Setelah menempuh jarak 32.814 kilometer di empat negara Asia dan Oseania, Paus Fransiskus kembali ke Vatikan.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Kunjungan pimpinan umat Katolik sedunia itu menunjukkan, ia tidak sekadar menjumpai umat dan pemerintah setempat, tetapi juga memahami persoalan yang dihadapi di setiap negara tersebut, khususnya yang terkait dengan kemanusiaan. Saat di Singapura, Paus Fransiskus menyatakan, ”Para pekerja ini berkontribusi besar kepada masyarakat dan seharusnya dijamin (mendapat) upah yang adil.”
Dalam pidatonya di Pusat Kebudayaan Universitas Nasional Singapura, Paus mengingatkan agar Singapura jangan hanya memandang pencapaian dan prestasi. ”Saya ingin menyoroti risiko hanya fokus pada pragmatisme atau menempatkan penilaian berbasis kinerja di atas semuanya, khususnya dampak tak disengaja berupa pengecualian kepada mereka yang tersisih dari mendapat manfaat atas kemajuan,” ujarnya. Paus juga memuji negeri itu (Kompas, 13/9/2024).
Sebagai negara yang maju dan makmur, tampaknya Paus memahami, Singapura bisa secara tak sengaja menyisihkan mereka yang kecil, termasuk pekerja migran.
Timor Leste, sebagai negara yang relatif masih muda setelah lepas dari Indonesia, Paus Fransiskus melihat negara itu masih mempunyai persoalan persatuan antarwarga. Ia pun mengingatkan pentingnya rekonsiliasi. Saling menghargai dimulai dari dalam rumah. Contohnya, anak dan orangtua duduk makan bersama di meja. Dari situ, anak muda belajar menghargai orang yang lebih tua. Paus juga tidak menyembunyikan kekhawatirannya akan perundungan di kalangan anak muda. Paus mengajak mereka saling respek dan menjaga persahabatan antarsesama. Warga Timor Leste diingatkan agar terus membangun rekonsiliasi dengan saling mengampuni.
Di Papua Niugini, Paus mengunjungi dua kota: Port Moresby dan Vanimo. Persoalan di negeri yang berbatasan dengan Papua, wilayah Indonesia, itu Paus menyoroti kekerasan yang masif terjadi di negara itu, khususnya terhadap etnis lain dan Perempuan. Ia juga melihat pemanfaatan alam Papua Niugini yang masih kurang menyejahterakan rakyatnya.
Paus mengatakan, Papua Niugini adalah negeri yang diberi kekayaan alam berlimpah, yang dapat menjadi berkat bagi seluruh rakyat. Di sisi lain, banyak perempuan Papua Niugini mengalami kekerasan. Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 60 persen perempuan di negara itu mengalami kekerasan fisik dan seksual, dua kali lipat angka kekerasan global terhadap perempuan (Kompas.id, 7/9/2024).
Di Indonesia, negara dengan penduduk mayoritas Muslim, dia menekankan pentingnya dialog dan saling menghormati antarumat beragama: toleransi. Jangan lelah menaburkan jala perdamaian. Paus menandatangani Deklarasi Istiqlal, yang menandai persaudaraan lintas iman bersama dengan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar. Inilah pesan persaudaraan antarumat beragama untuk kemanusiaan (ukhuwah insaniyah). Kini saatnya bagi warga dunia, tidak terbatas empat negara yang dikunjungi, untuk mewujudkan pesannya: persaudaraan dan perdamaian antarmanusia.