Jaksa KPK Sebut Kasus Dugaan Korupsi Garuda sebagai Kejahatan Sempurna
Jaksa KPK menuntut Direktur Teknik PT Garuda Indonesia periode 2007-2012 Hadinoto Soedigno 12 tahun penjara disertai denda dan uang pengganti. Jaksa menyebut kasus dugaan korupsi ini sebagai kejahatan yang sempurna.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Sidang tuntutan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia periode 2007-2012 dan Direktur Produksi PT Citilink Indonesia periode 2012-2017 Hadinoto Soedigno di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/6/2021), dipimpin oleh Hakim Ketua Rosmina. Adapun terdakwa Hadinoto mengikuti sidang melalui telekonferensi dari Gedung KPK, Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menilai kasus dugaan korupsi suap intervensi pengadan pesawat dan mesin pesawat PT Garuda Indonesia adalah sebuah kejahatan yang sempurna. Para pelaku mencoba menutupi kejahatannya dengan menyiapkan perusahaan di British Virgin Island dan membuka rekening bank di Singapura. Pelaku berharap kejahatan itu tak terjangkau oleh penegak hukum.
”Mencermati kasus Garuda ini, KPK seperti bermain dalam lari maraton yang membutuhkan endurance, kesabaran tanpa melupakan faktor speed untuk menanganinya. Perkara ini terlihat hampir sempurna skema suap dan penyimpanannya,” ujar Jaksa KPK Yoga Pratomo dalam sidang tuntutan terhadap Hadinoto Soedigno di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (3/6/2021).
Hadinoto merupakan terdakwa kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia pada kurun waktu 2009-2014. Hadinoto merupakan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia periode 2007-2012 dan Direktur Produksi PT Citilink Indonesia periode 2012-2017.
Menurut Yoga, kesempurnaan skema kejahatan itu ditunjukkan dari penyiapan perusahaan di British Virgin Island dan pembukaan rekening Bank Standard Chartered di Singapura. Dalam pandangan awam, seolah-olah kejahatan itu tak bisa dijangkau oleh aparat penegak hukum.
Kejahatan juga dilakukan oleh oknum pemburu rente yang duduk di jajaran pejabat tinggi badan usaha milik negara (BUMN) PT Garuda Indonesia. Di satu sisi, para pejabat tinggi itu berteriak untuk mencapai lompatan kuantum bisnis. Namun, di sisi lain, mereka juga bersekongkol dengan pemburu rente untuk memperoleh keuntungan pribadi yang dibebankan pada keuangan perusahaan.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Hadinoto Soedigno keluar dari Gedung KPK, Jakarta, seusai mengikuti persidangan secara daring dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, Jumat (30/4/2021).
Tindakan itu berakibat pada inefisiensi perusahaan dan performa yang tidak kompetitif dalam persaingan usaha dengan maskapai lain. Modus yang dilakukan oleh para pelaku suap di PT Garuda Indonesia ini adalah pengadaan armada dan mesin pesawat yang penuh praktik suap. Suap disembunyikan melalui fee yang diberikan kepada perusahaan rekanan (advisory company).
Dalam setiap tahapan, baik pembelian armada pesawat maupun pembelian mesin pesawat dan perawatannya, ada kelebihan uang yang harus dibayar dan dibebankan pada perusahaan. Hal ini berdampak pada inefisiensi perusahaan dan sejumlah pesawat harus di-grounded karena tidak ekonomis dalam pengoperasiannya.
Namun, kata Yoga, semangat tak kenal lelah dari penyidik akhirnya meruntuhkan setinggi apa pun tembok yurisdiksi yang menghalangi. Penyidik KPK bekerja sama dengan banyak negara, seperti otoritas penegak hukum Singapura, Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat, untuk memperoleh bukti secara sah dan meyakinkan.
”Ini sekaligus mengirimkan pesan bagi para koruptor bahwa tiada lagi tempat yang aman untuk menyembunyikan aset kejahatan. You can run, but you can’t hide,” ujar Yoga.
Ia menambahkan, terdakwa dalam kasus suap dan pencucian uang pembelian armada pesawat dan mesin itu juga mencoba untuk terus mengingkari tindak pidana yang dilakukan. Terdakwa membuat alibi dan pembelaan seolah-olah tidak tahu sumber uang yang ada di rekeningnya. Oleh karena itu, penuntut umum tidak mengejar pengakuan terdakwa. Penuntut umum dan penyidik menelusuri jejak aliran uang dalam kasus tersebut.
KOMPAS/SHARON PATRICIA
Penahanan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Emirsyah Satar atas perkara suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus dan Rolls-Royce kepada PT Garuda Indonesia (Persero), di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Tuntutan pidana dan denda pengganti
Dari analisis yuridis dan fakta persidangan, JPU KPK menuntut Hadinoto Soedigno dengan pidana penjara 12 tahun dan denda Rp 10 miliar subsider 8 tahun kurungan.
Jaksa juga meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti senilai 2,3 juta dollar AS, 477.540 euro atau setara 3,7 juta dollar Singapura. Jika dirupiahkan, total denda pengganti itu mencapai sekitar Rp 40 miliar.
Apabila denda pengganti tidak dibayarkan satu bulan setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, harta bendanya disita oleh jaksa. Apabila harta bendanya tidak cukup untuk menutupi denda pengganti, diganti dengan pidana selama 6 tahun.
JPU KPK Ni Nengah Gina Saraswati meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan terdakwa Hadinoto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana suap yang diatur dalam Pasal 12 Huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP, juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Sidang tuntutan Hadinoto Soedigno di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/6/2021), dipimpin oleh Hakim Ketua Rosmina.
Selain itu, jaksa juga menilai terdakwa terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang yang diatur dalam Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
”Hal-hal yang memberatkan terdakwa di antaranya adalah perbuatannya tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi dan berbelit-belit saat memberikan keterangan di persidangan. Adapun hal-hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan dan belum pernah dihukum,” kata Gina.
Tuntutan itu dibacakan secara bergantian oleh tim JPU KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Rosmina dan dihadiri oleh tim penasihat hukum terdakwa. Adapun terdakwa Hadinoto mengikuti sidang melalui telekonferensi dari Gedung KPK, Jakarta.
Sebelumnya, di persidangan diungkapkan bahwa suap diduga diberikan agar Hadinoto bersama bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Captain Agus Wahjudo mengintervensi pengadaan di PT Garuda Indonesia. Pengadaan itu meliputi pesawat Airbus A330 series, pesawat Airbus A320, pesawat ATR 72 seri 600, Canadian Regional Jet (CJR) 100 NG, serta pembelian dan perawatan mesin Rolls-Royce Trent 700 series.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar (tengah), didampingi Direktur Teknik Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno (kiri) dan Vice President Customer Business Rolls-Royce untuk Wilayah Asia Tenggara John H Williams, melihat mesin Rolls-Royce yang dipamerkan pada acara Dubai Airshow 2011 di kompleks Bandar Udara Internasional Dubai, Dubai, Minggu (13/11/2011). Kedua perusahaan tersebut menandatangani kontrak kerja sama dalam hal perawatan mesin Airbus A330.
Hadinoto dinilai jaksa terbukti menerima suap 2,3 juta dollar AS, 477.540 euro, pembayaran makan malam dan penginapan Rp 34,8 juta, serta sewa fasilitas pesawat pribadi 4.200 dollar AS. Total uang yang diterima Hadinoto sekitar Rp 40 miliar. Adapun terdakwa lain dalam kasus ini, Emirsyah Satar dan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo, telah divonis terlebih dahulu di pengadilan yang sama.