Penuhi Asas Representasi dalam Penentuan Kursi DPR di DOB Papua
Dapil yang jumlah penduduknya di bawah 1 juta jiwa di Papua Selatan minimal mendapat tiga kursi DPR. Sementara Papua, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan yang penduduknya di atas 1 juta jiwa bisa empat kursi DPR.
Oleh
IQBAL BASYARI
·5 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Operator memeriksa hasil cetakan surat suara Pemilu 2019 di percetakan PT Gramedia, Jakarta, Minggu (20/1/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Penentuan jumlah kursi pada tiga daerah otonom baru di Papua harus memenuhi prinsip representasi. Jumlah kursi di daerah pemilihan Papua mesti dikurangi untuk kemudian didistribusikan ke tiga dapil baru karena penduduk yang diwakili berkurang. Hal ini untuk menjaga prinsip kesetaran sekaligus mencegah adanya dapil yang kekurangan maupun kelebihan kursi.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Ramlan Surbakti, mengatakan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak mengatur kriteria khusus tentang pembagian kursi di daerah otonom baru (DOB). Jumlah penduduk maupun luas wilayah sering kali bukan menjadi pertimbangan utama dalam menentukan jumlah kursi di satu daerah pemilihan (dapil).
Akibatnya, pembentuk UU, yakni pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dinilai cenderung menentukan jumlah kursi di DOB sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Hal tersebut mengakibatkan ada dapil yang kelebihan kursi (over representative) dan kekurangan kursi (under representative) sehingga bertentangan dengan prinsip kesetaraan.
”Alokasi kursi bukan urusan DPR dan parpol, tetapi urusan pemilih. Bahwa parpol berkepentingan, iya, tetapi jangan menyalahi prinsip-prinsip representasi karena alokasi kursi menjadi bagian penting dari demokrasi perwakilan,” ujar Ramlan saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (5/7/2022).
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti
Pada Pemilu 2019, Dapil Papua terdiri dari 10 kursi yang mewakili sekitar 4,3 juta penduduk. Setelah dimekarkan ke tiga provinsi baru, jumlah penduduknya pun berkurang. Berdasarkan Data Agregat Kependudukan (DAK) semester II Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Provinsi Papua setelah pemekaran berkurang menjadi sekitar 1 juta jiwa. Sementara penduduk Papua Selatan sebanyak 511.200 jiwa, Papua Tengah sekitar 1,3 juta jiwa, dan Papua Pegunungan sekitar 1,4 juta jiwa.
Oleh sebab itu, menurut Ramlan, kursi di Dapil Papua harus dibagi ke tiga dapil lain hasil pemekaran. Dapil yang jumlah penduduknya di bawah 1 juta jiwa di Papua Selatan minimal ada tiga kursi sesuai dengan ketentuan di UU Pemilu. Sementara Papua, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan yang penduduknya di atas 1 juta jiwa bisa masing-masing empat kursi. Dengan demikian, jumlah kursi yang kini 575 kursi di 80 dapil bisa menjadi 580 kursi yang terbagi di 83 dapil.
Jika dapil induk di Papua dipertahankan 10 kursi, bisa melanggar prinsip representasi. Sebab, 1 juta penduduk diwakili oleh 10 kursi, tetapi provinsi yang dimekarkan hanya sekitar tiga hingga empat kursi meski jumlah penduduknya lebih banyak dibandingkan dapil provinsi induk.
Kursi di Dapil Papua harus dibagi ke tiga dapil lain hasil pemekaran. Dapil yang jumlah penduduknya di bawah 1 juta jiwa di Papua Selatan minimal ada tiga kursi sesuai dengan ketentuan di UU Pemilu. Sementara Papua, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan yang penduduknya di atas 1 juta jiwa bisa masing-masing empat kursi.
Pembagian kursi dari dapil di provinsi induk, lanjut Ramlan, jangan sampai mengulang pengalaman di beberapa DOB sebelumnya. Pada Pemilu 2019, jumlah kursi di dapil Kalimantan Timur tetap delapan kursi meski sudah dimekarkan menjadi Kalimantan Utara. Begitu pula dapil Provinsi Sulawesi Selatan tetap 24 kursi. Kondisi yang setiap ada DOB menambah kursi baru tanpa mengurangi kursi di dapil induk menjadi sangat tidak rasional.
”Harus tetap berpegang pada prinsip konsisten bahwa setiap provinsi berapa pun jumlah penduduknya minimal ada tiga kursi, sedangkan jumlah kursi di dapil provinsi induk harus disesuaikan berdasarkan jumlah penduduk. Kalau dibiarkan, akan over representative dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945,” tuturnya.
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung pun sependapat dengan Ramlan. Menurut dia, kursi dapil induk di Papua harus dibagi ke tiga DOB dengan mengikuti ketentuan minimal tiga kursi di setiap dapil. Sementara jumlah kursi tiap dapil mesti dilihat berdasarkan jumlah penduduk.
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung
”Kami tidak bisa menerka-nerka sehingga nanti harus ada pembicaraan secara khusus saat pembahasan perubahan UU Pemilu. Kami harus mendiskusikannya secara matang agar memenuhi prinsip representasi di setiap provinsi,” katanya.
Menurut dia, opsi terbaik untuk mengatur perubahan dapil dan alokasi kursi adalah melalui penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), bukan revisi UU. Sebab revisi biasanya membahas mulai dari awal, sedangkan perubahan mendatang terbatas hanya soal dampak tiga DOB di Papua, khususnya soal jumlah dapil dan kursi anggota DPR dan penambahan anggota DPD.
Nantinya jika perppu dibahas di DPR, lanjut Doli, pihaknya akan mengundang Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu untuk bersama-sama memberikan masukan terhadap Perppu tentang UU Pemilu. Hal ini pun juga dilakukan saat pembahasan Perppu tentang Pilkada pada 2020 yang lalu. ”Karena perppu ini berkaitan dengan tahapan, kami mendorong agar bisa dilakukan lebih cepat,” ujarnya.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik, menunjukkan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) Pemilu 2024 yang baru saja diluncurkan di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (24/6/2022).
Anggota KPU, Idham Holik, mengatakan, ada beberapa pasal dan lampiran yang perlu diubah dalam UU Pemilu beserta lampirannya. Hal itu terkait jumlah kursi anggota DPR, jumlah dapil, jumlah anggota DPD, serta dapil beserta jumlah anggota DPR Papua. Sebab, hal itu merupakan kewenangan pembentuk UU karena KPU hanya berwenang menentukan dapil untuk DPRD kabupaten/kota.
Di sisi lain, KPU mesti menyiapkan infrastruktur penyelenggara pemilu di tingkat provinsi yang juga memerlukan payung hukum. Mereka perlu segera membentuk kantor dan anggota KPU di tiga provinsi paling lambat awal Desember 2022 saat dimulai tahapan pencalonan anggota DPD. Sebab, KPU perlu memverifikasi dukungan pencalonan anggota DPD pada 6 Desember 2022 hingga 23 November 2023 yang ingin berkontestasi pada Pemilu 2024.
Sebelum perubahan UU Pemilu dilakukan, lanjut Idham, KPU tetap berpegang pada UU Pemilu dalam mempersiapkan seluruh tahapan dan program. Seandainya perppu terbit di tengah tahapan yang bersinggungan dengan penentuan dapil dan kursi, pihaknya pun akan berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR untuk menyelesaikan persoalan tersebut.