Demokrasi Ekonomi Faisal Basri
Faisal adalah sosok yang tak mau diam saat melihat ketimpangan terjadi di mana pun, termasuk di lingkungan kawan sendiri
Saya mengenal secara pribadi Faisal Basri sejak sama-sama aktif di Partai Amanat Nasional (PAN) tahun 1998. Beliau adalah salah satu inisiator, anggota formatur, dan sekretaris jenderal pertama PAN. Sementara saya hanya anggota biasa dengan jabatan terakhir sebagai wakil sekjen di era kepemimpinan Soetrisno Bachir, saat Faisal sudah mundur dari PAN.
Kemunduran Faisal dari PAN adalah bagian dari komitmennya untuk berpegang teguh pada nilai-nilai demokrasi yang menjadi dasar utama partai berlambang matahari itu. Sebelum di PAN, saya sudah mengenal Faisal melalui tulisan-tulisannya yang kritis dan tajam.
Faisal adalah sosok yang tidak mau diam saat melihat ketimpangan terjadi. Saat ketimpangan itu ia lihat, di mana pun adanya, termasuk di lingkungan kawan sendiri, ia akan mengkritiknya dengan keras. Apalagi saat ketimpangan dilakukan oleh para petinggi negara, kritik-kritik Faisal akan semakin lantang.
Kita menjadi saksi, sampai akhir hayatnya, bahkan entah sampai kapan, kritik-kritik Faisal yang tersebar di berbagai platform media masih terdengar amat nyaring.
Kata Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, Faisal adalah intelektual di bidang ekonomi yang berani. Tidak banyak orang pintar yang berani menyuarakan pendapatnya di depan umum, terlebih kepada pemerintah.
Kita menjadi saksi, sampai akhir hayatnya, bahkan entah sampai kapan, kritik-kritik Faisal yang tersebar di berbagai platform media masih terdengar amat nyaring.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, yang kerap menjadi sasaran kritik Faisal, kritik-kritik itu dipandangnya sangat penting dan berguna bagi kemajuan ekonomi Indonesia. Karena rasa hormatnya, begitu mendengar berita wafatnya sang ekonom, Kamis (5/9/2024), Luhut pun langsung melayat ke rumah duka. Ia merasa sangat kehilangan.
Mengapa kritik-kritik keras Faisal penting dan berguna? Karena apa yang ia sampaikan, selain berbasis data yang lengkap dan akurat, juga tak lepas dari prinsip-prinsip demokrasi dalam bidang ekonomi sebagaimana tertuang dalam konstitusi, yakni Undang-Undand Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945).
Menulis tentang Faisal Basri dalam perspektif demokrasi ekonomi merupakan hal menarik mengingat ekonom yang pernah mencalonkan diri menjadi gubernur DKI Jakarta dari jalur independen berpasangan dengan Biem Benyamin ini sangat sering berbicara tentang keadilan sosial dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.
Demokrasi ekonomi adalah pendekatan ekonomi yang didasarkan pada prinsip-prinsip konstitusi yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang diamanatkan oleh UUD 1945, terutama menyangkut kesejahteraan sosial, pemerataan, dan keadilan bagi seluruh rakyat. Karena Indonesia dibangun oleh para pendiri bangsa dengan semangat demokrasi, maka demokrasi ekonomi menyangkut seluruh aspek kegiatan ekonomi yang dilakukan dari rakyat untuk rakyat.
Menurut Mubyarto (1999:81), demokrasi ekonomi adalah suatu sistem perekonomian nasional yang merupakan perwujudan dari falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang menjelaskan tentang kekeluargaan dan kegotongroyongan dari, oleh, dan untuk rakyat di bawah pimpinan dan pengawasan pemerintah.
Lima prinsip
Setidaknya ada lima prinsip dalam demokrasi ekonomi yang menjadi perhatian Faisal Basri. Pertama, prinsip keadilan sosial. Salah satu prinsip utama demokrasi ekonomi di Indonesia adalah keadilan sosial, yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 33.
Pasal 33 UUD 1945 menekankan bahwa perekonomian harus disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara.
Ia mengkritik struktur ekonomi Indonesia yang sering kali dikuasai oleh segelintir oligarki dan monopoli, yang bertentangan dengan semangat demokrasi ekonomi.
Faisal Basri, dalam berbagai kesempatan, sering menekankan pentingnya reformasi ekonomi yang lebih adil dan inklusif, sesuai dengan semangat Pasal 33 UUD 1945. Ia mengkritik struktur ekonomi Indonesia yang sering kali dikuasai oleh segelintir oligarki dan monopoli, yang bertentangan dengan semangat demokrasi ekonomi. Faisal kerap menyuarakan agar negara berperan aktif dalam memastikan kekayaan alam Indonesia dikelola untuk kesejahteraan rakyat, bukan dikuasai oleh elite tertentu.
Baca juga: Ekonom Senior yang Kritis itu Telah Berpulang
Kedua, peran negara dalam pengelolaan sumber daya alam. Dalam perspektif demokrasi ekonomi, negara sebagai institusi yang mewakili kepentingan rakyat memiliki peran besar dalam pengelolaan sumber daya alam. Hal ini juga merupakan salah satu isu yang sering diangkat oleh Faisal Basri.
Faisal secara konsisten menyerukan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Ia menyoroti bagaimana sektor-sektor strategis, seperti minyak dan gas, batubara, serta sumber daya alam lainnya sering kali dieksploitasi tanpa mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat luas.
Bahkan, belakangan ini, kritik Faisal teramat keras soal pertambangan nikel yang menurut dia penduduk setempat (pribumi) hanya menikmati 10 persen saja, itu pun bukan dari hasil yang didapat, melainkan hanya dari royalti. Artinya, hampir seluruh hasil pertambangan nikel diboyong ke negara asal investornya, yakni China.
Faisal secara konsisten menyerukan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia.
Sebagai seorang ekonom, Faisal mendukung peran negara dalam mengatur dan mengawasi industri strategis. Namun, ia juga mengkritik inefisiensi dan korupsi yang sering menghambat pengelolaan sektor-sektor tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip demokrasi ekonomi yang mengedepankan pengelolaan sumber daya untuk kepentingan bersama, bukan untuk keuntungan segelintir kelompok.
Ketiga, pemerataan ekonomi dan ketimpangan. Faisal Basri juga sangat fokus pada isu pemerataan ekonomi, yang merupakan inti dari demokrasi ekonomi. Ia sering mengkritik kebijakan ekonomi yang cenderung pro-pasar bebas tanpa mempertimbangkan aspek-aspek ketimpangan sosial.
Faisal melihat bahwa ketimpangan ekonomi di Indonesia, baik dalam hal distribusi kekayaan maupun kesempatan, merupakan masalah serius yang harus diatasi.
Dalam konteks demokrasi ekonomi, Pasal 33 UUD 1945 menegaskan pentingnya ekonomi yang berkeadilan, di mana semua lapisan masyarakat dapat berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi. Faisal sering berbicara tentang perlunya kebijakan redistribusi yang lebih adil, baik melalui reformasi perpajakan, subsidi yang tepat sasaran, maupun kebijakan afirmatif yang bisa membantu kelompok masyarakat yang tertinggal.
Baca juga: Mengenang Sosok dan Pemikiran Faisal Basri
Keempat, kritik terhadap neoliberalisme. Faisal Basri, seperti umumnya ekonom alumnus Amerika, sangat mendukung pasar yang terbuka. Akan tetapi, ia dikenal sebagai pengkritik keras neoliberalisme yang terlalu ekstrem, yang ia pandang bertentangan dengan semangat ekonomi kerakyatan yang diamanatkan oleh konstitusi.
Dalam pandangan Faisal, terlalu banyak ketergantungan pada pasar bebas dapat menyebabkan ketimpangan yang semakin tajam dan menempatkan rakyat kecil dalam posisi yang semakin rentan. Ia sering menggarisbawahi bahwa kebijakan ekonomi harus didasarkan pada prinsip keadilan sosial dan bukan semata-mata pada efisiensi ekonomi atau pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).
Ini sejalan dengan prinsip demokrasi ekonomi yang menempatkan kesejahteraan rakyat di atas keuntungan ekonomi semata. Bagi Faisal, pasar tidak bisa dibiarkan berjalan tanpa regulasi yang memastikan bahwa semua lapisan masyarakat dapat merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi.
Bagi Faisal, pasar tidak bisa dibiarkan berjalan tanpa regulasi yang memastikan bahwa semua lapisan masyarakat dapat merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi.
Kelima, ekonomi yang berkelanjutan. Dalam demokrasi ekonomi, keberlanjutan pembangunan juga merupakan bagian penting. Pertumbuhan ekonomi tidak boleh merusak lingkungan atau merampas hak-hak generasi mendatang.
Faisal Basri sering berbicara tentang pentingnya pembangunan yang berkelanjutan, terutama dalam konteks pengelolaan sumber daya alam dan energi. Ia mendorong agar Indonesia lebih fokus pada diversifikasi ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada industri ekstraktif yang merusak lingkungan.
Dalam hal ini, pemikiran Faisal selaras dengan prinsip demokrasi ekonomi yang menekankan tanggung jawab negara untuk menjaga keberlanjutan alam dan sumber daya bagi generasi masa depan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Ayat (4) UUD 1945 tentang ekonomi yang berkelanjutan.
Faisal Basri, sebagai ekonom dan pengamat kebijakan, sering kali menawarkan analisis dan solusi yang sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi. Ia mendukung peran negara yang kuat dalam memastikan pemerataan dan keadilan sosial, tetapi juga menekankan pentingnya tata kelola yang baik, transparansi, dan akuntabilitas.
Pandangannya tentang pentingnya melawan monopoli, memperjuangkan keadilan ekonomi, dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan menjadikan Faisal sebagai salah satu tokoh yang relevan dalam diskursus tentang penerapan demokrasi ekonomi dan konstitusi di negeri ini.
Abd Rohim Ghazali, Senior Fellow Maarif Institute, Direktur Eksekutif Inisiatif Demokrasi untuk Semua (InDesa)