ditawarkan dengan harga bervariasi, mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah per lembarnya.
Hermien menuturkan, Frans Seda juga berkontribusi bagi pendidikan. Hal itulah yang membuat Frans turut membangun Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. ”Frans Seda meletakkan pendidikan itu sebagai alat untuk mengebalorasi, mengejawantahkan pemikiran-pemikiran sosial ekonomi dan politiknya beliau. Beliau tidak pernah menggunakan power-nya, kekuasaannya untuk identitas beliau,” ujarnya.
Putri Frans Seda, Francisia Saveria Sikka Seda atau yang akrab disapa Ery Seda, menambahkan, ayahnya merupakan sosok yang suka humor. Ia berharap buku tersebut bisa memberikan aspek kemanusiaan dari Frans Seda. ”Dia memang serius dan kerja keras, tapi yang ingin lebih saya tekankan sisi manusiawinya, senang menggoda anak-anaknya. Kalau anak-anaknya nangis, dia ikut nangis. Dia tidak tega menghukum orang,” ucapnya.