Pengajuan RUU Perampasan Aset Tak Perlu Tunggu Evaluasi Prolegnas
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan Indonesia butuh UU Perampasan Aset di tengah maraknya tindak pidana korupsi. Karena itu, DPR menyatakan silakan diajukan jika memang sudah siap, tanpa tunggu rapat kerja lagi.
Oleh
IQBAL BASYARI & RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
Kompas
Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi berdialog dengan pengelola kawasan untuk memindahkan papan pengumuman barang rampasan negara berupa sebuah bangunan perkantoran di kawasan Jalan Wijaya, Jakarta, Senin (28/11/2016). Aset yang dirampas untuk negara tersebut milik bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang dipidana hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar dalam kasus korupsi dan pencucian uang.
JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset berikut naskah akademiknya sudah siap. Pemerintah bisa mengajukan RUU Perampasan Aset ke Dewan Perwakilan Rakyat tanpa menunggu rapat kerja evaluasi Program Legislasi Nasional.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan, Indonesia sangat membutuhkan UU Perampasan Aset di tengah masih maraknya tindak pidana korupsi. Sebagai pihak yang menginisiasi penyusunan RUU Perampasan Aset, PPATK akan terus mengawal proses penyelesaian RUU tersebut. Apalagi, saat ini sudah tidak ada hambatan sama sekali untuk mengajukannya kembali ke DPR.
”Dari sisi substansi, instansi-instansi yang terlibat dalam pembahasan RUU Perampasan Aset telah sepakat bulat dan tidak ada pending isu. Demikian pula persyaratan formal sudah dipenuhi semua, termasuk adanya rancangan utuh berikut naskah akademiknya,” ucapnya di Jakarta, Selasa (14/12/2021).
DOKUMENTASI PPATK
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana
Ivan menuturkan, secara umum, RUU Perampasan Aset ditujukan bagi kepentingan penyitaan dan perampasan aset yang berasal dari tindak pidana. Apalagi dalam perkembangan hukum secara global saat ini dalam rangka pengembalian harta kakayaan yang berasal dari tindak pidana, perampasan aset dapat dilakukan secara langsung terhadap properti atau kebendaan (in rem), selain terhadap individual (in personam).
Fakta yang ditemukan PPATK, banyak sekali pelaku tindak pidana pencucian uang yang bersembunyi di balik harta kekayaan berbentuk aset yang tidak dapat dikembalikan kepada negara.
”Fakta yang ditemukan PPATK, banyak sekali pelaku tindak pidana pencucian uang yang bersembunyi di balik harta kekayaan berbentuk aset yang tidak dapat dikembalikan kepada negara,” katanya.
Oleh sebab itu, lanjut Ivan, UU Perampasan Aset menjadi solusi regulasi yang disusun dalam rangka mengatasi sulitnya perampasan dan penyelamatan aset negara yang secara nyata telah dicuri atau dikuasai tanpa hak oleh koruptor atau pelaku tindak pidana ekonomi. Sebab, dalam RUU ini, pendekatan in rem, di mana negara melawan aset terkait dengan tindak pidana, akan menjadi solusi yang bersifat holistik.
DOKUMENTASI HUMAS KEMENKO POLHUKAM
Tim Satgas Hak Tagih Piutang Negara BLBI menyita aset tanah di kawasan perumahan Karawaci, Tangerang, Jumat (27/8/2021).
Dengan demikian, penyelamatan aset melalui UU Perampasan Aset tidak akan dikaitkan secara langsung dengan kesalahan dari pelaku kejahatan yang mungkin sulit dibuktikan dalam sidang pengadilan, melainkan kerugian negara secara nyata yang telah terjadi. Maka, tujuan dari pendekatan baru dalam RUU ini adalah kembalinya aset hasil pidana kepada negara untuk dapat dipergunakan bagi kepentingan publik, khususnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
”UU Perampasan Aset diyakini juga dapat mengatasi kasus-kasus yang serupa dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan lebih efektif dan optimal. Ketiadaan UU ini di Indonesia yang berbasis non conviction based berdampak pada kurang optimal, efektif, dan efisiennya perampasan aset, termasuk dalam rangka penyelamatan aset negara pada kasus BLBI,” ucap Ivan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, pemerintah akan memperjuangkan lagi RUU Perampasan Aset masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2022. Demi kebaikan bangsa, Mahfud berharap DPR menyetujui rencana ini agar RUU itu bisa tuntas tahun depan.
UU Perampasan Aset diyakini juga dapat mengatasi kasus-kasus yang serupa dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan lebih efektif dan optimal. Ketiadaan UU ini di Indonesia yang berbasis non conviction based berdampak pada kurang optimal, efektif, dan efisiennya perampasan aset, termasuk dalam rangka penyelamatan aset negara pada kasus BLBI.
Menurut Mahfud, sudah ada kesepakatan di pemerintah mengenai penyimpanan aset hasil rampasan. Sampai tingkat penyidikan, aset itu disimpan di Kejaksaan Agung. Setelah itu langsung diserahkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kompas, 13/12/2021).
KOMPAS/RINI KUSTIASIH
Ketua Panitia Kerja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Willy Aditya memimpin rapat Badan Legislasi DPR secara virtual, Senin (12/7/2021).
DPR terbuka
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Nasdem Willy Aditya mengatakan, DPR sangat terbuka dengan rencana pemerintah mengusulkan RUU Perampasan Aset masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022. Namun, usulan bisa dilakukan sesegera mungkin tanpa perlu menunggu rapat kerja untuk membahas revisi Prolegnas Prioritas 2022.
Sesuai Pasal 23 Ayat 2 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas. Itu bisa dilakukan mencakup salah satunya keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
”Sekarang tinggal kemauan politik bersama-sama antara pemerintah dan DPR. Tidak usah saling tuding karena sudah ada landasan hukumnya sehingga tidak perlu menunggu rapat kerja lagi,” ucap Willy.
DPR sangat terbuka dengan rencana pemerintah mengusulkan RUU Perampasan Aset masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022. Namun, usulan bisa dilakukan sesegera mungkin tanpa perlu menunggu rapat kerja untuk membahas revisi Prolegnas Prioritas 2022.
ARSIP DPR
Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo
Anggota Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, mengatakan, secara aturan, pengajuan tanpa menunggu evaluasi Prolegnas bisa saja dilakukan. ”Selama ada keinginan kedua belah pihak, DPR dengan Presiden, bisa saja diagendakan. Hanya nanti siapa inisiatornya? Apakah pemerintah atau DPR. Sekarang kita belum tahu apakah pemerintah sudah menyiapkan itu atau belum, yang jelas sampai sekarang masih sebatas wacana,” katanya.
Selama ada keinginan kedua belah pihak, DPR dengan Presiden, bisa saja diagendakan. Hanya nanti siapa inisiatornya? Apakah pemerintah atau DPR. Sekarang kita belum tahu apakah pemerintah sudah menyiapkan itu atau belum. Yang jelas sampai sekarang masih sebatas wacana.
Jika RUU Perampasan Aset diusulkan pemerintah, Presiden akan mengirim surat presiden ke DPR, kemudian akan dibahas di Badan Musyawarah. Selanjutnya akan disepakati, apakah dilakukan pembahasan atau tidak. Seandainya DPR menganggap RUU Perampasan Aset belum perlu dibahas, RUU itu bisa tidak dibahas. Sebaliknya, jika pimpinan sembilan fraksi di DPR menyatakan siap untuk membahas, RUU akan dibahas.
”Kalau ketentuannya dalam UU No 12/2011 ketika ada kebutuhan yang dianggap urgen dan DPR serta Presiden menganggap UU ini memang harus segara dibahas, ya tinggal ditentukan siapa yang akan mengajukan,” ujar Firman.
KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Achmad Baidowi saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/2/2019) sore.
Wakil Ketua Baleg dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan, pemerintah boleh saja mengusulkan RUU Perampasan Aset. Namun, apakah DPR akan menyetujuinya atau tidak, hal itu bergantung pada dinamika dan sikap fraksi-fraksi di Baleg.
”Sementara kami fokus dulu ke Prolegnas Prioritas 2022. Jika ada revisi, hal itu nanti akan dibahas ketika ada revisi. Soal sikap DPR tentu semuanya bergantung pada dinamika dan sikap fraksi-fraksi di Baleg,” ucapnya.
Menurut Baidowi, revisi prolegnas prioritas dapat saja dilakukan sewaktu-waktu jika memang ada kesepakatan revisi antara pemerintah dan DPR. Berkaca pada 2020, revisi dilakukan pada pertengahan tahun, sedangkan pada 2021 revisi dilakukan pada Agustus.
”Revisi Prolegnas Prioritas 2022 masih lama karena Prolegnas 2022 baru saja disahkan. Yang baru disahkan saja belum jalan, kok sudah bicara revisi,” katanya.
Kalau ada UU Perampasan Aset, upaya negara untuk mengambil asetnya ada dua cara, baik melalui peradilan maupun di luar peradilan. UU ini bisa memberikan kewenangan kepada negara untuk langsung merampas aset hasil tindak pidana sepanjang ada buktinya. Aset itu dirampas dan dilelang oleh negara.
Pengajar hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, adanya UU Perampasan Aset akan memudahkan negara memulihkan aset yang hilang atau dirugikan akibat suatu tindak pidana, terutama korupsi dan pencucian uang. Dengan UU ini, negara dapat langsung menyita aset tanpa harus menunggu putusan pengadilan. Berbeda dengan ketentuan saat ini di mana semua penyitaan aset harus dilakukan setelah adanya putusan pengadilan.
”Kalau ada UU Perampasan Aset, upaya negara untuk mengambil asetnya ada dua cara, baik melalui peradilan maupun di luar peradilan. UU ini bisa memberikan kewenangan kepada negara untuk langsung merampas aset hasil tindak pidana sepanjang ada buktinya. Aset itu dirampas dan dilelang oleh negara,” katanya.
UU Perampasan Aset juga akan memungkinkan negara meminimalkan kerugian atas penurunan nilai aset selama proses hukum berjalan.