Atur Tegas Teknis Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah
Aturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah yang sedang dibuat Kemendagri diharapkan memuat ketentuan yang tegas dan jelas. Jangan sampai ketentuan dibuat multitafsir yang justru bisa timbulkan kontroversi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengucapkan selamat kepada lima penjabat gubernur seusai pelantikan di Kementreian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Aturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah yang sedang dibuat oleh Kementerian Dalam Negeri harus jelas sehingga tidak lagi multitafsir dan menimbulkan kontroversi. Ketentuan teknis itu harus mengatur dengan tegas dan jelas mengenai masa jabatan, pelibatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, larangan, serta pengawasan dan evaluasi.
Kementerian Dalam Negeri telah merespons masukan dari masyarakat sipil dalam pengangkatan penjabat kepala daerah. Seperti disampaikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sebelumnya, Kemendagri tengah menyiapkan aturan teknis pemilihan penjabat kepala daerah. Salah satu yang akan diatur adalah pelibatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam pengusulan nama calon penjabat kepala daerah. Kemendagri juga dipastikan hanya akan menetapkan anggota TNI-Polri aktif sebagai penjabat kepala daerah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
Analis politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto, menyatakan, aturan teknis pemilihan penjabat kepala daerah merupakan sebuah kebutuhan. Karena itu, ia mengapresiasi komitmen Kemendagri untuk mengakomodasi suara DPRD dan masyarakat dalam penunjukan penjabat kepala daerah. Apresiasi juga diberikan atas komitmen Kemendagri tidak akan mengangkat penjabat kepala daerah dari TNI-Polri.
”Aturan teknis adalah kebutuhan karena ada benturan dalam peraturan yang bisa kita rujuk untuk penunjukan penjabat kepala daerah. Tidak hanya UU Pilkada, tetapi ada UU ASN (Aparatur Sipil Negara), UU TNI, UU Polri, dan lainnya yang memberikan batasan,” kata Arif dalam diskusi bertajuk ”Urgensi Regulasi Teknis dan Public Assesment Penjabat Kepala Daerah” yang diselenggarakan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), di Jakarta, Senin (20/6/2022).
KOMPAS/DHANANG DAVID ARITONANG
Pengamat politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto
Menurut Arif, aturan teknis yang sedang dibuat Kemendagri akan menghentikan kontroversi akibat multitafsir terkait aturan pengangkatan penjabat kepala daerah. Peraturan teknis tidak hanya memberikan kepastian hukum yang dibutuhkan penjabat kepala daerah untuk pembangunan di daerah, tetapi juga dapat menjaga stabilitas politik menjelang Pilkada 2024.
Selain aturan teknis yang jelas, ujar Arif, perlu juga penilaian oleh publik secara berkala. Sebab, penjabat kepala daerah tidak hanya bertanggung jawab kepada Kemendagri, tetapi juga ke masyarakat.
Ia menegaskan, evaluasi secara berkala dapat memperkuat legitimasi politik dari penjabat kepala daerah tersebut. Namun, evaluasi semestinya tidak diatur sebagai syarat administrasi belaka, tetapi sebagai pertanggungjawaban melalui mekanisme permusyawaratan.
Peraturan teknis harus memuat dengan jelas pembatasan masa jabatan penjabat kepala daerah selama satu tahun. Selain itu, penting pula diatur kewajiban laporan serta evaluasi secara berkala tiga bulan sekali.
Koordinator Tepi Indonesia Jeirry Sumampow menambahkan, peraturan teknis harus memuat dengan jelas pembatasan masa jabatan penjabat kepala daerah selama satu tahun. Selain itu, penting pula diatur kewajiban laporan serta evaluasi secara berkala tiga bulan sekali.
Selain itu, larangan anggota TNI-Polri menjadi penjabat kepala daerah juga harus diperjelas. Ketegasan larangan ini dibutuhkan demi menjaga netralitas dan kewibawaan daerah. Menurut Jeirry, memasukkan anggota TNI-Polri menjadi penjabat kepala daerah hanya akan menimbulkan polemik yang tidak produktif.
Ia juga mendorong agar penjabat kepala daerah dilarang mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Larangan itu penting untuk menjamin netralitas dan independensi dari pejabat kepala daerah tersebut.
SHARON PATRICIA
Jerry Sumampow
Peneliti Formappi, Lucius Karus, juga mengapresiasi niat Kemendagri membuat peraturan khusus pengangkatan penjabat kepala daerah meski terlambat. Menurut Lucius, penunjukan penjabat kepala daerah tidak cukup hanya dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
”Persoalan utama di samping banyak masalah teknis, fakta bahwa jabatan kepala daerah itu jabatan politis yang tidak bisa dihindari,” kata Lucius.
Ia mengingatkan, para penjabat kepala daerah akan memimpin dalam waktu dua tahun dan menghadapi proses politik yang berjalan di daerah, seperti pembahasan anggaran. Proses pembahasan anggaran itu akan melibatkan penjabat kepala daerah dan DPRD yang merupakan wakil rakyat sekaligus politisi. Karena itu, sejak awal perlu ada aturan teknis yang menjangkau relasi DPRD dengan penjabat kepala daerah.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Peneliti Formappi, Lucius Karus
Legitimasi penjabat kepala daerah harus ada sejak awal. Selain berhadapan dengan DPRD, mereka juga akan menghadapi masyarakat di daerah yang dipimpinnya. Mereka harus melalui proses politik dalam menyusun anggaran dan rencana kerja.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Benni Irwan menyampaikan, saat ini aturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah masih dalam tahap finalisasi. Aturan tersebut diharapkan dapat segera selesai dan diperkirakan dapat digunakan setelah pengangkatan penjabat kepala daerah gelombang kedua atau bulan Juli.