KSAD Jenderal Dudung: Dukunglah Pemerintah, Jangan ”Ngomong” yang Aneh-aneh
KSAD Jenderal Dudung Abdurachman memberikan pengarahan khusus kepada para prajurit untuk mendukung program pemerintah dan memperhatikan etika menyampaikan pendapat. Menurutnya, tentara tidak bisa ikut urusan demokrasi.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — TNI Angkatan Darat menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo untuk memperbaiki kedisiplinan prajurit dalam mendukung program pemerintah dan mencegah perkembangan gerakan radikal. Penekanan khusus disampaikan agar prajurit memperhatikan etika dalam menyatakan pendapat di media sosial.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman mengatakan, Rapat Pimpinan TNI AD Tahun Anggaran 2022 di Jakarta pada Rabu (2/3/2022) ini akan menitikberatkan pembahasan tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo yang disampaikan pada Rapat Pimpinan TNI-Polri 2022 sehari sebelumnya. Saat itu, Presiden mengingatkan para prajurit TNI dan personel Polri untuk memperbaiki kedisiplinan karena masih ada problem yang terjadi di kedua institusi tersebut.
Presiden mencontohkan, keluarga prajurit tidak bisa semaunya mengadakan acara yang mengundang tokoh agama berpandangan radikal. Ia juga menyoroti ekspresi politik prajurit dan keluarga di luar institusi. Contohnya, ketika mengungkapkan ketidaksetujuan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di grup-grup percakapan daring.
”Tidak bisa yang namanya tentara, yang namanya polisi, ikut dalam urusan demokrasi. Di tentara itu tidak ada demokrasi. Tidak ada yang namanya bawahan itu merasa bebas, tidak sama dengan atasan, eh tidak boleh,” kata Jokowi (Kompas, 3/2/2022).
Dudung lebih lanjut mengatakan akan memberikan penekanan khusus terkait pembicaraan di grup-grup percakapan daring seputar IKN. Pada dasarnya, TNI AD mendukung penuh program pemerintah untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Pihaknya juga tengah mempersiapkan diri untuk memindahkan markas dan personel ke IKN Nusantara.
Saat mengunjungi IKN beberapa waktu lalu, kata Dudung, ia telah meninjau lokasi yang disiapkan untuk TNI AD. Nantinya juga akan dibentuk beberapa satuan yang bertugas membantu proses pengamanan saat pembangunan berlangsung. ”Mengenai WA group, saya sampaikan itu (pada) komandan satuan di sini, dukunglah pemerintah. Jangan ada yang ngomong aneh-aneh. Loyalitas kita tegak lurus kepada Presiden sebagai panglima tertinggi kita,” kata Dudung.
Terkait dengan antisipasi perkembangan radikalisme, arahan khusus akan disampaikan kepada para panglima komando daerah militer (pangdam) dan komandan komando resor militer (danrem) agar tidak keliru dalam mengundang tokoh agama yang berpandangan radikal. Pencegahan radikalisme sebelumnya juga berulang kali disampaikan oleh Dudung. Ia pun pernah menugaskan para bintara pembina desa (babinsa) untuk memantau setiap perkembangan gerakan radikal di wilayah tugas masing-masing.
Mengenai WA group, saya sampaikan itu (pada) komandan satuan di sini, dukunglah pemerintah. Jangan ada yang ngomong aneh-aneh. Loyalitas kita tegak lurus kepada Presiden sebagai panglima tertinggi kita.
Selain perihal kedisiplinan, rapim juga membahas antisipasi ketidakpastian global akibat pandemi Covid-19 dan eskalasi konflik Rusia-Ukraina. Sejumlah persoalan itu diprediksi akan berdampak pada krisis pangan dan kenaikan harga bahan pokok. Salah satu hal yang dilakukan TNI AD untuk mengantisipasinya adalah mendukung program lumbung pangan (food estate) di beberapa daerah.
Di luar itu, kata Dudung, rapim juga akan mengevaluasi program-program TNI AD sepanjang 2021 dan membahas kebijakan yang akan dilakukan sepanjang 2022. Pengarahan kebijakan, di antaranya, akan disampaikan Pangdam IV/Diponegoro tentang radikalisme, Pangdam VI/Mulawarman tentang food estate, dan Pangdam XVII/Cenderawasih tentang perkembangan situasi di Papua.
”Ada pengarahan juga dari Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila tentang penguatan Pancasila,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas mengatakan, pengarahan Presiden dalam Rapim TNI-Polri menunjukkan bahwa Jokowi hendak memastikan dukungan penuh dari TNI dan Polri terkait dengan kebijakan pemerintah yang masih kontroversial. Ada kesan pemerintah memonitor dinamika percakapan di grup pesan daring TNI-Polri karena menyadari bahwa pembicaraan di grup percakapan daring berpotensi bocor dan disalahgunakan untuk penggiringan opini publik tertentu.
Menurut Anton, Presiden semestinya tidak perlu merisaukan diskusi yang ada di grup percakapan daring Whatsapp. Aplikasi tersebut merupakan salah satu medium komunikasi personal. ”Loyalitas tegak lurus TNI-Polri tidak akan tercederai hanya karena keriuhan pembicaraan di grup Whatsapp,” katanya.
Ia membenarkan, personel TNI-Polri tidak memiliki keleluasaan yang sama dibandingkan sipil dalam kebebasan berpendapat. Oleh karena itu, dibutuhkan pengaturan disiplin di lingkup internal institusi tentang penggunaan media sosial dan tata cara menyatakan pendapat di ruang publik.
”Akan tetapi, hendaknya ketentuan tersebut hanya mengatur personel, bukan keluarganya. Untuk keluarga prajurit hanya berbentuk imbauan untuk tidak menggunakan atau membawa atribut satuan tempat bekerja,” kata Anton.
Mengenai perkembangan radikalisme di kalangan TNI-Polri, menurut dia, hal itu bukan fenomena baru karena juga kerap terjadi di instansi sipil. Hal itu berkembang karena penanganan radikalisme yang masih ambigu. Aparat penegak hukum belum memiliki alat ukur radikalisme. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pun tidak mendefinisikan radikalisme secara tegas.