Ahli Usulkan Perbaikan Desain Penyelenggara Pemilu
Pasca-pemecatan Ketua KPU Arief Budiman, pakar pemilihan umum mengusulkan perbaikan desain kelembagaan penyelenggara pemilu ke DPR. Penataan desain penting agar tak saling menegasikan, tak sinergi, dan rivalitas.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo
(Dari kiri ke kanan) Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan menghadiri rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/1/2021). Selain membahas evaluasi pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, rapat juga membicarakan masalah pemberhentian Arief Budiman sebagai KPU oleh DKPP.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pakar pemilihan umum mengusulkan perbaikan desain kelembagaan penyelenggara pemilu kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Penataan desain dinilai penting agar tidak terjadi pelaksanaan kinerja penyelenggara yang saling menegasikan, tidak sinergis, bahkan memicu terjadinya rivalitas.
Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR, sejumlah ahli pemilu setuju ada penataan kembali terhadap peran dan kewenangan tiga lembaga penyelenggara pemilu yang ada saat ini. Lembaga itu ialah Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Ahli yang dimintai pendapat oleh Baleg DPR, Selasa (19/1/2021), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, yaitu Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) Ramlan Surbakti, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, dan mantan Ketua Bawaslu Hidayat Nur Sardini.
Ramlan mengatakan, dengan kewenangan yang dimiliki oleh Bawaslu dan DKPP sekarang, kedua lembaga itu tidak dapat disebut sebagai penyelenggara pemilu. Sebab, mereka tidak menangani unsur-unsur esensial dalam penyelenggaran pemilu. Tujuh tugas yang dimaksud Ramlan ialah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT), menetapkan peserta pemilu dan daftar calon, memfasilitasi kampanye, mengadakan dan mendistribusikan alat kelengkapan penghitungan suara, melakukan pemungutan dan penghitungan suara, menetapkan hasil pemilu, dan menetapkan calon terpilih."
”Dengan kewenangan yang dimiliki oleh Bawaslu dan DKPP sekarang, kedua lembaga itu tidak dapat disebut sebagai penyelenggara pemilu. Sebab, mereka tidak menangani unsur-unsur esensial dalam penyelenggaraan pemilu.”
”Dengan pembagian lembaga seperti sekarang, penyelenggara pemilu secara struktural itu bermusuhan, bersaingan, tanpa ada visi dan misi yang jelas mengenai pemilu demokratis,” kata Ramlan.
Idealnya, desain penyelenggara pemilu diarahkan untuk mencapai tiga tujuan. Pertama, pengumuman hasil pemilu yang lebih cepat. Kedua, hasil pemilu yang kredibel dan dipercaya. Ketiga, pemilu diselenggarakan dengan partisipasi pemilih yang tinggi dan inklusif.
Ramlan mengusulkan Bawaslu ditransformasi menjadi komisi penegak hukum pemilu. Artinya, Bawaslu menegakkan ketentuan administrasi, menyelesaikan sengketa proses pemilu, serta menjadi penyidik dan penuntut untuk pidana pemilu. ”Posisinya seperti KPK. Kasus pemilu itu kemudian dibawa ke Pengadilan Negeri (PN) yang memiliki majelis khusus menangani kasus pidana pemilu yang diajukan komisi penegakan hukum pemilu itu,” ujarnya.
DKPP RI
Suasana sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Rabu (13/1/2021). Dalam sidang itu, DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua KPU kepada Arief Budiman.
Adapun posisi DKPP, menurut Ramlan, sebaiknya menjadi mahkamah kehormatan di internal KPU, tetapi sifatnya mandiri. Dengan demikian, DKPP tidak lagi mengadili pelanggaran kode etik, atau menjadikan etik masuk ke ranah hukum.
”Posisinya seperti KPK. Kasus pemilu itu kemudian dibawa ke Pengadilan Negeri (PN) yang memiliki majelis khusus menangani kasus pidana pemilu yang diajukan komisi penegakan hukum pemilu itu.”
Evaluasi kewenangan
Sementara itu, Titi Anggraini mengatakan, fungsi pengawasan dan ajudikasi yang diemban oleh Bawaslu perlu dievaluasi. Idealnya, fungsi pengawasan dikembalikan kepada masyarakat, media, dan pemantau pemilu. Adapun Bawaslu menjalankan fungsi ajudikasi pemilu. Ia memandang tidak perlu ada pengadilan khusus pemilu. Peran ganda Bawaslu yang harus dievaluasi sehingga sebagai ajudikator pemilu, Bawaslu tidak terlibat aktif dalam mekanisme pengawasan.
”Karena dia pemutus, Bawaslu tidak boleh terlibat benturan kepentingan dengan pihak yang dia awasi. Pengawasan itu diberikan kepada masyarakat, media, dan pemantau pemilu. Adapun khusus untuk tindak pidana, sebaiknya diserahkan langsung ke kepolisian,” katanya.
Untuk peran DKPP, menurut Titi, ke depannya sebaiknya benar-benar dibatasi hanya pada persoalan etik, dan tidak ikut menilai pelaksanaan administrasi kepemiluan. DKPP pun diusulkan untuk tidak berpola penghakiman atau pengambilan putusan dengan majelis, seperti yang terjadi seperti sekarang. Sebab, pelanggaran etik yang ditangani dengan skema peradilan itu dipandang menyeret persoalan etik ke ranah hukum. ”Supaya tidak ada kekuasaan yang absolut, ke depannya produk DKPP bukan putusan, melainkan keputusan,” ucapnya.
Sementara itu, Nur Hidayat Sardini, mengatakan, kewenangan Bawaslu yang kini makin kuat dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu belum seperti yang diharapkan. Struktur Bawaslu makin kuat, tetapi tidak sebanding dengan prestasinya yang dibilang biasa saja atau medioker. ”Struktur yang kuat ternyata tidak sebanding dengan prestasi atau kinerja. Karena tidak terlalu banyak yang bisa dilakukan. Nyatanya, praktik politik uang, juga masih belum bisa diatasi,” ungkapnya.
Kompas/Wawan H Prabowo
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman (kiri) dan Ilham Saputra (kanan) memberikan keterangan dalam jumpa pers di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Jumat (15/1/2021). Melalui rapat pleno, para komisioner KPU secara aklamasi menunjuk Ilham Saputra sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPU, menggantikan Arief Budiman yang diberhentikan dari jabatannya oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Arief dicopot dari jabatan sebagai Ketua KPU oleh DKPP karena mendampingi Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik saat menggugat putusan DKPP di PTUN.
Isu-isu krusial
Para ahli pemilu juga mengusulkan sejumlah hal terkait dengan isu-isu krusial di dalam RUU Pemilu. Sebagai contohnya, mereka sama-sama sepakat untuk memisahkan pemilu lokal dan pemilu nasional. Pemilu lokal yang dilakukan ialah pemilihan gubernur/wakil gubernur dan DPRD tingkat provinsi, serta pemilihan bupati/wakil bupati atau wali kota/wakil wali kota dan DPRD tingkat kabupaten/kota. Mereka sepakat untuk memberikan jeda pelaksanaan antara pemilu lokal dan pemilu nasional, yakni selama 2,5 tahun.
Untuk ambang batas pencalonan presiden para ahli cenderung setuju untuk ditiadakan. Adapun ambang batas suara untuk dapat diikutkan dalam penghitungan kursi (parliamentary threshold), angka 4 persen seperti yang ada sekarang dinilai telah memadai. Sebab, kalaupun angka itu dinaikkan, yakni dengan tujuan menyederhanakan partai politik, hal itu terbukti tidak dapat dilakukan.
”Sudah menjadi teori yang tidak dapat dibantah, jika ingin menyederhanakan parpol, tidak bisa dengan menaikkan parliamentary threshold, tetapi dengan menurunkan jumlah kursi di setiap daerah pemilihan (dapil) atau district magnitude.”
”Sudah menjadi teori yang tidak dapat dibantah, jika ingin menyederhanakan parpol, tidak bisa dengan menaikkan parliamentary threshold, tetapi dengan menurunkan jumlah kursi di setiap daerah pemilihan (dapil) atau district magnitude,” kata Ramlan.
Idealnya, besaran kursi dapil diatur 3-6 kursi. Angka itu relatif bisa menyederhanakan parpol, jika itu yang menjadi sasaran RUU Pemilu. Namun, langkah itu kerap ditolak, lantaran parpol dan pembentuk UU berkepentingan untuk meraih kursi sebanyak-banyaknya. ”Hal ini tidak dipilih karena parpol takut kehilangan kursi,” katanya.
Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi Nasdem Willy Aditya mengatakan, masukan dari para pakar ini akan menjadi bahan bagi Baleg dalam memberikan masukan kepada Komisi II DPR yang mengusulkan RUU Pemilu. Saat ini, Baleg DPR juga dalam tahapan melakukan harmonisasi dan sinkronisasi RUU Pemilu.
DOKUMEN KPUD TIMOR TENGAH UTARA
Pengangkutan logistik pemilu dari KPUD Timor Tengah Utara ke salah satu desa di wilayah itu, Selasa (8/12/2020), oleh aparat kepolisian dan hansip dari desa setempat.