Mengelola Dana Investasi Pemerintah dari Migas
Meski agak terlambat, pembentukan Indonesia Investment Authority tahun 2021 lalu patut disambut baik.
Dari Norwegia, kita sebaiknya memetik pelajaran yang berguna bagi pengelolaan dana investasi Pemerintah Indonesia, khususnya yang bersumber dari minyak dan gas.
Norwegia merupakan contoh sukses pengelolaan dana investasi pemerintah (sovereign wealth fund/SWF) yang bersumber dari minyak dan gas (migas).
Selain nilai aset yang superbesar (terbesar di dunia), pengelolaannya juga dilakukan secara bijak dan berkelanjutan. Dengan begitu, aset pun terus bertumbuh konsisten dalam jangka panjang.
Norwegia adalah salah satu negara paling makmur di dunia. Menurut Bank Dunia (2023), dengan penduduk hanya 5,5 juta jiwa, negara ini menghasilkan produk domestik bruto (PDB) 485,5 miliar dollar AS, urutan ke-31 dunia. Adapun PDB per kapita mencapai 88.000 dollar AS, ada di urutan ke-4 dunia.
Sebagai negara kesejahteraan, Pemerintah Norwegia menggelontorkan dana besar untuk membiayai belanja pemerintah, terutama pelayanan publik dan proteksi sosial.
Salah satu penopang ekonomi Norwegia adalah SWF yang bersumber dari migas. Norwegia merupakan penghasil minyak terbesar kedelapan dunia dan gas alam terbesar ketiga dunia.
Eksplorasi migas Norwegia dimulai pada era 1960-an setelah ditemukan cadangan di landas kontinennya. Sekarang Norwegia menyuplai 2 persen kebutuhan minyak global dan 3 persen kebutuhan gas global. Ekspor migas mencakup 40-70 persen total nilai ekspor Norwegia.
Meski agak terlambat, pembentukan Indonesia Investment Authority tahun 2021 lalu patut disambut baik.
Hebatnya, meski dikaruniai sumber daya alam melimpah, Norwegia tidak lupa daratan. Mereka tidak berfoya-foya dengan pendapatan migas yang diperoleh. Sebaliknya, dana tersebut dikelola secara sangat bijak dengan orientasi jangka panjang. Saat yang sama, Pemerintah Norwegia tetap menggenjot pendapatan dari sumber-sumber lain, utamanya pajak.
Tak heran jika pajak di Norwegia amat tinggi. Tarif pajak pendapatan mencapai 47 persen, lebih tinggi dari rata-rata pajak di kelompok negara maju anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) sebesar 42 persen dan Eropa 32 persen.
Berbekal mindset yang tepat dan tata kelola yang baik, Norwegia dapat terhindar dari ”kutukan sumber daya” yang kerap menjangkiti negara penghasil sumber daya alam.
Aktor yang berperan sentral dalam mengelola dana migas Norwegia adalah Government Pension Fund Global, biasa disebut Oil Fund, yang dibentuk pada tahun 1990 oleh pemerintah dan parlemen Norwegia. Oil Fund mengelola dana yang berasal dari pajak yang disetor oleh perusahaan migas, pembayaran royalti hak kelola migas, dan dividen BUMN sektor migas.
Dana tersebut tidak langsung digunakan untuk membiayai belanja pemerintah, tetapi diinvestasikan di pasar global. Imbal hasil investasi itulah yang kemudian digunakan untuk membantu pembiayaan belanja pemerintah.
Alokasi dana
Oil Fund berinvestasi di empat instrumen, yaitu ekuitas (saham), pendapatan tetap (obligasi, surat utang), real estat, dan proyek infrastruktur energi terbarukan. Portofolio terbesarnya ada di pasar saham (72 persen) dan pendapatan tetap (26 persen).
Hanya sedikit yang dialokasikan untuk real estat dan infrastruktur. Ini berbeda dengan SWF Indonesia, Indonesia Investment Authority, yang digunakan untuk membiayai proyek pembangunan secara langsung.
Berdasarkan laporan semester I-2024, sasaran utama investasi saham Oil Fund adalah perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat (51,9 persen), Jepang (6,6 persen), Inggris (5,8 persen), Swiss (3,6 persen), dan Perancis (3,5 persen).
Portofolio saham terbesarnya adalah para anggota ”The Magnificent Seven”: Microsoft (3,5 persen), Apple (3,0 persen), NVIDIA (2,9 persen), Alphabet (2,0 persen), Amazon (1,9 persen), dan Meta (1,3 persen). Pada Tesla jauh lebih kecil (0,5 persen).
Dengan kenaikan fantastis harga saham perusahaan-perusahaan tersebut beberapa waktu terakhir, nilai aset Oil Fund juga naik cukup drastis. Tahun lalu, imbal hasil investasinya 16,14 persen.
Baca juga: Relevansi SWF bagi Kemakmuran Bangsa
Di Indonesia, Oil Fund berinvestasi di 85 perusahaan publik, terbesar di BCA (31,0 persen) dan BRI (15,5 persen), dengan total nilai 2,3 miliar dollar AS. Meski tampak besar, angka ini hanya mencakup 0,19 persen dari total investasi saham Oil Fund secara global. Indonesia berada di urutan ke-26 negara tujuan investasi saham Oil Fund. Sebagai negara dengan nilai PDB urutan ke-16 dunia, masih terdapat kesenjangan antara potensi yang dimiliki Indonesia dan realisasi investasi Oil Fund.
Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia berada di urutan kedua setelah Singapura di urutan ke-19. Setelah Indonesia ada Malaysia (27), Thailand (28), Filipina (37), dan Vietnam (41). Selain urutannya berdekatan, nilai investasi saham Oil Fund di Indonesia, Malaysia, dan Thailand juga hanya berselisih sangat tipis. Hal itu menunjukkan bahwa dari sudut pandang Oil Fund, ketiga negara ini memiliki bobot serupa dari sisi potensi pertumbuhan ekonomi.
Kunci sukses
Terdapat beberapa hal yang menjadi kunci keberhasilan Norwegia mengelola Oil Fund. Pertama, mindset yang tepat. Pemerintah dan rakyat Norwegia sadar betul bahwa migas adalah sumber daya yang mewah, tetapi tidak akan bertahan selamanya. Suatu saat cadangannya akan habis. Oleh karena itu, dana hasil migas harus dikelola dengan bijak agar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat sekaligus berkelanjutan. Mindset inilah yang mendasari pembentukan Oil Fund dan terus menjadi panduan pengelolaannya hingga sekarang.
Menarik dicatat bahwa pada masa awal penerimaan pendapatan dari migas, Pemerintah Norwegia sengaja menyewa seorang filsuf untuk mengkaji aspek etik dari sumber kekayaan baru tersebut. Di sini kita melihat perjumpaan antara sesuatu yang profan (kekayaan) dan sakral (etik). Harmoni antara yang profan dan sakral ini saya kira menjadi salah satu faktor penting kesuksesan Norwegia.
Kedua, manajemen yang profesional dan transparan. Pengelolaan Oil Fund berada di bawah kewenangan Kementerian Keuangan Norwegia dan didelegasikan kepada bank sentral Norwegia, Norges Bank. Manajemen dijalankan oleh orang-orang yang mumpuni dan tepercaya di bidangnya. Selama 34 tahun sejak dibentuk, Oil Fund tidak pernah terbelit skandal korupsi.
Guna memastikan kode etik ditaati, dibentuk dewan etik yang bertugas mengevaluasi aspek etik pengelolaan dana. Transparansi juga dijunjung tinggi. Detail portofolio investasi Oil Fund dapat diakses oleh publik di laman resminya. Di situ, laporan rutin disampaikan setahun dua kali.
Ketiga, alokasi aset yang cukup agresif, tetapi tetap prudent. Dengan 72 persen aset di pasar saham, profil risiko Oil Fund terbilang cukup tinggi mengingat volatilitas pasar saham. Pilihan ini masuk akal karena potensi imbal hasil saham memang lebih besar dibandingkan tiga instrumen investasi lainnya. Di saat yang sama, porsi 26 persen investasi pendapatan tetap dapat menjadi penyangga saat kondisi pasar saham sedang turun.
Untuk memitigasi risiko, manajemen melakukan diversifikasi yang sangat luas. Seluruh dana Oil Fund diinvestasikan di luar negeri sehingga tidak terpengaruh oleh naik turunnya ekonomi domestik Norwegia. Investasi Oil Fund tersebar di hampir 9.000 perusahaan dan 71 negara, termasuk negara-negara berkembang di Asia dan Afrika. Namun, porsi terbesar tetap di perusahaan-perusahaan papan atas di negara maju.
Selain itu, dengan menghindari investasi langsung di suatu proyek ataupun perusahaan rintisan (start up), Oil Fund terhindar dari risiko kehilangan uang dalam jumlah masif.
SWF menjadi salah satu model investasi pemerintah yang digemari banyak negara.
Keempat, penggunaan dana secara konservatif. Besaran dana yang diambil dari Oil Fund untuk membiayai belanja pemerintah setiap tahun tidak boleh melebihi proyeksi imbal hasil investasinya.
Ada dua manfaat dari skema ini. Pertama, modal pokok tetap terlindungi sehingga bisa terus beranak pinak. Ditambah lagi, injeksi dana dari pendapatan migas juga rutin dilakukan.
Kedua, dana hasil migas masuk ke ekonomi Norwegia secara gradual sehingga tidak memicu inflasi liar. Secara rata-rata, porsi anggaran pemerintah yang dibiayai Oil Fund mencapai 20 persen per tahun.
Meski disiplin, tetap ada ruang fleksibilitas. Saat anggaran pemerintah defisit, dana yang diambil dari Oil Fund bisa lebih besar agar bisa menutupi. Namun, saat anggaran pemerintah surplus, kelebihannya juga dimasukkan ke Oil Fund.
Kombinasi antara disiplin dan fleksibilitas ini memberi ruang yang cukup bagi pemerintah untuk manuver anggaran belanja. Dalam konteks ini, Oil Fund sekaligus berperan sebagai buffer (penyangga) ekonomi bagi pemerintah. Dengan pengelolaan yang prudent, tak heran jika Oil Fund terus tumbuh secara signifikan. Total dana yang dikelola saat ini 1,7 triliun dollar AS, naik 10 kali lipat dalam 20 tahun terakhir. Dari jumlah tersebut, sekitar 60 persen merupakan imbal hasil investasi.
Dalam hitungan rata-rata secara compounding, Oil Fund membuahkan imbal hasil 6,3 persen per tahun. Sekilas angka ini terlihat kecil. Namun, jika mempertimbangkan aset Oil Fund yang amat besar dan jangka waktunya yang lama, imbal hasil 6,3 persen per tahun terbilang luar biasa.
Pelajaran bagi Indonesia
SWF menjadi salah satu model investasi pemerintah yang digemari banyak negara. Menurut Global SWF, terdapat lebih dari 150 SWF di seluruh dunia dengan total nilai aset 12,3 triliun dollar AS. Sementara menurut Statista, dalam kurun waktu 2010-2022, sebanyak 73 SWF baru dibentuk.
Meski agak terlambat, pembentukan Indonesia Investment Authority tahun 2021 lalu patut disambut baik. Tantangannya ke depan adalah memastikan dana dapat tumbuh konsisten dan berkelanjutan agar memberi manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat, terutama generasi mendatang.
Untuk itu, Indonesia Investment Authority harus dikelola dengan mindset, model, dan manajemen yang tepat. Pengalaman Norwegia dapat menjadi salah satu pelajaran.
Shohib Masykur, Diplomat Indonesia yang Sedang Bertugas di KBRI Oslo, Norwegia