Anita Kolopaking, kuasa hukum Joko Tjandra, meminta perlindungan LPSK karena merasa terancam. Namun, LPSK merekomendasikan, jika benar terancam, perlindungan diberikan oleh polisi karena Anita telah berstatus tersangka.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kuasa hukum Joko Tjandra, Anita Kolopaking, mengajukan permohonan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK untuk dapat dilindungi sebagai saksi dalam kasus penerbitan surat jalan bagi kliennya tersebut. Anita mengaku khawatir akan keselamatan dirinya karena kasus itu menyangkut petinggi Polri.
”Yang dia (Anita) sampaikan (kepada LPSK) karena menyangkut petinggi Polri. Yang bersangkutan takut kalau terjadi apa-apa,” ujar Ketua LPSK Hasto Atmojo saat dihubungi Kompas, Rabu (5/8/2020).
Sebelumnya, Anita tidak memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Polri pada Selasa kemarin dan Rabu ini dalam kasus penerbitan surat jalan Joko Tjandra. Dalam kasus itu, Anita berstatus sebagai tersangka bersama dengan Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo. Setelah didalami, Anita tidak hadir karena ia dimintai keterangan oleh LPSK terkait kasusnya tersebut.
Teror, kan, belum berarti ancaman faktual terhadap keselamatan. Kami menilai itu adalah kekhawatiran atau ketakutan yang bersangkutan saja. (Hasto Atmojo)
Hasto mengonfirmasi bahwa Anita mengajukan permohonan untuk dilindungi sebagai saksi dalam kasus penerbitan surat jalan Joko Tjandra. Alasan mengajukan perlindungan, menurut Hasto, bukan karena dia menerima ancaman.
”Teror, kan, belum berarti ancaman faktual terhadap keselamatan. Kami menilai itu adalah kekhawatiran atau ketakutan yang bersangkutan saja,” kata Hasto.
Namun, lanjut Hasto, apabila Anita betul merasa terancam jiwanya, LPSK bisa merekomendasikan kepada kepolisian untuk memberikan perlindungan.
”Ini karena yang bersangkutan sudah berstatus tersangka,” ucapnya.
Jaksa Pinangki yang diduga bertemu dengan Joko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia, tidak hadir dalam pemeriksaan oleh Komisi Kejaksaan. Alasannya, sudah diperiksa oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan.
Tidak hadir
Sementara itu, Pinangki Sirna Malasari, jaksa yang diduga bertemu dengan Joko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia, tidak hadir dalam pemeriksaan oleh Komisi Kejaksaan. Alasannya, Pinangki sudah diperiksa oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan. Alasan ketidakhadiran tersebut disampaikan oleh atasan Pinangki kepada Komisi Kejaksaan melalui surat.
”Karena itu, kami sudah meminta laporan hasil pemeriksaan yang bersangkutan untuk kami analisis dan evaluasi, apakah sudah menjawab substansi laporan pengaduan terhadap yang bersangkutan,” kata Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak.
Dugaan pertemuan Pinangki dengan Joko Tjandra pertama kali dilaporkan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Komisi Kejaksaan, Jumat (24/7). Ini berdasarkan bukti foto bersama keduanya yang diperoleh MAKI. Di foto lainnya, Joko dan Pinangki terlihat berfoto bersama dengan Anita Kolopaking, kuasa hukum Joko Tjandra.
Selain bukti foto, MAKI juga menyerahkan bukti foto dokumen perjalanan Pinangki bersama Anita, dari Jakarta ke Kuala Lumpur, Malaysia, pada 25 November 2019.
Perbuatan Pinangki bisa dijerat tindak pidana umum. Namun, penjeratannya tidak bisa dilakukan oleh Kejaksaan Agung, tetapi Polri.
Secara terpisah, anggota Komisi III DPR dari Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, menyampaikan, perbuatan Pinangki bisa dijerat tindak pidana umum. Namun, penjeratannya tidak bisa dilakukan oleh Kejaksaan Agung, tetapi Polri.
”Tindak pidana umum itu, kan, kejaksaan tidak punya kewenangan untuk menyidik, ya serahkan kepada Polri. Kecuali kalau ada unsur suap, kejaksaan sendiri bisa menyelidiki dan menyidik karena itu tindak pidana korupsi,” tutur Arsul.
Komisi III DPR, lanjut Arsul, akan meminta pimpinan Polri, Jaksa Agung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengusut semua pejabatnya yang terlibat dalam kasus pelarian Joko Tjandra. Jika itu tak dijalankan, maka akan disoroti saat rapat pengawasan dengan DPR.
Arsul menilai, sejauh ini pimpinan Kejaksaan Agung belum responsif terhadap penuntasan kasus Joko Tjandra.
”Polri, kan, sudah jelas yang dilakukan step by step. Namun, kami belum melihat langkah pimpinan kejaksaan yang seresponsif yang dilakukan pimpinan Polri. Kami menginginkan agar kejaksaan sama responsif dengan pimpinan Polri,” ujar Arsul.