Menurut Paus Fransiskus, sistem ekonomi dan politik yang baik tak tunduk pada hasrat paradigma efisiensi teknokratis.
Oleh
BENNY DENAR
·4 menit baca
Kegusaran Paus Fransiskus terhadap sistem ekonomi saat ini yang menurut dia hanya didasarkan pada motif mencari keuntungan—dan karena itu berdampak pada peminggiran warga masyarakat miskin, perusakan lingkungan, serta menyebabkan kesenjangan dan segresi sosial—mendorongnya untuk menyerukan perbaikan rumah ekonomi bersama.
Seruannya tersebut disampaikan dalam berbagai dokumen, seperti Evangelii Gaudium (2013), Laudato Si (2015), Querida Amazonia (2020), termasuk yang cukup kuat dalam dokumen pesan Paus Fransiskus kepada peserta pertemuan bertajuk Economy of Francesco pada 2020.
Ekonomi membunuh
Menurut Paus Fransiskus, sistem ekonomi yang memengaruhi nasib mayoritas warga bumi saat ini sungguh merupakan model ekonomi yang membunuh (Evangelii Gaudium, 53).
Ciri utama ekonomi membunuh adalah adanya pengucilan dan ketidaksetaraan.
Sistem ekonomi seperti itu, menurut Paus Fransiskus, membenarkan ”fetisisme uang” (Evangelii Gaudium, 55) dan pada dasarnya sudah tidak adil dari akarnya (Evangelii Gaudium, 59) karena sistem tersebut membiarkan dan mempertahankan otonomi absolut pasar dan spekulasi uang (Evangelii Gaudium, 56; 202).
Menurut Paus Fransiskus, sistem ekonomi dan politik yang baik tak tunduk pada hasrat paradigma efisiensi teknokratis, tetapi mesti mengabdi kepentingan umum, terutama melayani umat manusia ( Laudato Si, 169).
Sistem ekonomi seperti itu tidak hanya menyebabkan eksploitasi dan dominasi, tetapi juga menimbulkan beragam penyingkiran. Kelompok rentan terasing dari masyarakatnya, berada di pinggiran, dan hak-haknya tercabut (Evangelii Gaudium, 53).
Dominasi dan penyingkiran tersebut amat kuat terjadi terhadap masyarakat adat di negara-negara berkembang.
Paus Fransiskus menilai, sistem ekonomi saat ini telah menjadi instrumen baru kolonialisasi di mana kepentingan akumulasi ekonomi dari mereka yang kuat dan berkuasa terus memperluas, sekaligus mengusir serta meminggirkan penduduk asli dan masyarakat adat (Querida Amazonia, 9).
Akibatnya, para penduduk asli harus bermigrasi ke bagian periferi perkotaan, bahkan sampai ke luar negeri, tanpa kecukupan pengetahuan dan keterampilan. Di sana mereka tidak mengalami pembebasan atas masalah yang dihadapi, tetapi malah mengalami perbudakan, eksploitasi seksual, dan perdagangan manusia.
Menurut Paus Fransiskus, sistem ekonomi politik saat ini kerap mengabaikan keberadaan penduduk asli dan warga adat, seolah-olah eksistensi mereka dianggap tidak ada, atau seakan-akan tanah-tanah yang mereka tempati dan kebun-kebun mereka bukan milik mereka sendiri.
Model ekonomi predatoris seperti itu biasanya tidak hanya diaktori oleh pihak luar, tetapi juga melibatkan kekuatan-kekuatan lokal, serta sering menggunakan dalih pembangunan, dengan kekebalan hukum dan tanpa batas.
Dengan cara kerja seperti itu, interaksi ekonomi justru meminggirkan prinsip kebaikan bersama dan menjadi instrumen kolonialisasi, marginalisasi, dan membunuh.
Melayani manusia
Situasi ekonomi politik dunia yang sungguh predatoris dan membunuh seperti itu mendorong Paus Fransiskus mengadakan pertemuan bertema Economy of Francesco pada 19-21 November 2020.
Pertemuan itu mengundang dan melibatkan peserta dari 20 negara, dari semua belahan dunia. Dalam pertemuan tersebut, Paus Fransiskus mengeluarkan satu pesan apostolik yang sangat menginspirasi.
Menarik bahwa pesan Paus Fransiskus diawali dengan kisah panggilan Santo Fransiskus dari Asisi yang dikenal sangat mencintai orang miskin dan lingkungan hidup.
Kisah panggilan Santo Fransiskus dimulai dari penglihatannya di Gereja San Damiano, Italia. Dalam penglihatan tersebut, Yesus yang tersalib memberikan pesan kepada Santo Fransiskus: ”Fransiskus, pergi dan perbaiki rumah-Ku, yang kamu lihat sendiri hampir roboh.”
Panggilan Santo Fransiskus untuk memperbaiki rumah yang hampir roboh tersebut menjadi landasan dan inspirasi bagi Paus Fransiskus untuk merancang dan menyerukan suatu model dan tata ekonomi baru yang lebih inklusif, berkelanjutan, serta dijalin dalam dialog lintas batas.
Kata-kata Yesus kepada Santo Fransiskus didekonstruksi Paus Fransiskus dengan mengatakan bahwa rumah yang dimaksudkan untuk diperbaiki adalah rumah bumi sebagai rumah bersama dan rumah ekonomi dunia ini. Sementara panggilan Santo Fransiskus, menurut Paus Fransiskus, adalah panggilan untuk mengenyakkan segala berhala dalam bentuk tirani ekonomi modern yang merusak peradaban bumi sebagai rumah bersama.
Paus Fransiskus memperluas panggilan dan perutusan pribadi Santo Fransiskus tersebut dengan menegaskan bahwa panggilan dan perutusan tersebut juga merupakan panggilan dan perutusan umat beragama zaman ini untuk secara aktif membangun dan memperjuangkan norma baru untuk tata kelola politik dan ekonomi yang lebih baik (Economy of Francesco, 2020).
Selain itu, juga untuk melawan ”ekonomi eksklusi dan ketidaksetaraan” (Evangelii Gaudium, 53).
Menurut Paus Fransiskus, sistem ekonomi dan politik yang baik tak tunduk pada hasrat paradigma efisiensi teknokratis, tetapi mesti mengabdi kepentingan umum, terutama melayani umat manusia (Laudato Si, 169). Oleh karena itu, sistem ekonomi politik mesti mengarah pada upaya meminimalisasi kesenjangan, serta menghapus diskriminasi dan memerdekakan umat manusia dari aneka jenis perbudakan, pemiskinan, kesenjangan, dan polarisasi.
Benny Denar,Rohaniwan Katolik Keuskupan Ruteng, Flores, NTT; Mahasiswa Doktoral di Bidang Teologi di STFT Widya Sasana Malang