Keterbatasan tidak menghalangi atlet disabilitas berprestasi di Paralimpiade 2024. Mereka membanggakan Indonesia.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Tak perlu menunggu terlalu lama untuk menanti berita gembira dari perhelatan Paralimpiade Paris 2024. Kompetisi baru memasuki hari ketiga, 31 Agustus 2024, kontingen Indonesia telah masuk dalam daftar negara peraih medali melalui perjuangan sprinter Saptoyogo Purnomo.
Pelari cepat berusia 25 tahun yang sempat mengalami perundungan di masa sekolah itu membuktikan dirinya adalah sprinter elite dunia. Berlaga di nomor lari 100 meter putra klasifikasi T37 bagi atlet dengan keterbatasan gerak termasuk akibat cerebral palsy, Saptoyogo meraih medali perak, yang menjadi medali pertama Indonesia di Paris 2024.
Hasil ini setingkat lebih baik dari prestasi Saptoyogo di Paralimpiade Tokyo 2020, saat meraih perunggu dengan catatan waktu 11,31 detik. Catatan waktu itu diperbaikinya di Paris menjadi 11,26 detik untuk meraih perak, sekaligus mempertajam rekor Asia atas namanya sendiri.
Keran prestasi terus mengalir melalui para atlet di cabang boccia dalam debut mereka di Paralimpiade. M Bintang Herlangga menyumbangkan medali perak, disusul Muhammad Syafa dan Gischa Zayana meraih medali perunggu di nomor perorangan putra dan putri.
Misi untuk menjaga tradisi medali emas kemudian tercapai dari cabang para bulu tangkis. Leani Ratri Oktila mempertahankan medali emas ganda campuran klasifikasi SL3-SU5 (keterbatasan kaki/lengan) dengan partner barunya, Hikmat Ramdani. Jika di Tokyo 2020 Ratri menjadi atlet pertama Indonesia yang meraih dua medali emas dalam satu Olimpiade/Paralimpiade, dia kembali menulis sejarah di Paris dengan meraih emas dalam dua Olimpiade/Paralimpiade.
Prestasi para atlet ini sangat membanggakan. Mereka tak patah semangat dengan keterbatasan, justru menjadikan hal itu sebagai motivasi untuk berprestasi.
Rekan-rekan Ratri pun tak mau kalah mengukir prestasi dengan merebut empat perak dan tiga perunggu. Dengan demikian, sembilan atlet para bulu tangkis yang dikirimkan ke Paris, semuanya membawa pulang medali.
Koleksi satu emas, enam perak, dan lima perunggu ini menempatkan Indonesia pada posisi ke-35 dalam daftar pengumpul medali. Perolehan ini masih mungkin berubah mengingat atlet Indonesia masih berlaga di sejumlah cabang, seperti angkat berat, judo dan boccia nomor beregu.
Prestasi para atlet ini sangat membanggakan. Mereka tak patah semangat dengan keterbatasan, justru menjadikan hal itu sebagai motivasi untuk berprestasi. Tak hanya penampilan di lapangan yang menjadi inspirasi. Dukungan teknis, non teknis, serta koordinasi dengan pelatih dan Komite Paralimpiade Nasional (NPC) selama persiapan patut diapresiasi, dan menjadi contoh baik bagi dukungan total bagi atlet.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah meletakkan dasar kesetaraan, dan mendorong perhatian pemerintah pada olahraga disabilitas. Hal itu perlu terus dilakukan untuk menjaring atlet muda dan memberi mereka harapan untuk berprestasi lewat dunia olahraga.