Mengelola Makan Siang Gratis di Sekolah
Program makan siang di sekolah sebaiknya dapat dilakukan pemda setempat, menu dapat disesuaikan dengan kuliner setempat.
Seperti halnya makan siang di sekolah dalam pendidikan di Finlandia, apabila dikelola dengan baik, Indonesia dapat melaksanakannya, bahkan melestarikan kuliner daerah.
Pada tahun ajaran musim gugur 2024 ini, ada kebijakan baru yang diterapkan pemerintah daerah di kota tempat saya tinggal di Finlandia, yaitu masyarakat umum dapat membeli makanan sekolah yang tersisa di 10 sekolah yang ditunjuk. Masyarakat umum dapat membelinya dengan harga murah, dan ini merupakan salah satu cara untuk menghindari membuang-buang makanan.
Sekolah-sekolah di Finlandia memang menyediakan makan siang hangat di sekolah (school meals) yang bahkan merupakan bagian dari kurikulum pembelajaran di sekolah (dinas pendidikan). Menu makanan serupa juga tersedia untuk makanan di rumah sakit (dinas kesehatan) dan panti jompo (dinas sosial).
Di Indonesia, salah satu program unggulan presiden terpilih, Prabowo Subianto, adalah makan siang gratis atau program makanan bergizi. Program yang belum dijabarkan bagaimana implementasinya ini sudah menuai kontroversi karena diperkirakan menghabiskan biaya APBN Rp 1 triliun per hari.
Baca juga: Menuntut Ilmu Makan Siang Gratis ke Negeri China
Belum lagi Presiden Joko Widodo malah sudah membentuk Badan Gizi Nasional yang akan mengelola program tersebut. Pengelolaan program makan siang gratis semestinya dapat dilakukan Kementerian Kesehatan atau Kementerian Sosial, bahkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) apabila program makanan bergizi dilakukan di sekolah-sekolah.
Simulasi makan siang gratis pun sudah mulai diadakan di sejumlah sekolah dan dalam simulasi tersebut, siswa-siswa mendapatkan satu porsi makan siang dalam kontak makanan plastik. Tidak ada pilihan, baik siswa suka maupun tidak suka menunya, ia akan mendapatkan satu porsi makan siang yang sudah ditetapkan.
Tidakkah terlihat hal tersebut ”menurunkan” martabat siswa untuk menerima jatah makan dengan porsi yang telah ditentukan? Belum lagi, tampaknya guru-guru terlibat dalam membagikan makan siang tersebut, apakah pekerjaan guru juga ditambah untuk mengurus makan siang anak sekolah?
Dengan banyaknya kontroversi mengenai hal ini, bagaimana sebaiknya program makan siang dilakukan? Mari kita belajar dari pengalaman Finlandia mengelola makan siang di sekolah.
Dalam kerangka pendidikan
Sejak buku Sistem Pendidikan Finlandia (2019) diterbitkan, saya termasuk yang menyuarakan pentingnya pemerintah daerah dan sekolah dalam menyediakan makan siang bagi para siswanya di sekolah (juga pendidikan dasar gratis termasuk buku pelajaran dan alat tulisnya). Jadi makan siang bergizi yang disediakan di sekolah merupakan bagian dari pembelajaran di sekolah.
Di Finlandia, semua anak sekolah dari TK sampai SMA mendapatkan makan siang gratis di sekolahnya, dan ini dilaksanakan secara bergotong royong dari pihak sekolah dan pemerintah daerah, dalam hal ini dinas sosial dan kesehatan.
Sejarahnya, pemberian makan siang di sekolah, di Finlandia sejak tahun 1940-an, akan memberikan energi dan nutrisi belajar kepada para siswa dalam hal proses pembelajaran mereka. Lagi pula untuk siswa yang tidak mampu, apabila ia tidak sarapan pagi dan tidak bisa makan malam di rumah, setidaknya ia sudah mendapatkan makanan yang sehat bernutrisi di sekolah, sekali pada hari itu.
Karena masuk dalam sistem pendidikan, maka jadwal makan siang di sekolah akan masuk dalam jadwal pelajaran sekolah, biasanya sekitar 20 menit per kelas, yang berlangsung sejak pukul 11.00 hingga pukul 13.00. Karena itu, di sekolah-sekolah selalu ada ruangan semacam kafe, tempat para siswa akan mengantre dan mengambil menu makanan yang disukainya.
Di Finlandia, semua anak sekolah dari TK sampai SMA mendapatkan makan siang gratis di sekolahnya, dan ini dilaksanakan secara bergotong royong dari pihak sekolah dan pemerintah daerah.
Biasanya dalam satu hari, ada tiga jenis menu makanan yang disediakan, dan selalu tersedia 1 menu khusus tanpa produk daging atau menu vegetarian/vegan. Saya pun pernah menjumpai sekolah yang amat sederhana dan makan siang mereka dilakukan di dalam ruangan terbesar di sekolah tersebut (biasanya ruangan pertemuan), tetapi idenya tetap sama, seperti menu prasmanan.
Para siswa mengantre mengambil piring dan alat makan, kemudian memilih menu yang disediakan hari itu dalam nampan. Para siswa mengambil kentang, roti, sayuran, lauk, dan minuman (biasanya susu dan air putih) di nampannya. Mereka dapat memilih dan mengambil sayur-sayuran yang banyak, atau karbohidrat yang lebih banyak. Intinya memilih sendiri apa yang menjadi selera mereka hari itu. Tidak dijatah dalam kotak.
Dalam hal makan pun, para siswa akan duduk dengan rapi sambil makan bersama, bercakap-cakap dengan guru atau teman-teman mereka. Mereka belajar etika makan dengan baik. Kemudian setelah selesai makan, mereka akan mengembalikan peralatan makan ke tempat yang disediakan.
Apabila ada sampah yang tersisa, siswa akan membuangnya sesuai jenis sampah organik atau sampah kering. Ini mendorong kebersihan dan menyortir jenis makanan dengan tepat. Biasanya jenis sampah organik dapat dibuat kompos oleh sekolah.
Baca juga: Makan Siang Gratis, antara Keseragaman dan Keberagaman
Jadi, pemberian makan siang di sekolah memberikan pendidikan berharga. Bagi siswa, ia akan belajar antre dan dengan demikian siswa sejak dini sudah belajar menghormati orang lain. Siswa juga memilih makanan sesuai seleranya dari menu yang ditawarkan, berarti belajar tidak membuang makanan. Siswa juga belajar etika makan yang baik, mengembalikan alat makan setelah selesai makan, dan juga menyortir sampah makanannya. Ini pendidikan yang baik dan dapat menjadi bekal di kemudian hari.
Bagi pemerintah daerah, menu-menu makanan yang disediakan semestinya menjadi sarana untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi. Di tempat saya tinggal, Kota Jyväskylä, pemerintah daerah memberikan informasi menu makanan sekolah setiap dua minggu sekali, juga kandungan gizi dan sumber bahan makanan yang diolah.
Untuk Indonesia, penyediaan makan siang di sekolah dapat menjadi salah satu cara melestarikan makanan lokal dari daerah tertentu, atau makanan rumahan yang sehat, seperti sayur bayam, lodeh, ditambah penganan dan buah-buah segar lokal. Juga melibatkan warga setempat.
Pembiayaan
Pembiayaan program makan siang gratis di Indonesia sempat menuai kontroversi, dan dapat berpotensi menjadi wilayah korupsi. Mengacu program yang sama di Finlandia, fokus penyediaan makan siang dapat dilakukan di sekolah-sekolah terlebih dahulu. Apabila makan siang di sekolah masih tersedia, mungkin dapat membuka mekanisme menjual makan siang sekolah ke masyarakat umum dengan harga murah?
Biasanya untuk sekolah kejuruan bidang tata boga, sekolahnya juga memiliki kebun sendiri dan membuka kafe untuk umum. Jadi bahan memasak juga dapat didapatkan dari kebun tanaman sekolah sendiri dan hasilnya dapat dijual kepada masyarakat umum setempat dengan harga terjangkau. Jadi ekonomi berputar di daerah tersebut.
Program makan siang di sekolah sebaiknya dapat dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota setempat sehingga menu dapat disesuaikan dengan kuliner setempat. Libatkan juga warga daerah setempat, seperti lembaga swadaya masyarakat, politisi, dan pengusaha-pengusaha lokal di daerah, misalnya program sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).
Indonesia merupakan negara paling dermawan di dunia. Masyarakat yang paling murah hati. Ini bisa dimanfaatkan. Daripada memikirkan biaya dari pusat dan APBN yang besar sampai triliunan rupiah, akan lebih bijaksana apabila makan siang didiskusikan bersama pemerintah daerah di DPRD, misalnya.
Baca juga: Mengkritisi Program Makan Siang Gratis
Libatkan usaha-usaha katering, warga pensiunan yang gemar memasak untuk membantu menyiapkan makanan bersama-sama untuk sekolah. Libatkan para pekerja LSM untuk menjalankan program pelestarian budaya daerah setempat, atau pengusaha-pengusaha setempat untuk berderma menyediakan makan siang di sekolah, dalam program CSR mereka, misalnya. Juga politisi untuk berkomitmen memberikan bahan makanan sehat untuk beberapa waktu.
Pastikan ahli gizi, Badan POM, dan dinas kesehatan memantau makanan yang disediakan dan cara penyajiannya. Pihak filantropi juga bisa dilibatkan. Seperti layaknya penyediaan makanan buka bersama, penyediaan makan siang di sekolah dapat dilakukan dengan ide yang sama. Namun idealnya, dalam kerangka pendidikan dan bermanfaat bagi masyarakat setempat.
Kemudian, biarkan siswa memilih makanannya secara prasmanan, memilih sendiri sesuai porsi yang mereka minati. Piring yang dapat digunakan lagi, atau daun. Ke depan, siswa juga belajar untuk tidak membuang-buang makanan dan makan yang cukup sesuai porsi tubuhnya.
Semua bisa dilakukan apabila niatnya jelas dan semua pihak, sebaiknya di tingkat lokal, mau bekerja sama. Penyediaan makan siang di sekolah—seperti di Finlandia—sebagai bagian dari pendidikan akan menghasilkan siswa yang sehat dan beretika baik dalam hal makan bersama.
Ratih D Adiputri, Peneliti dan Dosen di Universitas Jyväskylä, Finlandia