Komitmen Pemerintah Tunjuk Penjabat Kepala Daerah secara Demokratis Dinanti
Keputusan pemerintah untuk melibatkan DPRD dan tidak mengangkat TNI/Polri aktif sebagai penjabat kepala daerah semestinya benar-benar direalisasikan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO, DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengucapkan selamat kepada lima penjabat gubernur seusai pelantikan di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan Menteri Dalam Negeri hanya mengajukan calon penjabat kepala daerah dari pejabat sipil di luar TNI/Polri diapresiasi. Jika keputusan itu benar-benar direalisasikan, hal itu merupakan bentuk dari kepatuhan hukum dan keseriusan menjaga amanat reformasi. Tak hanya melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, komitmen pemerintah tidak akan menunjuk anggota TNI/Polri aktif sebagai penjabat kepala daerah pun dinanti.
Kementerian Dalam Negeri tengah menyiapkan aturan teknis pemilihan penjabat kepala daerah untuk gelombang berikutnya. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan, dalam rapat bersama dengan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa serta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, diputuskan DPRD akan dilibatkan dalam penetapan penjabat kepala daerah. DPRD dapat mengusulkan nama calon penjabat kepala daerah untuk dipilih oleh Mendagri maupun Presiden. Selain itu, demi menghormati masyarakat sipil, hanya akan diajukan calon penjabat dari pejabat sipil, bukan anggota TNI/Polri.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus, mengapresiasi keputusan Kemendagri tidak akan lagi mengangkat penjabat kepala daerah dari TNI/Polri aktif. Dengan kebijakan ini, TNI/Polri tidak digiring ke jabatan politis.
DOKUMENTASI FRAKSI PAN DPR
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN Guspardi Gaus
Kebijakan ini juga menunjukkan Kemendagri telah menghormati amanat reformasi. ”Salah satu tujuan reformasi itu mengembalikan TNI/Polri pada profesinya, di mana zaman Orde Baru hampir seluruh jabatan bupati, wali kota, dan gubernur itu pada umumnya orang TNI/Polri,” kata Guspardi saat dihubungi di Jakarta, Jumat (17/6/2022).
Guspardi menegaskan, pemerintah tidak perlu mengangkat anggota TNI/Polri aktif sebagai penjabat kepala daerah di wilayah dengan potensi konflik tinggi. Untuk dapat menjaga stabilitas sosial-politik di wilayah itu, pemerintah cukup mengangkat pejabat sipil yang profesional, punya rekam jejak bagus, dan independen sebagai penjabat kepala daerah.
Alasannya, penyelesaian konflik di daerah semestinya tidak menggunakan pendekatan keamanan sehingga pemerintah merasa perlu mengangkat anggota TNI/Polri sebagai penjabat kepala daerah. Konflik justru akan lebih mudah diselesaikan melalui pendekatan persuasif. Karena itu, hal yang terpenting adalah penjabat kepala daerah yang dipilih harus memiliki kemampuan manajemen konflik.
Peneliti Pusat Riset Pemerintahan Dalam Negeri Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mardyanto Wahyu Tryatmoko juga mengapresiasi keputusan Mendagri menyiapkan aturan teknis penetapan penjabat kepala daerah untuk gelombang berikutnya. Terlebih, dalam peraturan teknis itu diatur pula komitmen hanya pejabat sipil yang akan diangkat menjadi penjabat kepala daerah.
Komitmen itu menunjukkan bahwa ada keinginan politik untuk menjaga amanat reformasi. Selain itu, juga ada niat baik untuk patuh pada aturan hukum, baik Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, maupun putusan Mahkamah Konstitusi terbaru tentang uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
”Tentu saja keputusan itu harus diapresiasi, setelah ada desakan dari publik akhirnya Kemendagri mematuhi aturan UU TNI, UU Polri, dan putusan MK. Walaupun, tak dimungkiri, dalam gelombang sebelumnya masih ada Kepala Badan Intelijen Daerah (Kabinda) yang diangkat menjadi penjabat bupati,” kata Mardyanto.
Pada Mei lalu, Kemendagri menunjuk Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah (Kabinda) Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal (TNI) Andi Chandra As’aduddin sebagai Penjabat Bupati Seram Bagian Barat, Maluku.
Padahal sebelumnya, dalam pertimbangan Putusan MK Nomor 15/PUU-XX/2022, Putusan MK Nomor 18/PUU-XX/2022, dan Putusan MK Nomor 67/PUU-XX/2022, MK menyoroti pengisian penjabat kepala daerah dari unsur TNI dan Polri. Merujuk pada pasal 47 UU Nomor 34/2004 tentang TNI, diatur tentang prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
UU itu juga mengatur bahwa prajurit TNI aktif hanya dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, search and rescue (SAR) nasional, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Aturan harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian juga berlaku bagi anggota Polri yang hendak menduduki jabatan di luar kepolisian. Hal itu tertera pada Pasal 28 Ayat 3 UU Polri. Ketentuan baik di UU TNI maupun Polri ini sejalan dengan apa yang diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Di UU ASN terbuka peluang pengisian jabatan pimpinan tinggi dari unsur prajurit TNI dan anggota Polri setelah mundur dari dinas aktif (Kompas, 21 April 2022).
Pelibatan DPRD sangat penting agar lebih representatif. Diharapkan, calon-calon yang akan diajukan pada gelombang selanjutnya dapat independen, berintegritas, serta mempunyai kapabilitas dan kapasitas.
Mardyanto melihat ada komitmen dari Kemendagri untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penunjukan penjabat kepala daerah. Kemendagri juga dipandang telah mengupayakan proses pengisian penjabat kepala daerah berjalan demokratis.
Hal itu setidaknya terlihat komitmen pemerintah untuk DPRD dalam proses pemilihan penjabat kepala daerah. DPRD merupakan representasi masyarakat daerah sehingga pelibatan DPRD akan menambah legitimasi penunjukan penjabat kepala daerah. Selain itu, juga dapat meningkatkan efektivitas pemerintahan daerah.
Senada dengan Mardyanto, Guspardi mengatakan, pelibatan DPRD sangat penting agar lebih representatif. Ia berharap, calon-calon yang akan diajukan pada gelombang selanjutnya dapat independen, berintegritas, serta mempunyai kapabilitas dan kapasitas. Semoga calon yang akan diajukan tersebut tidak hanya untuk kepentingan partai politik tertentu.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Masyarakat sipil yang terdiri dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengadukan dugaan malaadministrasi dalam proses penentuan penjabat kepala daerah oleh Kementerian Dalam Negeri ke Ombudsman RI di Jakarta, Jumat (3/6/2022).
Secara terpisah, Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldi menuturkan, masyarakat sipil menunggu sejauh mana komitmen itu bisa diimplementasikan. Andi berharap peraturan teknis itu bisa digunakan untuk mengevaluasi pengangkatan penjabat sebelumnya. Kemendagri diharapkan benar-benar tidak lagi memberikan ruang bagi TNI/Polri untuk menduduki jabatan sipil.
”Seharusnya, pengangkatan penjabat Bupati Seram, Maluku, beberapa waktu bisa dianulir untuk memberikan ruang bagi pejabat sipil menduduki jabatan itu. Ini sesuai dengan prinsip supremasi sipil di negara demokrasi,” katanya.