VW T-Cross Membalik Mitos
VW T-Cross meramaikan pasar SUV subkompak yang sedang tinggi peminat. Harga jual yang relatif tinggi menjanjikan rasa berkendara yang menyenangkan dan kenyamanan di atas rata-rata, khas pabrikan asal Jerman ini.
Setelah bertahun-tahun mengandalkan model Tiguan dan Polo, VW Indonesia akhirnya meluncurkan mobil terbarunya, yaitu T-Cross. Ini akan menjadi andalan VW memasuki pasar ketat mobil kelas SUV berdimensi subkompak. Meski mengusung mesin kecil, kelincahan khas VW sama sekali tidak meluntur.
Mobil berdimensi panjang 4,2 meter dan lebar 1,6 meter ini didatangkan utuh dari India. PT Garuda Mataram Motor, pemegang merek VW di Indonesia, meluncurkannya secara virtual pada Februari 2022. Di negara asalnya itu, mobil ini bernama VW Taigun. Ya, namanya mirip dengan model SUV lebih besar mereka, yaitu Tiguan, yang sudah dirakit di Indonesia.
Bukan namanya saja yang mirip, wajahnya pun setali tiga uang. Kalau dilihat dari depan saja, sulit membedakan T-Cross dengan Tiguan. Keduanya memiliki garis gril tiga susun berlapis krom dan berhias motif heksagonal. Ada logo VW berdesain terbaru di tengah-tengah. Lampu depannya seolah menjadi kepanjangan gril. Bumper bawahnya berwarna hitam dengan aksen krom tegas melingkupi lampu kabut. Lampu kabut halogen ini juga berfungsi sebagai lampu belok (cornering light) statis.
Ketika dilihat dari samping, baru nyata bahwa ini adalah versi mini dari Tiguan. Dimensinya jauh berbeda. Panjang T-Cross 4.221 milimeter, atau 50 sentimeter lebih pendek dibandingkan Tiguan. Adapun tingginya selisih sedikit saja; T-Cross 1.612 mm, Tiguan 1.674 mm. Roda T-Cross memakai velg berdiameter 17 inci dengan warna hitam-perak.
Dua bulan setelah diluncurkan, Kompas berkesempatan mencoba T-Cross selama sekitar lima hari mulai Rabu (20/4/2022). Unit yang kami pakai berwarna abu-abu, atau istilahnya carbon steel grey. Ini adalah satu dari dua T-Cross pertama yang masuk Indonesia. Satu lainnya, yang juga sempat kami jajal sekejap, berwarna putih atau candy white. Empat pilihan warna lainnya adalah perak, merah, kuning, dan biru.
Dari lembar spesifikasi teknis disebutkan bahwa mobil ini menggunakan mesin berkubikasi relatif kecil, yaitu 999 cc, atau 1.0 L, 3 silinder. Semula kami meragukan kekuatan mesin ini, juga menduga mesin ini bakal mengeluarkan suara kasar, dan getaran kuat dalam posisi berhenti. Banyak merek lain dengan spesifikasi mesin serupa berkarakteristik demikian sehingga memunculkan anggapan atau mitos semua mobil bermesin tiga silinder berisik dan bergetar.
Baca juga: "Bayi" Itu Bernama VW T-Cross
Rupanya, hal itu tak berlaku pada T-Cross. Ketika Kompas pertama kali menyalakan mesin menggunakan tombol di gedung parkir kantor PT Garuda Mataram Motor di kawasan Cawang, Jakarta Timur, nyaris tak terasa getaran berarti. Rasanya seperti berada di kabin mobil 4 silinder kebanyakan. Setelah ditilik lebih jauh, bebunyian dari ruang mesin berhasil diredam dengan baik oleh peredam di sisi firewall. Kap mesinnya, meski tak berperedam, relatif tebal sehingga berdampak insulasi yang baik.
Didorong turbo
Masa peminjaman yang cukup lama itu sayang dilewatkan jika hanya berputar-putar di sekeliling Jakarta saja. Kami memutuskan memakai T-Cross, satu-satunya yang beredar di jalanan ketika itu, menyusuri ruas Jalan Tol Trans-Jawa hingga Brebes, Jawa Tengah. Sekalian membuat liputan persiapan arus mudik Lebaran kala itu.
Sebelum berangkat, kami mengisi penuh tangki bahan bakar berkapasitas 50 liter itu dengan bensin beroktan 98, sesuai rekomendasi. Di Jalan Tol Layang MBZ, kami mengaktifkan fitur pengendali laju (cruise control) di kecepatan 100 kilometer per jam. Dengan kecepatan yang relatif stabil pada putaran mesin di 1.900 rpm, konsumsi bahan bakar yang terpampang di layar informasi adalah 14,9 km/liter.
Di jalan tol layang itu, kebisingan yang menyusup ke kabin umumnya bersumber dari bawah, sementara suara mesin anteng saja. Dorongan tenaga turbonya bersuara sayup-sayup merdu, lumayan memantik adrenalin. Bantingan suspensinya pun, yang cenderung kaku, relatif baik meredam guncangan.
Mesin 3 silinder dengan turbo itu menghasilkan tenaga maksimum 115 PS dan torsi puncak 178 Nm di putaran 1.750-4.500 rpm. Karena itu, tarikannya cukup mengagetkan pada injakan gas awal. Pada kondisi lalu lintas yang macet, kelebihan ini sedikit merugikan karena kaki harus bersiap menekan rem yang pedalnya cukup keras itu. Namun, di jalan minim hambatan, tarikan di putaran bawah ini menyenangkan.
Tenaganya disalurkan melalu transimisi otomatis enam percepatan. Meski tidak menggunakan kopling ganda (DSG), seperti Tiguan dan Golf, perpindahan giginya terasa halus dan cenderung cerdas. Ketika butuh akselerasi—dengan menekan pedal gas lebih dalam—giginya turun sendiri, sesuai dengan yang diharapkan. Kalau mau lebih mengasyikan lagi, bisa memainkan transmisi di mode sport dengan menaikturunkan tuas di konsol tengah. Pergesaran tuas transmisi ini terasa mantap dan presisi.
Perjalanan menuju Kota Cirebon, Jawa Barat, diselingi empat kali berhenti di area peristirahatan untuk melihat para pemudik awal. Setelah menempuh perjalanan 216 km, kami mengisi kembali tangki bensin sampai penuh untuk menghitung konsumsi bahan bakar dengan metode full to full. Hasilnya, 14,35 km/liter dengan gaya berkendara agak agresif.
Cakap di tanjakan
Pengujian di rute Jakarta-Cirebon dengan kontur cenderung rata dirasa kurang tuntas. Kecakapan di tanjakan dan tikungan tajam masih perlu dijajal. Maka, dari pemberhentian Banjaratma, Brebes, kami memutuskan bergeser ke tenggara, tepatnya ke Kabupaten Purbalingga. Rute menuju Purbalingga berbukit-bukit.
Dari kota Slawi, kami melewati perbukitan Penujah menuju Jatinegara di Kabupaten Tegal. Rute ini berkelok dan menanjak dengan permukaan jalan beton. Di kiri-kanan jalan adalah kebun jagung, sesekali rimbunan jati. Di kejauhan tampak puncak Gunung Slamet.
Di rute yang berkelok dan menanjak, tak jarang T-Cross dihela untuk menyalip mobil pikap atau truk sedang. Dengan kemampuan akselerasi instan, tantangan itu mudah saja dipatahkan. Menyalip sambil menanjak sama sekali bukan masalah. Mesin pun tak meraung-raung. Berhenti di tanjakan tak bikin cemas karena bantuan hill hold control. Dorongan turbo yang menghasilkan torsi 178 Nm bertuah di rute seperti ini.
Ahmad Badawi, Head of Sales PT Garuda Mataram Motor, menyebutkan, VW T-Cross adalah kelas premium untuk golongan SUV subkompak. Sementara ini, banderol harganya Rp 488 juta on the road DKI Jakarta. Harga itu di atas rata-rata rival merek lain, semisal Mazda CX-3, KIA Sonet, Nisan Magnite, MG ZS, dan yang terlaris; Toyota Raize dan Daihatsu Rocky.
Ditilik dari harga, banyak yang menganggap VW T-Cross kemahalan di kelasnya, terlebih lagi ia minim fitur terkini, seperti penjaga lajur (lane keeping assist) dan pemantau titik buta (blind spot monitoring). Namun, seperti yang sudah diduga, T-Cross membawa karakteristik berkendara khas VW yang nyaman, lincah, dan patuh. Ini masih diperkuat dengan beberapa fitur tambahan, seperti pendingin jok depan, atap kaca yang bisa dibuka (sunroof), juga tatakan pengisi daya nirkabel.
Desain dasbornya juga terlihat rapi. Layar informasi di tengah terintegrasi dengan dasbor, tidak terkesan ditempel. Layar ini terhubung dengan kendaraan sehingga sejumlah informasi mobil bisa tertera di situ. Pengaturan AC telah mengadopsi rancangan terbaru VW, yaitu pakai touch control alias sentuh-geser.
Bilah setir juga telah memakai desain terkini VW, layaknya yang dipakai di seri-seri terbaru, seperti T-Roc, atau model ID, dengan bagian bawah rata, dan logo baru VW di bagian tengah yang hitam mengilap. Sayangnya, pengaturan tombol di bilah setir agak di luar kebiasaan. Pengaturan audio, yang biasanya terpusat di sisi kanan, tercerai-berai di sisi kanan dan kiri.
Menyetir T-Cross selama beberapa hari ternyata melebihi ekspektasi. Absennya fitur-fitur modern masa kini hanya mengganjal di awal saja. Mesin 3 silinder berkubikasi kecil yang biasanya berisik dan bergetar tak terjadi di T-Cross. Penyuka VW masa kini rasanya bakal menerima kehadiran T-Cross. Jika belum berpengalaman dengan VW, perlu uji coba beberapa hari untuk jatuh suka. Kami sudah.
Baca juga: Menengok Jatiluhur dengan Tiguan Allspace