Paus menekankan bahwa algoritma yang digunakan oleh kecerdasan buatan untuk menentukan pilihan tidaklah netral.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·3 menit baca
Dalam beberapa kali pertemuan internasional Paus Fransiskus berbicara mengenai kecerdasan buatan atau akal imitasi (AI). Paus selalu menyerukan agar teknologi AI digunakan dengan pertimbangan etis. Ia juga selalu meminta seperti teknologi lainnya, AI dipakai untuk kepentingan kemanusiaan.
Pada awal Juni dalam pidatonya di pertemuan puncak G7, Paus Fransiskus membahas ancaman dan janji kecerdasan buatan, sesuatu yang disebut sebagai kondisi tekno-manusia, pengambilan keputusan manusia vs algoritmik, esai yang ditulis dengan AI, dan perlunya kolaborasi politik dalam teknologi.
Media Vatican News menyebutkan, ia adalah Paus pertama yang pernah menyampaikan pidato di forum tersebut, yang mempertemukan para pemimpin Amerika Serikat, Inggris, Italia, Perancis, Kanada, Jerman, dan Jepang. Paus mendedikasikan pidatonya di G7 untuk subyek kecerdasan buatan. Ia memulai dengan mengatakan bahwa kelahiran AI merupakan revolusi kognitif-industri sejati yang akan mengarah pada transformasi zaman yang kompleks.
Transformasi teknologi ini, kata Paus, berpotensi mendatangkan dampak positif, semisal demokratisasi akses ke pengetahuan, kemajuan eksponensial penelitian ilmiah, dan pengurangan pekerjaan yang menuntut dan sulit. Akan tetapi, ada sisi negatifnya, semisal problem ketidakadilan yang lebih besar antara negara maju dan berkembang atau antara kelas sosial yang dominan dan tertindas.
Masih dari Vatican News, Paus mencatat bahwa AI adalah sebuah alat. Dalam konteks ini Paus berbicara tentang apa yang disebutnya sebagai kondisi tekno-manusia. Paus menjelaskan bahwa ia merujuk pada fakta bahwa hubungan manusia dengan lingkungan selalu dimediasi oleh alat-alat yang telah mereka hasilkan.
Beberapa orang, kata Paus, melihat ini sebagai kelemahan atau kekurangan. Namun, ia berpendapat, itu sebenarnya sesuatu yang positif. Itu berasal, katanya, dari fakta bahwa kita adalah makhluk yang cenderung melakukan pada apa yang ada di luar diri kita. Manusia adalah makhluk yang sangat terbuka terhadap hal-hal yang melampaui yang ada saat ini.
Keterbukaan ini, kata Paus Fransiskus, adalah akar dari kondisi tekno-manusia kita, akar dari keterbukaan kita kepada orang lain dan kepada Tuhan, serta akar dari kreativitas artistik dan intelektual kita. Akan tetapi, ia mengingatkan bahwa algoritma yang digunakan dalam kecerdasan buatan tidak netral.
Paus juga menekankan bahwa algoritma yang digunakan oleh kecerdasan buatan untuk menentukan pilihan tidaklah obyektif ataupun netral. Ia menunjuk pada algoritma yang dirancang untuk membantu hakim dalam memutuskan apakah akan memberikan kurungan rumah kepada narapidana.
Keputusan-keputusan, katanya, membuat pilihan berdasarkan data, seperti jenis pelanggaran, perilaku selama di penjara, penilaian psikologis, asal etnis, pencapaian pendidikan, dan peringkat penilaian selama menjadi narapidana.
Namun, Paus menekankan, teknologi ini juga bersifat reduktif. Manusia selalu berkembang dan mampu mengejutkan kita dengan tindakan mereka. Sifat ini adalah sesuatu yang tidak dapat diperhitungkan oleh mesin.
Secara etis
Seminggu setelah Paus Fransiskus menyampaikan pidatonya di Sidang G7 di Bari, Italia, tentang kecerdasan buatan, Bapa Suci kembali berbicara soal kecerdasan buatan. Kemajuan teknologi yang dahsyat itu harus digunakan secara etis, untuk melayani kemanusiaan, dan bahwa risiko yang melekat padanya harus dikurangi.
Pernyataan terbaru Bapa Suci tentang AI disampaikan selama audiensinya pada akhir Juni di Vatikan ketika bertemu dengan para peserta konvensi internasional tentang Kecerdasan Buatan Generatif dan Paradigma Teknokratis yang diselenggarakan oleh Centesimus Annus Pro Pontifice Vatikan.
Dalam sambutannya, Paus berterima kasih kepada mereka yang hadir karena komitmen mereka untuk mengeksplorasi bagaimana AI dapat membantu meningkatkan martabat manusia dan melayani mereka yang kurang beruntung. ”Saya menghargai bahwa Centesimus Annus telah memberikan ruang yang cukup untuk subyek ini, yang melibatkan para akademisi dan pakar dari berbagai negara dan disiplin ilmu, menganalisis peluang dan risiko yang terkait dengan pengembangan dan penggunaan AI,” katanya.
Paus juga memperingatkan agar alat tersebut tidak bertindak secara otonom, dengan menekankan bahwa AI harus tetap menjadi alat di tangan manusia. Selain itu, Bapa Suci memperingatkan agar kecerdasan buatan tidak melakukan budaya pemborosan, mendukung ketidaksetaraan, dan membuat keputusan di luar lingkupnya.
Martabat manusia
Paus mendorong mereka untuk terus meneliti tujuan sebenarnya dari AI. Ia bertanya, ”Apakah AI berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia, untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengembangan integral manusia? Atau, apakah hal itu justru berfungsi untuk memperkaya dan meningkatkan kekuatan yang sudah tinggi dari beberapa raksasa teknologi meskipun membahayakan kemanusiaan?”
Karena masa depan umat manusia akan ditentukan oleh inovasi teknologi, ia menyatakan, ”Kita tidak boleh melewatkan kesempatan untuk berpikir dan bertindak dengan cara baru, dengan pikiran, hati, dan tangan,untuk mengarahkan inovasi menuju konfigurasi yang berpusat pada keutamaan martabat manusia.”