Langkah para dosen ASN Kemendikbudristek memperjuangkan tukin adalah demi keadilan dan profesionalitas mereka.
Oleh
REDAKSI
·1 menit baca
Pembedaan pemberian tunjangan kinerja bagi dosen ASN tidak hanya berdampak pada kesejaht eraan dosen, tetapi juga terutama ini bentuk ketidakadilan.
Tunjangan kinerja (tukin) merupakan tunjangan yang diberikan kepada aparatur sipil negara (ASN). Tujuannya, antara lain, untuk meningkatkan kinerja dan meningkatkan kesejahteraan pegawai. Namun, berbeda dengan ASN lainnya, bahkan dosen ASN kementerian/lembaga lainnya, dosen ASN Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tidak mendapatkan tukin.
Dengan kondisi tersebut, dibandingkan dengan dosen ASN Kementerian Agama (Kemenag), misalnya, gaji yang dibawa pulang (take home pay) dosen ASN Kemendikbudristek lebih rendah sekitar Rp 5 juta (Kompas.id, 16/9/2024). Angka nominal yang cukup besar untuk tambahan hidup lebih layak.
Para dosen ASN Kemendibudristek yang bekerja di perguruan tinggi negeri (PTN) badan hukum ataupun PTN badan layanan umum bisa mendapatkan renumerasi dari kampusnya. Namun, di luar itu, dosen ASN Kemendikbudristek hanya mendapatkan gaji pokok, tunjangan fungsional, dan tunjangan profesi.
Sebagai pekerja intelektual, dengan beban kerja berat karena harus menjalankan Tridharma dan beban administrasi, sudah seharusnya kesejahteraan dosen terjamin. Kesejahteraan dosen terkait erat dengan kualitas layanan di pendidikan tinggi. Dosen juga membutuhkan biaya untuk meningkatkan kompetensi keilmuannya.
Karena itu, langkah para dosen ASN Kemendikbudristek memperjuangkan tukin juga bukan semata memperjuangkan kesejahteraan, lebih dari itu, memperjuangkan keadilan dan profesionalitas mereka. Sebagai tenaga profesional, sudah selayaknya dosen mendapatkan penghargaan yang sepadan dengan profesionalitasnya. Ketidakadilan yang mereka alami sejatinya juga sangat mencederai profesionalitas mereka.
Pembedaan pemberian tukin bagi dosen ASN juga tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang ini menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, dosen berhak mendapatkan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
Diskriminasi tukin dosen ASN Kemendikbudristek ini juga mencederai hak para anak bangsa. Mereka berhak mendapatkan pendidikan tinggi yang berkualitas. Namun, apa jadinya jika para dosennya harus melakukan kerja sampingan supaya dapat hidup layak. Hasil survei Serikat Pekerja Kampus menunjukkan, 76 persen dosen harus melakukan kerja sampingan di luar tugas utama Tridarma agar dapat hidup layak.
Karena itu, sudah seharusnya diskriminasi pemberian tukin ini diakhiri. Jika dosen ASN Kemenag dan kementerian/lembaga lain bisa mendapatkan tukin, seharusnya hal yang sama berlaku untuk dosen ASN Kemendikbudristek.
Bola ada di Kemendibudristek untuk menambahkan kelas jabatan dosen ASN Kemendikbudristek di peraturan yang ada. Dengan demikian, para dosen itu bisa mendapatkan haknya sebagaimana rekan mereka, misalnya dosen ASN Kemenag.