Untuk Kedua Kalinya, Eks Bupati Kolaka Timur Andi Merya Diadili untuk Kasus Korupsi
Suap sebesar Rp 3,4 miliar yang diberikan oleh bekas Bupati Kolaka Timur Andi Merya diduga untuk pengurusan persetujuan usulan dana PEN. Suap itu diberikan kepada salah satu Dirjen Kemendagri.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Bekas Bupati Kolaka Timur Andi Merya (tengah) didakwa oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi telah memberikan suap Rp 3,4 miliar dalam pengurusan persetujuan usulan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur pada 2021. Dakwaan tersebut disampaikan jaksa dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (16/9/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Bupati Kabupaten Kolaka Timur Andi Merya untuk kedua kalinya diadili untuk kasus korupsi. Pada April, ia telah divonis tiga tahun penjara untuk kasus penerimaan suap terkait proyek perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang anggarannya berasal dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Jumat (16/9/2022), ia didakwa memberikan suap Rp 3,4 miliar ke sejumlah pihak, salah satunya bekas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto, untuk pengurusan persetujuan usulan dana Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur pada 2021.
Andi Merya didakwa bersama dua terdakwa lainnya, yakni LM Rusdianto Emba selaku pengusaha dari Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, serta Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Kabupaten Muna Sukarman Loke. Ketiganya didampingi penasihat hukum masing-masing.
Dakwaan tersebut disampaikan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Andhi Ginanjar dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat. Sidang tersebut dipimpin oleh ketua majelis hakim Suparman.
Andhi mengungkapkan, pada April sampai 22 Juni 2021, Andi Merya bersama Rusdianto diduga memberikan uang dengan jumlah Rp 3,4 miliar kepada Ardian Noervianto, Sukarman Loke, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar.
Sidang dakwaan bekas Bupati Kabupaten Kolaka Timur Andi Merya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (16/9/2022). Andi didakwa telah memberikan suap Rp 3,4 miliar dalam pengurusan persetujuan usulan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur pada 2021.
”Terdakwa Andi Merya bersama-sama LM Rusdianto Emba memberikan uang yang seluruhnya berjumlah Rp 3.405.000.000 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah itu,” kata Andhi.
Rinciannya, Andi Merya memberikan uang kepada Ardian sebesar Rp 1,5 miliar, kepada Sukarman sebesar Rp 1,7 miliar, dan Laode sebesar Rp 175 juta. Dalam hal ini, Ardian telah dituntut oleh jaksa KPK dengan hukuman 8 tahun penjara. Demikian pula terhadap Laode, dituntut jaksa KPK dengan hukuman 5 tahun 6 bulan penjara.
Andi Merya memberikan uang kepada Ardian sebesar Rp 1,5 miliar, kepada Sukarman sebesar Rp 1,7 miliar, dan Laode sebesar Rp 175 juta.
Andhi menjelaskan, sekitar Maret 2021, Andi Merya menyampaikan keinginan untuk mendapatkan dana tambahan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur kepada Rusdianto. Rusdianto pun menyampaikan keinginan Andi Merya tersebut kepada Sukarman yang memiliki jaringan di pemerintahan pusat. Selanjutnya, Sukarman menyampaikan informasi tersebut kepada Laode yang juga sedang mengurus pengajuan pinjaman PEN Daerah Kabupaten Muna.
Adapun syarat untuk mendapatkan dana PEN harus ada surat pertimbangan atas usulan pinjaman PEN pemerintah daerah dari Menteri Dalam Negeri yang didahului oleh surat dari Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah. Adapun Laode merupakan teman satu angkatan dengan Ardian di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN).
Mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto dibawa ke luar Gedung KPK untuk dibawa ke Rumah Tahanan KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (2/2/2022). KPK resmi menahan Ardian setelah sebelumnya telah menyandang status tersangka terkait kasus dugaan suap pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah untuk Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021.
Andi Merya pun mengeluarkan surat perihal pernyataan minat pinjaman dana PEN Daerah untuk Pemda Kabupaten Kolaka Timur tahun anggaran 2021 sebesar Rp 350 miliar. Pada 4 Mei 2021, Andi Merya bersama Laode dan Sukarman menemui Ardian di ruang kerjanya di Kemendagri, Jakarta Pusat. Ia meminta Ardian untuk membantu proses pengajuan pinjaman PEN Kabupaten Kolaka Timur sebesar Rp 350 miliar. Namun, Ardian menyanggupinya hanya sebesar Rp 300 miliar.
Pada 10 Juni 2021, Ardian bertemu dengan Laode untuk meminta fee atau imbalan sebesar 1 persen dengan cara menuliskan dalam secarik kertas. Permintaan Ardian tersebut disampaikan kepada Andi Merya oleh Sukarman melalui Rusdianto.
Setelah Ardian, Sukarman, dan Laode menerima uang dari Andi Merya, baru kemudian Ardian menerbitkan dan menandatangani surat yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri.
Setelah Ardian, Sukarman, dan Laode menerima uang dari Andi Merya, baru kemudian Ardian menerbitkan dan menandatangani surat yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jenderal perihal Pertimbangan Atas Usulan Pinjaman PEN Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka Timur Tahun Anggaran 2021.
”Yang pada pokoknya menyatakan bahwa Pemerintah Daerah Kolaka Timur dipertimbangkan dapat menerima pinjaman paling besar Rp 151.000.000.000 (seratus lima puluh satu miliar rupiah) yang sudah diajukan terdakwa sejak tanggal 14 Juni 2021,” kata Andhi.
Selain itu, Ardian memberikan paraf pada draf surat yang akan ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri hal Pertimbangan Pinjaman Daerah pada 13 September 2021 yang ditujukan kepada Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai syarat dalam pemberian pinjaman dana PEN.
Andhi menegaskan, Ardian tidak melaksanakan kewajiban sesuai ketentuan mengenai batas waktu paling lama tiga hari kerja setelah diterimanya Surat Permohonan Pinjaman PEN dalam memberikan pertimbangan pengajuan dana PEN kepada Kementerian Keuangan.
Atas perbuatannya, Andi Merya diancam pidana dalam Pasal 5 Ayat 1 Huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Seusai pembacaan dakwaan, hakim Suparman menanyakan apakah ketiga terdakwa mengerti dengan dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum. Penasihat hukum dari ketiga terdakwa menyatakan tidak ada keberatan sehingga tidak mengajukan eksepsi.