Laksda Anwar Saadi dimutasi dari Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer Kejaksaan Agung. Mutasi ini dipertanyakan.
Oleh
Edna C Pattisina
·3 menit baca
Kompas
Ilustrasi pengadilan militer. Prajurit Dua DP menjalani sidang kedua di Pengadilan Militer 1-04 Palembang, Selasa (6/8/2019). Dalam sidang ini oditur menghadirkan 3 saksi dari total 18 saksi yang akan dihadirkan secara bertahap.
JAKARTA, KOMPAS — Penunjukan perwira tinggi TNI aktif menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer Kejaksaan Agung dipertanyakan. Alasannya, dasar hukum berupa peraturan presiden tidak kuat. Penunjukan ini dianggap tidak akan menyelesaikan masalah-masalah terkait impunitas TNI yang masih kerap terjadi.
Bhatara Ibnu Reza, komisioner Komisi Kejaksaan, Jumat (25/6/2021), mengatakan, dasar hukum penunjukan seorang perwira tinggi TNI menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer Kejaksaan Agung lemah. Penunjukan ini didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No 38/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.
Dasar hukum penunjukan seorang perwira tinggi TNI menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer Kejaksaan Agung lemah. (Bhatara Ibnu Reza)
Perpres yang bersifat internal ini dipertanyakan oleh Bhatara karena menjadi dasar penunjukan perwira tinggi aktif menduduki jabatan jaksa agung muda tersebut. ”Perpres itu, kan, terkait pengaturan organisasi saja. Tidak bisa jadi dasar, apalagi bertentangan dengan undang-undang lain,” katanya.
Kompas
Ilustrasi. Oditur militer Letkol (Sus) Budiharto menyampaikan tanggapan atas eksepsi terdakwa dalam sidang kasus penyerangan LP Kelas IIB Cebongan di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, Rabu (26/6/2013). Sidang tersebut diikuti oleh para terdakwa, yaitu anggota Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan, Serda Ucok Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto, dan Koptu Kodik.
Sebelumnya, Panglima TNI memutasi Laksda Anwar Saadi, dari Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer Kejaksaan Agung. Keputusan ini, menurut Kepala Bidang Penerangan Umum Pusat Penerangan TNI Kolonel Laut (KH) Edys Riyanto, dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi dan pembinaan karier serta mengoptimalkan pelaksanaan tugas-tugas TNI yang semakin kompleks dan dinamis.
Mutasi itu merujuk pada Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/540/VI/2021 tanggal 23 Juni 2021 tentang pemberhentian dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan TNI. Mutasi dilakukan terhadap 65 perwira tinggi TNI Angkatan Darat, 22 perwira tinggi TNI Angkatan Laut, dan 17 perwira tinggi TNI Angkatan Udara.
Terkait pelantikan masih dalam proses administrasi. (Leonard Eben Ezer Simanjuntak)
Pelantikan
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, terkait pelantikan masih dalam proses administrasi. Hal senada disampaikan Anwar.
Lebih lanjut Anwar mengatakan, berdasarkan Perpres No 15/2021, terutama Pasal 25B, Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan tugas dan wewenang kejaksaan di bidang koordinasi teknis penuntutan yang dilakukan oleh oditurat dan penanganan perkara koneksitas.
Terkait wewenang koordinasi tersebut, Bhatara menilai tugas dan wewenang koordinasi itu hanya menjadi simbol. Pasalnya, dalam UU No 31/1997 tentang Peradilan Militer disebutkan bahwa penuntut tertinggi di TNI adalah oditurat jenderal. Hal ini lalu menimbulkan pertanyaan akan efektivitas tugas Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer. Apalagi, sebagai penuntut tentu dibutuhkan dasar hukum yang kuat.
KOMPAS/KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Ilustrasi. Prajurit Dua Deri Pemana divonis hukuman penjara seumur hidup dan dipecat sebagai anggota TNI dalam sidang vonis di Pengadilan Militer I-04 Palembang, Kamis (26/9/2019). Deri terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap kekasihnya, Fera Oktaria, di Penginapan Sahabat Mulia, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, 9 Mei 2019.
”Dalam Undang-Undang TNI juga tidak disebutkan bahwa kejaksaan jadi lembaga yang bisa diduduki oleh perwira TNI aktif,” kata Bhatara.
Menurut Bhatara, penunjukan ini menjadi tidak punya landasan hukum juga karena selain tidak sesuai dengan UU No 34/2004 tentang TNI, penunjukan ini merupakan tafsir dari UU No 31/1997 tentang Peradilan Militer.
Akan tetapi, walaupun tidak yakin penunjukan ini akan menyelesaikan kasus-kasus yang terhambat oleh impunitas TNI, Bhatara mengatakan, kini dirinya sebagai anggota Komisi Kejaksaan juga jadi bisa mengawasi oditur militer. ”Itu bagus juga,” katanya.