Paus Fransiskus dan Orang Muda
Pada orang muda, Paus berpesan, kepedulian adalah tindakan yang harus dilakukan untuk memperlihatkan nilai kemanusiaan.
Suatu pagi, sudut-sudut kota Roma masih sepi. Para tunawisma masih tertidur lelap di depan-depan toko. Saya menumpang Metro dari penginapan di Via Palestro menuju Vatikan. Hari itu, semua delegasi konferensi yang sedang saya ikuti di Roma dijadwalkan bertemu Paus Fransiskus dalam sebuah audiensi di Paul VI Audience Hall.
Untuk kesempatan langka ini, meskipun semua delegasi dapat masuk, saya memutuskan pergi lebih pagi, agar bisa duduk di barisan depan.
Sampai di Stasiun Ottaviano, saya lari bergegas. Kurang lebih pukul lima pagi saya sudah sampai di sekitar Basilika Santo Petrus. Ternyata delegasi yang banyak terdiri dari orang-orang muda juga sudah ramai tiba.
Saya lekas mencari celah untuk memulai antrean dekat arah masuk tempat audiensi. Syukurlah, saya bisa duduk pada barisan paling depan. Hal ini boleh jadi menunjukkan bahwa Paus Fransiskus adalah sosok menarik yang tidak ingin dilewatkan banyak orang muda waktu itu, termasuk saya.
Baca juga: Paus Fransiskus: Suara Anak-anak Perlu Didengarkan
Mengapa Paus Fransiskus menarik bagi orang-orang muda itu, bahkan untuk mereka yang tidak beriman Katolik? Saya bertanya kepada seorang teman Protestan dari Belanda yang berdiri mengantre di samping saya waktu itu.
Jawabannya sederhana: sejak terpilih menjadi pemimpin umat Katolik sedunia, Paus selalu memberikan inspirasi dan pesan-pesan kehidupan yang mendasar dan konkret. Begitulah Paus Fransiskus.
Saat awal terpilih, Paus memilih nama kepausannya menurut Santo Fransiskus Asisi, yang dikenal sebagai tokoh gereja pendiri komunitas saudara Dina atau ordo fratrum minorum, padahal dia sendiri adalah seorang Jesuit.
Pemilihan nama Fransiskus membawanya pada arti hidup Santo Fransiskus Asisi: kesederhanaan dan kepedulian kepada orang miskin, telantar, marjinal, dan papa. Sejak awal keterpilihannya hingga sekarang, setelah satu dekade, Paus memang memperlihatkan laku hidupnya yang demikian.
Pada hari keterpilihannya, dia menolak menggunakan busana mewah kepausan, termasuk sepatu merah kepausan, yang dia anggap seperti baju karnaval. Dia menolak mengganti salib pektoralnya dan lebih suka menggunakan miliknya yang lama, yang bukan terbuat dari emas.
Dia menolak tinggal di istana kepausan dan memilih tinggal di kamar sederhana di Domus Sanctae Marthae. Dia meninggalkan aksesori dan atribut yang, menurut Paus, tidak esensial.
Paus Fransiskus adalah sosok yang mendekat kepada orang-orang muda. Berkali-kali dia menyatakan bahwa orang muda adalah masa depan (gereja). Orang muda adalah harapan sekaligus tumpuan di dunia yang sarat dengan tantangan dan beragam masalah.
Pendampingan ini menjadi satu-kesatuan upaya untuk memastikan orang muda memiliki andil dalam segala penyelesaian persoalan umat manusia saat ini.
Belajar peka
Apa saja masalah-masalah itu? Seperti apa kondisi dunia yang menuntut setiap orang muda harus belajar peka dan terlatih untuk cepat sadar akan sesamanya?
Dalam berbagai kesempatan, Paus mengatakan bahwa dunia sekarang adalah dunia di mana masih banyak keluarga dan individu-individu yang hidup sehari-harinya dibentuk oleh perjuangan.
Di tengah perjuangan, mereka mencoba untuk tetap peduli kepada anak-anak mereka dan mencukupi, bukan hanya kebutuhan esok hari, melainkan juga kebutuhan dasar hari ini.
Kondisi ketimpangan sosial-ekonomi semakin curam, kemiskinan di berbagai tempat semakin parah. Ini masih diperparah lagi karena korupsi dan kerusakan lingkungan serta perubahan iklim ekstrem.
Di sisi lain, banyak orang yang menjadi korban atas kekerasan, intoleransi, perang berkepanjangan, dan perang saudara.
Mereka kemudian menjadi pengungsi di berbagai tempat, dipaksa/terpaksa pergi dari rumah mereka, ditolak di tanah mereka sendiri, dan dirampas kebebasannya. Sekian banyak orang di antaranya mengalami persekusi dan penolakan dari negara mereka singgah.
Di tengah kondisi dan situasi dunia seperti inilah, kesadaran kemanusiaan setiap orang muda seharusnya tergugah agar berupaya mulai bertindak untuk menyelesaikan masalah. Untuk mulai peduli dan berhenti membuang perhatian karena kepentingan sendiri.
Paus mengingatkan, orang muda memiliki tugas dan tanggung jawab untuk ikut bertindak nyata dalam hal kecil yang paling mungkin dilakukan, menyelesaikan masalah di sekitar mereka.
Memang dunia seperti yang digambarkan Paus adalah kondisi dunia sekarang ini. Banyak masalah yang menampar wajah kemanusiaan.
Pada orang muda, Paus menekankan, kepedulian adalah tindakan yang harus dilakukan untuk memperlihatkan nilai kemanusiaan diri sebagai manusia. Dimulai dari kepedulian nyata pada mereka yang dekat dengan kita, tetapi sering kita lupakan karena sibuk dengan kepentingan perut sendiri.
Perkembangan hidup sebagai manusia hendaknya tidak dimaknai semata untuk kepentingan diri, kemapanan, atau kesuksesan hidup sendiri. Hidup jadi berguna jika kehidupan yang dijalani juga didedikasikan bagi kepentingan orang lain.
Kondisi ketimpangan sosial-ekonomi semakin curam, kemiskinan di berbagai tempat semakin parah.
Dalam audiensi yang saya hadiri itu, Paus mengingatkan, ”... sebagai orang muda, kalian diberikan cara tersendiri dalam pencarian kebenaran dan pengertian, tumbuh berkembang dalam kebijaksanaan bukan hanya untuk kebaikan diri sendiri, melainkan juga untuk kebaikan masyarakat sekitar dan masyarakat yang lebih luas.”
Paus juga sering menekankan pentingnya (belajar) menjadi peka, sebab hanya dengan kepekaan, sensitivitas perasaan, kita dapat merasakan orang lain, khususnya mereka yang membutuhkan pertolongan.
Sensitivitas itu perlu dibangun dan dilatih. Paus mengharapkan setiap orang muda dapat memaknai harapan dan mimpi, tantangan dan penderitaan, yang dihadapi orang-orang di sekitarnya.
Jika orang muda mau (belajar) menjadi peka sejak sekarang, tidak perlu ada kekhawatiran masalah kehidupan umat manusia tidak akan bisa diselesaikan.
Paus memiliki harapan yang besar dan kuat kepada eksistensi orang muda dalam usaha menyelesaikan persoalan dunia yang multidimensi seperti sekarang ini.
”Orang-orang seperti merekalah yang membutuhkan bantuan kita, yang menjerit agar kita dengar, dan mereka yang layak kita berikan setiap usaha-usaha konkret kita atas nama keadilan, kedamaian/kasih, dan solidaritas. Santo Paulus mewartakan bahwa bersukacitalah dengan orang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis” (Roma 12: 15).
Pesan Paus kepada orang muda bukanlah berarti orang muda dibebani masalah yang tidak mereka buat. Justru, orang muda perlu peka dan peduli adalah untuk memastikan umat manusia bisa berharap pada kehidupan yang lebih baik di masa depan. Itulah sebabnya, orang muda adalah harapan sekaligus tumpuan.
Pesan universal
Pesan-pesan Paus Fransiskus bernilai universal kendatipun dia seorang pemimpin umat Katolik sedunia.
Persoalan konkret kemanusiaan yang kita hadapi sekarang adalah persoalan universal. Adalah tanggung jawab bersama untuk mencari jalan keluarnya.
Orang muda memang harapan, tetapi orang muda tidak bisa berjalan sendirian dan tanpa arahan. Diperlukan pendampingan pada orang-orang muda di sekolah, kampus, komunitas keagamaan, dan institusi lainnya agar bisa memiliki kepekaan dan kemauan untuk peduli dan bertindak.
Hal itu perlu dipikirkan bersama. Pendampingan ini menjadi satu-kesatuan upaya untuk memastikan orang muda memiliki andil dalam segala penyelesaian persoalan umat manusia saat ini.
Pada orang muda, Paus menekankan, kepedulian adalah tindakan yang harus dilakukan untuk memperlihatkan nilai kemanusiaan diri sebagai manusia.
Paus Fransiskus mendorong agar rekonsiliasi dan kesadaran hidup bersama yang membangun, produktif, dan menjadi acuan dalam kehidupan bersama juga yang perlu diupayakan orang muda.
”Pada akhirnya, kekuatan kita sebagai kesatuan, di setiap segi dan tingkat kehidupan, tidak terletak lebih-lebih dalam pengetahuan dan kemampuan diri sendiri, melainkan dalam kasih kepada sesama. Dalam kepedulian yang kita biasakan, terutama kepada mereka yang bahkan tidak peduli terhadap dirinya sendiri.”
Kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia kali ini semoga membentuk kesadaran kita, khususnya orang muda, untuk segera bertindak peduli.
Petrus Richard SianturiPengajar Fakultas Hukum Universitas Katolik Darma Cendika