Pemerintah Usul 4 RUU Masuk Prolegnas Prioritas 2023
Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi Nasdem Willy Aditya dalam rapat panja penyusunan Prolegnas Prioritas 2023 bersama Kemenkumham mengatakan, total 78 usulan RUU dimasukan ke Prolegnas, Empat di antaranya usul pemerintah.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO (KUM)
Anggota DPR yang hadir secara fisik dalam rapat paripurna DPR di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/7/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengusulkan empat rancangan undang-undang untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Tahun 2023, salah satunya Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana. Usulan tersebut akan dibahas terlebih dahulu di tingkat fraksi pekan depan.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari Fraksi Nasdem, Willy Aditya, dalam rapat panja penyusunan Prolegnas Prioritas 2023 bersama Kementerian Hukum dan HAM di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2022), mengatakan, total terdapat 78 usulan rancangan undang-undang (RUU) yang dipertimbangkan untuk menjadi Prolegnas Prioritas 2023. Empat RUU antara lain diusulkan pemerintah.
”Itu semua masih sebatas usulan, belum jadi putusan. Jadi masih dikaji,” ujar Willy.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi Nasdem Willy Aditya
Empat RUU yang diusulkan pemerintah adalah RUU tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), RUU Perampasan Aset terkait Tindak Pidana, RUU Perlindungan Konsumen, dan RUU Paten.
Empat RUU yang diusulkan pemerintah adalah RUU tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), RUU Perampasan Aset terkait Tindak Pidana, RUU Perlindungan Konsumen, dan RUU Paten.
Sisanya, RUU dalam tahap pembicaraan tingkat I (8 RUU), RUU yang akan memasuki pembicaraan tingkat I atau menunggu surat presiden (5 RUU), RUU selesai tahap harmonisasi di Baleg (1 RUU), RUU dalam tahap penyusunan di DPR (10 RUU), RUU dalam tahap penyusunan di pemerintah (2 RUU), RUU baru usulan DPR (41 RUU), dan RUU usulan DPD (7 RUU).
Willy menyampaikan, keputusan prolegnas prioritas masih membutuhkan pandangan dari fraksi-fraksi. Menurut rencana, penyampaian pandangan tersebut pada pekan depan. Ia berharap, khusus RUU Perampasan Aset bisa mulai dibahas pada 2023.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly (tengah) mengikuti rapat kerja dengan Badan Legislasi DPR dan DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/9/2021).
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana menjelaskan, RUU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana dibutuhkan karena sejauh ini sistem dan mekanisme perampasan aset yang berlaku mengenai terkait dengan tindak pidana belum memadai.
”Sistem yang ada belum mampu mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan sehingga diperlukan pengaturan yang komprehensif, transparan, dan akuntabel,” ucapnya.
Widodo berharap RUU yang diusulkan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023 difokuskan pada tiga hal. Pertama, RUU yang sudah dalam tahap pembahasan di DPR. Kedua, RUU yang dibutuhkan untuk mendukung program prioritas pembangunan nasional. Ketiga, RUU tersebut telah memiliki kesiapan teknis.
Harus realistis
Anggota Baleg dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, mengingatkan agar pembahasan legislasi pada tahun 2023 lebih realiastis dengan kebutuhan, apalagi tahun depan sudah memasuki tahun politik. Hiruk-pikuk proses politik terutama persiapan pemilu juga harus diwaspadai.
Banyaknya UU yang telah kita buat dan dilakukan JR (judicial review atau peninjauan kembali di Mahkamah Konstitusi), artinya masih ada beberapa UU yang memang di dalam pembuatan dan penyusunannya kurang cermat karena berkaitan dengan konstitusi.
”Banyaknya UU yang telah kita buat dan dilakukan JR (judicial review atau peninjauan kembali di Mahkamah Konstitusi), artinya masih ada beberapa UU yang memang di dalam pembuatan dan penyusunannya kurang cermat karena berkaitan dengan konstitusi,” kata Firman.
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Sturman Panjaitan, juga mengingatkan agar Baleg dan pemerintah tidak menggebu-gebu menargetkan untuk menyelesaikan banyak RUU pada tahun depan. Menurut sia, lebih baik, eksekutif dan legislatif fokus menyelesaikan RUU yang tak kunjung selesai.
”Fakta, dua tahun ini, kita terbatas yang bisa kita lakukan. Belum lagi RUU dengan pemerintah itu cukup lama, contohnya RUU Perlindungan Data Pribadi, ini hampir dua tahun lebih (tidak selesai). Sampai hari ini baru tahap tim perumus dan tim sinkronisasi di Komisi I DPR. Artinya, ada RUU yang masih begitu alotnya. Banyak hal yang perlu diperhatikan,” kata Sturman.