Indonesia yang mempunyai pasar di China perlu mempersiapkan pasar lain sehingga guncangan di China bisa dikompensasi.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Kondisi ekonomi di China, sudah lama diketahui banyak kalangan, mudah sekali mengguncang ekonomi global. Industri mobil Eropa mulai terdampak.
September kelabu untuk Volkswagen Group. Raksasa otomotif Jerman itu mau menutup salah satu pabrik di Jerman. Merek kebanggaan Jerman menutup pabrik di Jerman. Sulit dipahami. Rencana penutupan itu diungkap CEO Volkswagen Group Oliver Blume pada Rabu (4/9/2024). Ia menyebutkan, situasi memaksanya mempertimbangkan penutupan salah satu pabrik di Jerman. Kelompok usaha yang menaungi 10 jenama otomotif itu juga mengabarkan hal buruk lain pada pekerja. Sejatinya, angka penjualan VW Grup secara global sempat naik pada 2023. Paruh pertama 2023, nilai penjualan naik 18 persen atau senilai 174 miliar dollar AS. Akan tetapi, situasi tak terduga terjadi di tahun ini (Kompas.id, 9/9/2024).
Turunnya permintaan konsumen di China, pasar terbesar VW, memukul perusahaan. Penjualan di China turun hingga 7 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023 dan membuat laba perusahaan anjlok 11,4 persen menjadi hanya 11,2 miliar dollar AS.
Kondisi seperti ini sebenarnya tidak hanya dialami oleh VW. Ketika perubahan ekonomi di China banyak perusahaan yang pasarnya bergantung pada China ikut terguncang. Beberapa industri yang melaporkan dampak itu antara lain industri mode kelas atas, industri makanan, industri minuman, dan juga jaringan ritel.
Beberapa eksportir produk makanan asal Indonesia pernah menceritakan masalah ini. Begitu ekonomi China turun, mereka tidak bisa lagi menjual produk ke China. Permintaan pasar terhadap beberapa produk itu langsung ikut turun dan bahkan menghilang. Malangnya bila penurunan ekonomi ini berlangsung lama, rantai pasok sudah berubah dan tidak mudah untuk memulihkan kembali. Mereka harus merintis dari awal lagi yang tak mudah.
Masalah makin berlipat ketika China kemudian bisa memproduksi barang sejenis. VW terdampak karena China berhasil membuat mobil sejenis dengan harga terjangkau. Apalagi produsen China juga makin banyak memproduksi mobil masa depan, yaitu mobil listrik dengan harga lebih murah. Otomatis produsen dari luar negeri harus bersaing ketat di pasar China. Meski berbagai efisiensi dilakukan, tetapi tak bisa menolong mereka.
Melihat contoh-contoh di atas, semua produsen Indonesia yang mempunyai pasar di China perlu mempersiapkan pasar lain sehingga guncangan pasar di China bisa dikompensasi di pasar baru. Upaya ini tak mudah karena pasar China sangat besar dan menggiurkan. Meski demikian, upaya mencari pasar baru harus terus dilakukan agar pasar bertambah besar dan untuk berjaga-jaga bila ekonomi China berubah. Cara ini adalah jalan satu-satunya yang memungkinkan produsen tak terlena dengan pasar China yang besar.