Pohon Sukun, Pengasingan Bung Karno, dan Kelahiran Pancasila
Lima cabang pohon sukun menjadi inspirasi Bung Karno melahirkan Pancasila yang kemudian ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia. Kini, pohon sukun itu dikenang sebagai Pohon Pancasila.
Oleh
NINA SUSILO
·5 menit baca
Kelahiran Pancasila tak lepas dari masa pengasingan Presiden pertama RI Soekarno di Ende, Nusa Tenggara Timur, pada 1934-1938. Dari perenungan, diskusi, dan pemahaman budaya Indonesia selama berada di pengasingan, Pancasila yang merupakan intisari peradaban Indonesia itu muncul.
Pada 1 Agustus 1933, Soekarno yang sangat aktif dalam politik ditangkap saat keluar dari kediaman Muhammad Husni Thamrin, tokoh politik yang juga anggota Volksraad atau Dewan Rakyat Hindia-Belanda. Pada 28 Desember 1933, Gubernur Jenderal Pemerintah Hindia Belanda De Jonge kemudian memutuskan mengasingkan Soekarno ke Ende.
Tokoh pergerakan yang dikenal dengan sebutan Bung Karno itu pun tinggal di pengasingan bersama istrinya, Inggit Garnasih; mertuanya, Asmi; serta dua anak angkatnya yang bernama Ratna Djuani dan Kartika sejak 14 Januari 1934. Mereka menempati sebuah rumah kecil milik Haji Abdullah Ambuwaru.
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo, mengutip Bung Hatta, menyebut Bung Karno mengalami perasaan sedih dan merasa dijauhkan dari masyarakat ketika dibuang ke Ende. ”Namun, justru di Ende, lewat gerakan dengan pater-pater, Soekarno bangkit, Soekarno tercerahkan. Sarana perpustakaan dari pater-pater Serikat Sabda Allah yang sekarang menjadi Serambi Soekarno membuat Soekarno mendapatkan apa arti kemanusiaan, keadilan, ketuhanan, dan persatuan. Lewat pater-pater tersebut, dia mendapatkan teman diskusi, menemukan proses berdialog, dan menemukan Pancasila sebagai tatanan budaya baru,” tuturnya dalam Simposium Nasional bertema ”Pancasila Rumah Kita: Dari Ende untuk Indonesia”, Senin (30/5/2022), di Hotel Flores Mandiri, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dari diskusi dan perenungan itu, pemahaman mengenai Indonesia yang beraneka ragam ini lahir. Wakil Kepala BPIP Hariyono mengatakan, Bung Karno menyadari bahwa ketuhanan di Indonesia tidak bisa dipersempit hanya ketuhanan bagi agama tertentu.
Masyarakat Ende yang mendukung toleransi juga membuat Bung Karno memahami betul hal tersebut. Etnis dan agama yang berbeda yang ada di antara masyarakat tidak menjadi masalah, tetapi masyarakat tetap berinteraksi.
”Bung Karno menilai Ende adalah miniatur Indonesia,” tutur Hariyono di sela Parade Kebangsaan untuk menyambut puncak Hari Lahir Pancasila di Ende, Sabtu (28/5/2022).
Tak hanya itu, menurut Hariyono, seperti dimuat pada laman BPIP, Ende juga wilayah yang mencerminkan kemaritiman. Karena itu, Indonesia, seperti ditegaskan Bung Karno dalam pidato 1 Juni 1945, tidak hanya kelautan, tetapi lautan yang ditaburi pulau-pulau. Negara kepulauan ini memerlukan dasar negara yang berakar dari nilai-nilai masyarakat sebagai pemersatu.
”Ketika di Ende, lima mutiara (sila Pancasila) sudah terlihat dan itulah peran Ende,” ucap Hariyono yang juga Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Malang.
Pohon sukun yang kini dikenang sebagai Pohon Pancasila pun berperan dalam kelahiran gagasan ini. Disebutkan bahwa Bung Karno kerap duduk merenung berjam-jam di bawah pohon sukun yang terletak sekitar 700 meter dari rumah pengasingannya.
Di kota ini, kutemukan lima butir mutiara, di bawah pohon sukun ini pula kurenungkan nilai-nilai luhur Pancasila.
Pohon sukun yang menghadap ke Pantai Ende ini memiliki lima cabang. Karena itu, Bung Karno mengatakan, ”Di kota ini, kutemukan lima butir mutiara, di bawah pohon sukun ini pula kurenungkan nilai-nilai luhur Pancasila.”
Kutipan itu pun dituliskan sebagai pengingat di dekat pohon yang kini disebut Pohon Pancasila di Ende. Kendati demikian, tentu saja pohon yang saat ini ada bukan pohon asli yang menemani Bung Karno di masa pengasingannya selama empat tahun. Pohon tersebut tumbang pada 1960 dan pohon baru ditanam pada 1981.
Pohon sukun, rumah pengasingan, dan interaksi dengan para pemuka agama Katolik serta masyarakat Ende menjadi salah satu faktor yang melahirkan Pancasila. Karena itu, BPIP memutuskan peringatan Hari Pancasila tahun 2022 ini dipusatkan di Ende.
Dalam surat edaran yang diterbitkan 13 Mei 2022 oleh Kepala BPIP Yudian Wahyudi disebutkan, upacara peringatan akan dilakukan di Lapangan Pancasila Ende, Kelurahan Kotaraja, Kecamatan Ende Utara, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Rabu (1/6/2022) pukul 08.00 Wita secara luring dan daring.
Upacara ini akan dipimpin langsung Presiden Joko Widodo sebagai inspektur upacara. Untuk itu, kata Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey T Machmudin, Presiden Jokowi didampingi Nyonya Iriana bertolak ke Nusa Tenggara Timur, Selasa (31/5/2022) siang.
Presiden bersama rombongan terbatas lepas landas dengan menggunakan Pesawat RJ-85 melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada pukul 13.30 WIB. Setiba di Bandar Udara Haji Hasan Aroeboesman Ende, Kabupaten Ende, Presiden dan Nyonya Iriana akan langsung menuju tempat bermalam.
Peringatan Hari Pancasila juga diharapkan sekaligus mendorong masyarakat semakin cinta dan melestarikan warisan pemikiran ini. ”Pancasila harus menjadi habitus bangsa. Pancasila harus diimplementasikan pada pendidikan. Maka, pada tanggal 1 Juni ini, Pak Jokowi akan menjadikan Pancasila menjadi pendidikan resmi dan utama untuk PAUD sampai perguruan tinggi.” kata Benny.
Hal ini, lanjut Benny, tak lepas dari peran Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri dan almarhum Buya Syafii Maarif. ”Mereka mengatakan, Pancasila harus menjadi living dan working ideology. Living artinya sudah mendarah daging dalam diri kita. working ideology diwujudkan dalam sila ketiga dan kelima Pancasila. Kesejahteraan dan persatuan bangsa,” tuturnya.
Pembangunan yang tidak hanya berpusat di Jawa, tambah Benny, menjadi salah satu bukti implementasi Pancasila sebagai working ideology. Pendidikan Pancasila pun diharap tak hanya menjadi tanggung jawab sekolah. Namun, di keluarga, hal ini juga perlu diaktualisasikan.
”Dongeng, pantun, permainan tradisional, itu semua harus dilakukan kembali. Pembumian Pancasila bukan hanya dari pendidikan formal dan juga informal. Pak Jokowi menyadari pentingnya pendidikan ini, lewat ditetapkannya pendidikan Pancasila lewat PP Nomor 4 Tahun 2022,” kata Benny.
Tanpa upaya membumikan Pancasila, tentu akan sulit masyarakat, apalagi anak-anak, Indonesia memahami nilai-nilai ini. Upacara Hari Pancasila semestinya hanya menjadi momentum, tetapi upaya membumikan Pancasila tak bisa dilakukan semata pada peringatan ini.