Perilaku Buruk Anggota DPR Gerus Kepercayaan Publik
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus, mengatakan, perilaku buruk yang dilakukan sejumlah anggota DPR beberapa waktu terakhir berpotensi kian menggerus kepercayaan publik.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Suasana saat Rapat Paripurna DPR RI ke-28 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022 di DPR RI, Jakarta, Kamis (7/7/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Perilaku buruk yang dilakukan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam beberapa waktu terakhir berpotensi kian menggerus kepercayaan publik. Citra DPR sebagai lembaga representasi publik mesti dijaga agar publik tetap merasa Pemilu Legislatif 2024 tetap menjadi sesuatu yang penting.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, di Jakarta, Jumat (15/7/2022), mengatakan, tindakan tersebut cenderung tidak mendukung upaya penguatan DPR sebagai lembaga yang lebih berintegritas. Padahal, penguatan integritas itu mesti terus dilakukan agar kepercayaan publik lebih jauh meningkat. Upaya-upaya peningkatan integritas itu tak hanya dilakukan DPR secara institusi, tetapi juga mesti dilakukan oleh setiap anggota.
Ia mencontohkan, beberapa peristiwa terakhir yang menarik perhatian publik dan justru membuat citra DPR kian tergerus. Meskipun kasus korupsi yang dilakukan anggota DPR berkurang, perilaku dan tindakan yang dipertontonkan ke publik justru membuat citra lembaga menurun. Beberapa di antaranya adalah perkataan rasis, pengusiran terhadap mitra kerja, dugaan arogansi ke masyarakat, dan yang terbaru dugaan pencabulan. ”Setiap anggota punya tanggung jawab untuk menyumbang perilaku demi menjaga nama baik DPR,” katanya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, anggota DPR berinisial DK diduga melakukan tindakan pencabulan yang dilakukan di Jakarta, Semarang, dan Lamongan. Dalam surat undangan klarifikasi dari Mabes Polri disebutkan nama Debby Kurniawan yang merupakan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat.
Setiap anggota punya tanggung jawab untuk menyumbang perilaku demi menjaga nama baik DPR.
TANGKAPAN LAYAR ZOOM
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus.
Kontribusi ke citra buruk
Perilaku-perilaku buruk itu, menurut Lucius, turut berkontribusi membuat citra DPR terus memburuk. Dalam Survei Litbang Kompas yang dilakukan pada 26 Mei hingga 4 Juni, DPR menempati urutan terendah dari 12 lembaga. Hanya 48 persen publik yang menilai citra DPR baik, menurun dari survei sebelumnya yang dilakukan pada Oktober 2021 yang sempat mencapai 62 persen.
Seharusnya ada tanggung jawab dari DPR untuk memperbaiki citranya, apalagi menjelang Pemilu 2024 publik berharap ada perubahan dengan hadirnya figur-figur yang lebih berkualitas dan berintegritas. Kekuatan citra lembaga itu penting agar membuat publik merasa Pemilu Legislatif 2024 tetap sesuatu yang penting.
”Seharusnya ada tanggung jawab dari DPR untuk memperbaiki citranya, apalagi menjelang Pemilu 2024 publik berharap ada perubahan dengan hadirnya figur-figur yang lebih berkualitas dan berintegritas. Kekuatan citra lembaga itu penting agar membuat publik merasa Pemilu Legislatif 2024 tetap sesuatu yang penting,” ujarnya.
Menurut Lucius, harapan akan hadirnya DPR yang berintegritas cenderung menemui jalan buntu ketika Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang mestinya menjadi penjaga kehormatan DPR belum menunjukkan dirinya sebagai penegak etika anggota. MKD justru cenderung lebih banyak menjadi pelindung anggota-anggota yang diduga melakukan pelanggaran kode etik. Kehadirannya terkadang justru memberikan pembelaan untuk anggota yang dilaporkan diduga melakukan pelanggaran kode etik.
”Keseriusan pimpinan DPR untuk melakukan koordinasi dan konsolidasi mendorong penguatan kelembagaan DPR belum terlihat. Banyak kasus di DPR dianggap seolah bukan urusan pimpinan,” katanya.
Terkait dugaan tindakan pencabulan yang dilakukan kader Demokrat, Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra mengaku belum bisa berkomentar banyak terkait hal itu. Sebab, sejauh ini, sama sekali belum ada penyebutan ataupun dokumen resmi dari polisi terkait nama yang dilaporkan. ”Belum ada yang bisa dikutip dari kami,” ujarnya.