Pilihan lawatan ke China-AS di awal masa pemerintahannya mencerminkan elemen perspektif realis dalam pandangan Prabowo.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Prabowo Subianto melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Gedung Putih, Washington DC, AS, 12 November 2024.
Lawatan Presiden Prabowo Subianto ke China dan Amerika Serikat menggarisbawahi jalan bebas-aktif Indonesia. Kolaborasi, bukan konfrontasi, pilihan langkahnya.
China dan Amerika Serikat (AS), dua negara yang beberapa tahun terakhir bersaing sengit memperebutkan pengaruh dan supremasi global, dipilih sebagai tujuan lawatan awal Prabowo selepas dilantik sebagai presiden. Bukan negara tetangga di kawasan Asia Tenggara yang dituju. Singapura di bawah Perdana Menteri Lawrence Wong malah lebih dulu berkunjung ke Jakarta, dua hari jelang keberangkatan Prabowo.
Pilihan negara tujuan lawatan awal itu sendiri sudah sarat makna. Mengapa lebih dulu ke China dan AS? Hal ini tak bisa dilepaskan dari pandangan dunia Prabowo dalam menempatkan tujuan negara, yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 di tengah tantangan geopolitik dan geostrategis saat ini.
Kompas
Presiden Prabowo Subianto akhirnya melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Gedung Putih, Washington DC, pada Selasa (12/11/2024). Ada yang menarik dari pertemuan ini, yaitu isi pembicaran Prabowo-biden dan bagaimana gesture keduanya saat bertemu?
Dalam hal ini, menarik ulasan Profesor Riset pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dewi Fortuna Anwar yang dipaparkan pada jurnal Asia Policy(Oktober 2024). Ada elemen perspektif realis, demikian pengamatan Dewi atas pandangan dunia Prabowo yang terekam selama beberapa tahun, dalam melihat persaingan kekuatan dunia secara terus-menerus sebagai penggerak sistem internasional yang anarkis.
Ketegangan kawasan dan global akibat rivalitas AS-China itu perlu dinavigasi demi memastikan keamanan, kedaulatan, dan tercapainya tujuan nasional Indonesia. Dalam konteks ini, bisa dipahami pilihan lawatan Prabowo ke China dan AS.
Ketegangan kawasan dan global akibat rivalitas AS-China itu perlu dinavigasi demi memastikan keamanan, kedaulatan, dan tercapainya tujuan nasional Indonesia.
Dalam keterangan pers di Washington DC, Prabowo menyatakan keinginannya bekerja sama dan menghormati semua kekuatan, dengan tetap mempertahankan kedaulatan. ”Saya percaya kolaborasi, kerja sama, selalu lebih baik daripada konfrontasi atau konflik. Tentunya ini harus diupayakan, tidak akan datang sendiri,” kata Prabowo (Kompas.id, 14/11/2024).
Dalam kunjungan Prabowo ke China, Indonesia dan tuan rumah menandatangani dokumen kerja sama dalam berbagai bidang, seperti pengembangan kerja sama maritim, perikanan, sumber daya mineral, mineral hijau, sumber daya air, keselamatan maritim, penilaian kesesuaian, ekonomi hijau, perumahan, dan impor kelapa Indonesia. Lawatan itu, menurut Kadin Indonesia, menghasilkan kesepakatan kerja sama ekonomi senilai 10 miliar dollar AS atau Rp 156 triliun.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden China Xi Jinping memeriksa pasukan dari Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China dalam upacara kenegaraan penyambutan kunjungan kenegaraan Prabowo di Great Hall of The People, Beijing, China, Sabtu (9/11/2024),
Adapun di AS, Prabowo dan Presiden Joe Biden berkomitmen memperdalam hubungan dengan memperluas kerja sama bidang-bidang baru, seperti iklim, energi, hak asasi manusia dan tenaga kerja, kebijakan luar negeri, dan kebijakan keamanan nasional. Kontak telepon Prabowo dan Presiden terpilih AS Donald Trump menjadi modal awal yang penting dalam hubungan Jakarta-Washington empat tahun ke depan.
”Realisme dalam keamanan nasional, nasionalisme pragmatis guna mendukung pembangunan ekonomi, serta idealisme dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas kawasan dan internasional”, demikian Dewi Fortuna menggambarkan proyeksi kebijakan luar negeri RI di bawah Prabowo.
Satu sorotan kritis tertuju dalam lawatan Prabowo ke China terkait isu klaim tumpang tindih di Laut China Selatan (LCS). Ada tuduhan, mengacu pernyataan bersama, Indonesia berubah sikap dengan mengakui klaim China. Kementerian Luar Negeri RI menyatakan tidak ada pengakuan itu. Namun, pernyataan itu telah menimbulkan kegerahan di kawasan.
Situasi ini perlu segera ditangani. Jangan sampai mampu menavigasi rivalitas China-AS, tetapi hubungan dengan beberapa negara tetangga di kawasan menjadi kurang nyaman.