Setelah menyetujui RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disahkan menjadi UU, menurut rencana, DPR akan menginisiasi revisi UU Cipta Kerja.
Oleh
RINI KUSTIASIH, IQBAL BASYARI
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Suasana Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/5/2022). Agenda rapat salah satunya persetujuan pengesahan Rancangan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
JAKARTA,KOMPAS - Pintu perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja terbuka setelah Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disetujui menjadi UU. Menurut rencana, revisi UU Cipta Kerja akan diinisiasi oleh DPR. Mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi, ada waktu hingga 25 November 2023 untuk memperbaiki UU Cipta Kerja.
RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disetujui disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR, di Jakarta, Selasa (24/5/2022). Pengesahan diwarnai penolakan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang masih menginginkan pendalaman atas materi RUU itu, yang antara lain mengatur tentang pembentukan UU dengan metode omnibus dan penguatan partisipasi publik dalam penyusunan UU.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya terkait UU Cipta Kerja, 25 November 2021, menyatakan, UU itu cacat formil. MK memerintahkan pemerintah dan DPR memperbaiki tata cara pembentukan UU Cipta Kerja maksimal dua tahun atau berarti sebelum 25 November 2023. Pemerintah dan DPR lantas menyepakati untuk merevisi dahulu UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebelum merevisi UU Cipta Kerja.
Ketua DPR Puan Maharani menegaskan, UU Cipta Kerja harus direvisi. Selain harus menerapkan metode omnibus, revisi penting agar dapat diimplementasikan di lapangan serta bermanfaat bagi bangsa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani seusai rapat paripurna, belum bisa memberikan jawaban terkait rencana revisi UU Cipta Kerja. ”Nanti kita koordinasi dengan menteri yang lain,” ujar Sri Mulyani yang dalam rapat paripurna persetujuan pengesahan RUU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan jadi UU, hadir mewakili pemerintah.
Menurut Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya, revisi UU Cipta Kerja akan diinisiasi oleh DPR sama seperti revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Namun, saat ini, proses penyusunan draf RUU Cipta Kerja belum berjalan.
"RUU itu nanti dimasukkan dahulu ke Prolegnas (Program Legislasi Nasional) perubahan 2022, baru setelahnya masuk ke pembahasan," katanya.
Rencana revisi UU Cipta Kerja menjadi RUU inisiatif DPR ini berubah dari skema yang disepakati dalam rapat pengambilan keputusan penyusunan Prolegnas 2022, Desember 2021. Saat itu disepakati, DPR yang akan menginisiasi revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sedangkan pemerintah menginisiasi perbaikan UU Cipta Kerja, Kompas (7/12/2021).
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly menyerahkan daftar RUU Prolegnas kepada Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/12/2019).
Mengacu UU yang baru
Pengajar hukum tata negara Universitas Andalas, Khairul Fahmi, menilai, secara teknis pembentukan UU, pengesahan RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjadi UU bisa menjawab putusan MK. Meski demikian, perbaikan substansi UU Cipta Kerja tetap harus dilakukan karena itu juga amanat dari putusan MK. Revisi UU Cipta Kerja harus dibahas sesuai mekanisme yang diatur dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baru.
”Yang diperintahkan MK untuk diperbaiki ialah UU Cipta Kerja. Karena itu, UU tersebut harus direvisi dan dibahas ulang karena partisipasinya minim. Poin utamanya pada meaningful participation (partisipasi publik yang bermakna dalam penyusunan UU),” kata Fajri Nursyamsi, Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia.
Hanya saja, ia melihat hal itu sulit dipenuhi karena aturan dalam revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan masih membatasi masukan dari publik. Selain itu, hak publik untuk dipertimbangkan pendapatnya serta hak untuk mendapatkan penjelasan dalam penyusunan UU belum cukup tegas diatur.