Data dan informasi yang didapatkan dari Ghassem Saberi Gilchalan perlu segera didalami oleh Polri dan juga BIN. Pendalaman diperlukan untuk membuktikan dugaan keterlibatan dalam operasi intelijen asing di Indonesia.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi I DPR belum mendapatkan informasi detail mengenai adanya aktivitas intelijen yang melibatkan warga negara Iran, Ghassem Saberi Gilchalan, di Indonesia. Namun, kepolisian diminta bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara untuk mendalami data dan informasi yang didapatkan dari Gilchalan untuk membuktikan tujuan kedatangannya ke Tanah Air.
Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, Komisi I DPR akan mengecek informasi tentang operasi intelijen asing di Indonesia. ”Hal yang begini saya harus cek dulu. Belum bisa berkomentar,” ujarnya dihubungi dari Jakarta, Kamis (9/12/2021).
Sementara itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) Tubagus Hasanuddin mengatakan, saat ini informasi yang ia dapatkan baru sebatas pidana penggunaan paspor palsu yang dilakukan seorang warga negara Iran bernama Ghassem Saberi Gilchalan. Aktivitas Gilchalan yang sudah diungkap pun terbatas di sekitar Bandara Soekarno-Hatta, tempatnya ditangkap.
Akan tetapi, menurut Hasanuddin, data dan informasi yang didapatkan dari Gilchalan harus segera didalami. Tidak hanya oleh kepolisian, tetapi juga Badan Intelijen Negara (BIN). Pendalaman ini diperlukan untuk membuktikan apakah kedatangan Gilchalan terkait dengan operasi intelijen asing.
”Segera saja aparat kepolisian bekerja sama dengan BIN untuk melakukan upaya mencari bukti apa yang dilakukan oleh yang bersangkutan supaya bisa dikembangkan dari tindakan, sikap, dan kegiatan dia, agar bisa diambil kesimpulan apakah dia benar sedang melakukan kegiatan intelijen negara,” kata Hasanuddin.
Jika Gilchalan tidak terbukti melakukan aktivitas intelijen, tidak ada masalah bagi Indonesia. Namun jika ia memang merupakan bagian dari sebuah operasi intelijen, melepaskannya begitu saja akan merugikan negara.
Segera saja aparat kepolisian bekerja sama dengan BIN untuk melakukan upaya mencari bukti apa yang dilakukan oleh yang bersangkutan supaya bisa dikembangkan dari tindakan, sikap, dan kegiatan dia, agar bisa diambil kesimpulan apakah dia benar sedang melakukan kegiatan intelijen negara.
”Kalau itu benar dan dilepas begitu saja, mungkin sudah banyak informasi yang dia ambil dan bisa merugikan negara,” tutur Hasanuddin.
Laporan Kompas, Kamis (9/12/2021) menemukan adanya dugaan operasi intelijen asing di Indonesia. Operasi itu terkuak setelah kepolisian menangkap warga negara Iran, Ghassem Saberi Gilchalan, karena menggunakan paspor palsu Bulgaria.
Gilchalan saat itu memegang paspor Bulgaria bernomor 382509836. Namun, di tas ranselnya, petugas juga menemukan dua paspor lagi. Satu paspor Bulgaria yang sudah kedaluwarsa serta satu paspor Iran yang masih berlaku hingga 2023. Semua atas nama dia.
Bukan hanya itu, petugas juga mendapati Gilchalan membawa sejumlah dokumen berbahasa Persia, beberapa kartu bertuliskan anggota Persatuan Bekas Polis Malaysia dan Skuad 69 PDRM.
Selain itu, petugas juga menemukan uang tunai dalam bentuk 16 mata uang asing dengan nominal setara Rp 140 juta. Tak ketinggalan, ditemukan pula 11 telepon seluler, 1 tablet, 1 pemutar musik, 2 modem, dan beberapa kartu SIM lokal ataupun luar negeri.
Dari 11 ponsel, tiga di antaranya perangkat yang hanya bisa dipakai untuk melakukan panggilan telepon dan berkirim pesan, di antaranya Nokia 3310 dan 8110. Sisanya telepon pintar seperti iPhone 5, iPhone 6, iPhone 6 Plus, iPhone 11, serta Huawei Y5.
Hasil ekstraksi yang dilakukan penegak hukum terhadap 11 ponsel Gilchalan menambah kecurigaan aparat. Di sana tidak hanya ditemukan kontak telepon. Ada 400 gigabita (GB) data yang terunduh dari ponsel-ponsel tersebut.
Di antaranya ditemukan foto tiga pejabat militer dan pertahanan Indonesia. Ada pula hasil pindai 56 paspor dari Inggris, Perancis, Spanyol, Belanda, Italia, Polandia, Denmark, Ceko, Bulgaria, dan Belarus. Kemudian juga Amerika Serikat, Argentina, Kanada, Meksiko, Iran, Uzbekistan, serta Pakistan. Ada juga beberapa pasfoto berlatar biru yang sama dengan foto di sebagian paspor. Namun, beberapa di antaranya berbeda bentuk wajah, model rambut, dan pakaian yang dikenakan.
Selain itu, terdapat foto tanker Iran, MT Horse, yang nakhodanya menjalani proses pidana di Indonesia terkait pelanggaran alur pelayaran di perairan Kalimantan saat mentransfer minyak secara ilegal ke tanker berbendera Panama, MT Freya, Januari 2021. Nakhoda kapal yang juga warga Iran, Mehdi Monghasemjahromi, serta tanker bermuatan 1,8 juta barel minyak mentah itu ditahan otoritas Indonesia di Batam,
Hasil ekstraksi ponsel juga menunjukkan tangkapan layar percakapan Gilchalan dengan seseorang di Batam, Kepulauan Riau, terkait dengan tanker MT Horse.