Konstitusi mengamanatkan negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk pendidikan nasional.
Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 31 Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945. Dan, sejak APBN 2009, pemerintah memenuhi kewajiban anggaran pendidikan 20 persen dari APBN dan APBD. Penentuan alokasi wajib anggaran pendidikan tersebut mengacu pada belanja negara.
Kini, pemerintah mewacanakan perubahan penentuan alokasi wajib anggaran pendidikan, mengacu pada pendapatan negara. Perubahan ini bukan sekadar perubahan penghitungan anggaran pendidikan, melainkan juga perubahan besaran anggaran pendidikan yang bisa menurun.
Baca juga: Pastikan Pemanfaatan Anggaran Pendidikan, Bukan Mengubah Besarannya
Dalam RAPBN 2025, anggaran pendidikan dialokasikan Rp 722,6 triliun sesuai aturan 20 persen dari total belanja Rp 3.613,06 triliun. Jika penetapannya kelak 20 persen dari pendapatan, alokasi anggaran pendidikan turun menjadi Rp 599,3 triliun (Kompas.id, 6/9/2024).
Karena itu, wacana tersebut menjadi ironi di tengah kondisi pendidikan di Indonesia yang masih membutuhkan dukungan anggaran lebih memadai guna menyelesaikan persoalan dasar pendidikan. Masih ada pekerjaan rumah untuk meningkatkan akses dan partisipasi pendidikan. Belum lagi soal kualitas pendidikan yang masih stagnan rendah.
Anggaran pendidikan kita selama ini pun sebenarnya belum sesuai amanat Konstitusi yang diturunkan dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ketentuan bahwa anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen APBN dan APBD, dianulir oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No 24/2007. Dengan putusan MK, anggaran pendidikan termasuk di dalamnya gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan.
Dalam APBN 2024, anggaran pendidikan ditetapkan Rp 665 triliun. Dari jumlah itu, yang dikelola Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi hanya Rp 98,9 triliun serta Kementerian Agama hanya Rp 62,305 triliun. Selebihnya dialokasikan ke 22 kementerian/lembaga, pengeluaran pembiayaan (termasuk dana abadi), anggaran pendidikan pada belanja non-K/L, serta terbesar untuk transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp 356,5 triliun.
Baca juga: Utak-atik Anggaran Pendidikan demi Ruang Manuver Pemerintahan Baru
Dengan kondisi seperti itu, pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana komitmen pemerintah untuk memajukan pendidikan melalui penyediaan anggaran yang memadai? Apakah masalah realisasi anggaran pendidikan di APBN yang tidak pernah mencapai 100 persen dan permasalahan dalam realisasi atau penyerapan anggaran tepat diatasi dengan mengubah acuan penetapan belanja wajib pendidikan?
Perubahan acuan penetapan belanja wajib pendidikan tanpa evaluasi efektivitas penggunaan anggaran ataupun kualitas program pendidikan bisa jauh panggang dari api dalam pencapaian cita-cita Indonesia Emas 2045. Pembangunan sumber daya manusia membutuhkan dukungan anggaran. Butuh pembuktian komitmen negara untuk hal ini.