Jaksa Pinangki Sirna Malasari membantah menerima uang 500.000 dollar AS dari Joko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung. Pinangki juga membantah membawa nama ST Burhanuddin dan Hatta Ali dalam penyidikan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pinangki Sirna Malasari membantah dakwaan yang menyebutkan bahwa dirinya menerima uang 500.000 dollar AS dan tindakan permufakatan jahat dengan membuat proposal action plan untuk Joko Tjandra. Pinangki juga membantah telah menyebut Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dan mantan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali dalam penyidikan.
Hal itu terungkap dalam sidang kedua perkara dugaan korupsi dan pencucian uang dengan terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (30/9/2020), di Jakarta. Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai hakim IG Eko Purwanto.
”Walaupun tidak jelas mengenai bukti penerimaan uang 500.000 dollar AS, terdakwa tetap diperiksa mengenai tindak pidana pencucian uang. Anehnya, penyidik seakan-akan mencari kecocokan adanya uang tersebut dari kegiatan transaksi terdakwa, seakan-akan dipas-paskan dengan pengeluaran terdakwa sepanjang November 2019 sampai dengan Juli 2020,” kata tim pengacara Pinangki, Jefri Moses Kam.
Tuduhan bahwa Pinangki menerima 500.000 dollar AS dinilai tidak didukung dengan bukti nyata.
Tuduhan bahwa Pinangki menerima 500.000 dollar AS dinilai tidak didukung dengan bukti nyata. Bahkan, sampai saat ini, pihak pemberi ataupun penerima masih tidak jelas.
Terkait dengan dakwaan permufakatan jahat, tim kuasa hukum Pinangki menilai bahwa dakwaan tersebut dipaksakan. Terdakwa memang membantu Joko Tjandra untuk mengurus permohonan fatwa ke MA agar putusan peninjauan kembali dengan nomor perkara 12 PK/Pid.Sus/2009 tidak dapat dieksekusi.
Namun, faktanya hal itu tidak jadi dilaksanakan karena Joko Tjandra telah menyatakan bahwa action plan proses fatwa tersebut tidak masuk akal dan memilih untuk menempuh jalur pengajuan peninjauan kembali (PK) melalui Anita Kolopaking. Dengan kata lain, permufakatan tersebut tidak ada kata sepakat dan tidak terjadi.
Pinangki juga membantah sebagai pembuat action plan, termasuk menyebutkan nama-nama di dalamnya.
Pinangki juga membantah sebagai pembuat action plan, termasuk menyebutkan nama-nama di dalamnya. Dia menyatakan tidak tahu asal action plan, termasuk isi di dalamnya.
Terkait dengan adanya nama Jaksa Agung ST Burhanuddin dan mantan Ketua MA Hatta Ali di dalam action plan, Pinangki menegaskan bahwa kedua nama itu tidak ada hubungan dan Pinangki tidak pernah menyebut nama mereka dalam penyidikan dan penuntutan perkara itu.
”Penyebutan nama pihak-pihak tersebut bukanlah atas pernyataan terdakwa dalam penyidikan, tetapi karena ada orang-orang yang sengaja mau mempersalahkan terdakwa seolah-olah dari terdakwalah yang telah menyebut nama pihak-pihak tersebut,” kata tim kuasa hukum yang membacakan nota keberatan secara bergantian.
Melalui eksepsi itu, tim kuasa hukum Pinangki menyatakan, selama proses hukum perkara tersebut, banyak opini yang sengaja dibentuk dan digiring oleh sejumlah pihak untuk mempersalahkan kliennya, termasuk dengan mengangkat kehidupan pribadi Pinangki. Pinangki pun membantah bahwa dirinya diperlakukan istimewa selama ditahan oleh penyidik.
Penyidik dan pihak Kejaksaan pun dianggap seolah sengaja lepas tangan dengan segera melimpahkan kasus ini ke pengadilan karena khawatir pada tekanan publik. Hal itu menimbulkan anggapan bahwa sedari awal telah ada upaya untuk memosisikan Pinangki sebagai pihak yang bersalah. Oleh karena itu, tim penasihat hukum meminta agar semua dakwaan dibatalkan demi hukum.
Penyidik dan pihak Kejaksaan pun dianggap seolah sengaja lepas tangan dengan segera melimpahkan kasus ini ke pengadilan karena khawatir pada tekanan publik.
Menanggapi hal tersebut, salah satu anggota tim jaksa penuntut umum, KMS Roni, mengatakan, pihaknya akan menyampaikan tanggapan secara tertulis dan meminta waktu satu minggu untuk menyiapkan tanggapan. Majelis hakim pun menunda sidang satu minggu atau dilanjutkan pada 7 Oktober 2020.
Dalam sidang tersebut, majelis hakim juga mengingatkan jurnalis yang mengambil foto Pinangki ketika yang bersangkutan hendak masuk dan menuju tempat duduk terdakwa di ruang sidang. Menurut Ketua Majelis Hakim IG Eko Purwanto, peringatan itu diberikan untuk yang kedua kalinya karena peringatan yang sama juga telah diberikan pada sidang perdana minggu lalu.
”Peringatan saya yang kemarin tidak diindahkan. Tidak perlu mencegat-cegat kehadiran terdakwa seperti mencegat selebritas. Ingat sidang ini menjunjung tinggi azas praduga tidak bersalah. Ini menjadi koreksi bagi kami dan sidang ke depan tidak boleh terjadi lagi,” kata IG Eko Purwanto.