Rencana Rusia mengubah doktrin nuklir, dengan mempermudah syarat-syarat penggunaannya, jadi alarm berbahaya bagi dunia.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Rusia akan mengubah doktrin nuklirnya guna memudahkan penggunaan senjata nuklir. Ini jadi alarm, konflik bersenjata saat ini masuk tahap sangat berbahaya.
Rencana Rusia untuk mengubah doktrin nuklirnya disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri Sergey Ryabkov, Minggu (1/9/2024). Ia mempertegas kembali pesan serupa yang sudah dilontarkan atasannya, Menlu Sergey Lavrov, beberapa hari sebelumnya. Sebelum itu, Juni 2024, Presiden Rusia Vladimir Putin juga memberi sinyal pengubahan doktrin nuklirnya.
Inti pesan para pejabat Rusia itu: Moskwa merasa perlu mengubah dokumen yang menjadi syarat dan kondisi bisa digunakannya senjata nuklirnya. Pengubahan tersebut dipicu oleh dinamika perang Ukraina-Rusia akhir-akhir ini.
Pada 6 Agustus 2024, Ukraina membuat kejutan dengan melancarkan serangan kilat ke Kursk, wilayah Rusia yang berbatasan dengan wilayah timur laut Ukraina. Hampir sebulan, pertempuran di wilayah itu masih sengit. Tak hanya wilayahnya diterobos pasukan Ukraina, Rusia juga mengklaim senjata bantuan Barat telah digunakan untuk menyerang wilayahnya.
Amerika Serikat, negara pemasok utama senjata ke Ukraina, tak ingin senjata pasokannya digunakan untuk menyerang wilayah Rusia. Adapun negara-negara Barat lain mengirim senjata ke Ukraina dengan pembatasan soal kapan dan bagaimana Kyiv bisa menggunakan senjata itu untuk menyerang Rusia.
Namun, Moskwa tidak percaya dengan retorika Barat tersebut. Dengan terus memasok senjata-senjata rudal jelajah jarak jauh, yang bisa menghantam lebih dalam ke wilayah Rusia, Lavrov menyebut Barat sedang ”bermain dengan api”. Seperti dikutip kantor berita Rusia, TASS, ia melontarkan gambaran seram soal ancaman Perang Dunia III.
Dengan latar seperti itulah, ditambah dengan aneka sanksi dan blokade ekonomi Barat pada Rusia, pengubahan doktrin nuklir itu terjadi. Dokumen nuklir Rusia, diberi judul ”Prinsip Dasar Kebijakan Negara tentang Penggentaran Nuklir”, terakhir ditandatangani Presiden Vladimir Putin pada 2 Juni 2020.
Isinya, antara lain, menjelaskan empat syarat Rusia bisa menggunakan senjata nuklirnya. Disebutkan, Rusia dapat memakai senjata nuklir jika ada informasi pasti mereka diserang dengan rudal balistik; dengan nuklir atau pemusnah massal; serangan atas obyek vital pemerintah atau militer terkait senjata nuklir; dan ancaman atas keberadaan negara.
Ada empat syarat dalam doktrin nuklir Rusia yang membolehkan negara itu menggunakan senjata nuklirnya.
Rencana Rusia mengubah doktrin nuklirnya menjadi alarm bagi dunia. Alarm ini berbahaya mengingat ada dorongan kuat untuk menurunkan syarat-syarat penggunaan senjata nuklir. Mengutip Nikolai Sokov, mantan diplomat Rusia yang menangani pengendalian senjata Soviet, keliru besar jika menganggap Moskwa hanya ”omong doang” dengan langkah itu.
Data lembaga SIPRI per Januari 2024 menunjukkan, dari total 12.121 hulu ledak nuklir di dunia, Rusia mempunyai 1.710 hulu ledak, sedangkan AS 1.770 hulu ledak. Sungguh berbahaya jika syarat penggunaan senjata nuklir dipermudah, Rusia merasa memiliki dasar untuk menggunakan hulu ledak nuklirnya.