Kesalahan Bahasa Apa Saja yang Kerap Berulang?
Kesalahan berbahasa bisa disebabkan banyak hal. Satu di antaranya adalah kekurangcermatan memilih kata hingga kalimat.
Agar antara informasi yang diterima dan informasi yang disampaikan sesuai, sebuah kalimat semestinya disajikan dengan baik dan efektif. Keefektifan itu dapat dicapai dengan memilih kata dengan cermat, atau memosisikan kata yang dipilih dengan tepat.
Akibat dari ketidakcermatan memilih kata atau ketidaktepatan memosisikan kata, kalimat yang dihasilkan cenderung menjadi tidak efektif, dan bahkan ambigu, atau menyebabkan lebih dari satu penafsiran.
Berikut beberapa contohnya.
Kata ”Lebih” Bisa Menimbulkan Salah Persepsi
Ketidakjernihan kalimat bisa disebabkan oleh penggunaan kata lebih yang diposisikan secara tidak tepat. Kata lebih, seperti terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memiliki tiga makna, yang masing-masing mempunyai kategori kata sendiri-sendiri.
Makna pertama (sebagai adjektiva) adalah ’lewat dari semestinya (tentang ukuran, banyaknya, besarnya, dan sebagainya)’. Contoh: ia merasa ~ dari kawan-kawannya; panjangnya ~ dari 3 cm.
Makna kedua (sebagai verba) adalah ’(ber)sisa; ada sisanya’. Contoh: kalau kau bayar Rp 5.000,00, ~nya tinggal Rp 2.000,00.
Lalu, makna ketiga (sebagai adverbia), adalah ’bertambah; makin’. Contoh: kesehatannya sudah ~ baik; harganya menjadi ~ mahal.
Kata lebih yang membuat kalimat tidak jernih berkaitan dengan makna pertama. Kerap ditemukan kata lebih diposisikan dengan tidak tepat, atau kata dari yang merupakan pasangan dari lebih kerap dibuang dengan alasan ekonomi kata. Padahal, jika kedua hal itu tidak diperhatikan, makna kalimat menjadi lain.
Dalam kalimat Kapal berukuran panjang 14 meter, lebar 4 meter, dan tinggi lebih 2 meter ini berkapasitas sekitar 40 gros ton, misalnya, kita menemukan kata lebih yang tidak tepat, dan penghilangan dari sehingga kalimat menjadi rancu.
Mestinya kalimat tersebut tertulis sebagai berikut: (1) Kapal berukuran panjang 14 meter, lebar 4 meter, dan tinggi lebih dari 2 meter ini berkapasitas sekitar 40 gros ton; (2) Kapal berukuran panjang 14 meter, lebar 4 meter, dan tinggi 2 meter lebih ini berkapasitas sekitar 40 gros ton.
Baca juga: ”Lebih” yang Menimbulkan Salah Persepsi
Kata ”Sempat” yang Tidak Perlu
Kata sempat cenderung digunakan secara tidak tepat dan berlebihan. Hampir pada setiap kalimat ditemukan kata sempat yang sesungguhnya tidak diperlukan kehadirannya. Bahkan, pernah ditemukan tujuh kata sempat dalam satu berita, dan semua kata sempat dalam berita itu bisa dihilangkan.
Berdasarkan KBBI, kata sempat (verba) berarti ’ada waktu (untuk)’ atau ’ada peluang atau keluasan (untuk)’. Contoh: kalau ~, saya akan datang ke sana malam ini; ia tidak ~ membawa bekal makanan.
Kata sempat juga bermakna ’pernah’, tetapi berkelas adverbia. KBBI mencontohkan penggunaannya demikian: di daerah itu banyak pencuri yang ~ menghebohkan masyarakat.
Dalam kalimat Setelah sempat beberapa kali mengusung busana dengan tema keprihatinan khusus, Golden Globe Awards 2020 sempat membebaskan tamu-tamunya bereksperimen seluas-luasnya dalam bergaya, umpamanya, kita dapat membuang kata sempat dan tidak akan mengurangi arti kalimat tersebut.
Dalam beberapa kasus, kata sempat mutlak ada, antara lain dalam kalimat berikut: Lebih dari 6.000 usaha mikro, kecil, dan menengah berbasis pariwisata sempat tutup total. Kata sempat pada kalimat tersebut memiliki arti ’pernah’. Jika kata sempat dihilangkan, maknanya bisa berbeda, dan bisa berarti pariwisata sampai sekarang masih tutup.
Baca juga: Penggunaan Kata ”Sempat”
”Nomine”, ”Nominasi”, dan ”Nominator”
Masih banyak pengguna bahasa yang keliru dalam menggunakan kata nomine, nominasi, dan nominator. Di media massa, misalnya, banyak penulis yang masih menulis nominator sebagai orang yang menjadi salah satu calon unggulan penerima penghargaan.
Padahal, nominator, dalam KBBI, adalah ’orang yang mencalonkan (mengunggulkan)’, bukan orang yang diunggulkan untuk menerima penghargaan. Nominator adalah orang yang mengusulkan, memilih, atau menilai seseorang untuk diunggulkan meraih penghargaan.
Kata yang lebih tepat yang dimaksudkan oleh si penulis di atas adalah nomine. Dalam KBBI, nomine diartikan sebagai ’orang yang dicalonkan (diunggulkan)’. Secara sederhana, nomine adalah calon pemenang. Hal ini sejalan dengan kata nominee dalam bahasa Inggris. Cambridge Dictionary, umpamanya, mengartikan nominee sebagai ’seseorang yang dinominasikan untuk sesuatu’ (someone who has been nominated for something).
Akan halnya kata nominasi, KBBI mengartikannya sebagai ’pengusulan atau pengangkatan sebagai calon’; ’proses’. Nominasi terkait dengan proses untuk mengusulkan sesuatu atau orang.
Nomine adalah calon pemenang. Cambridge Dictionary mengartikan nominee sebagai ’seseorang yang dinominasikan untuk sesuatu’.
Apabila disatukan dalam sebuah kalimat, kira-kira kalimatnya demikian: Nominator telah memilih lima nomine untuk acara penghargaan Lurah Terbaik 2022. Nominasi lurah terbaik tahun ini kembali diselenggarakan setelah vakum dua tahun akibat pandemi Covid-19.
Baca juga: Antara Nomine, Nominasi, dan Nominator
Kata ”Langsung” Bikin Kalimat Jadi Tidak Efektif
Salah satu masalah yang kerap kita temukan di media massa kita, khususnya di media daring, adalah masalah kalimat yang berbunga-bunga. Penyebabnya bisa macam-macam.
Si penulis, misalnya, ingin kalimatnya tidak kaku saat dihadirkan kepada pembaca. Ada pula, karena faktor ruang (space), terutama untuk media daring, si penulis menggunakan kata apa saja, yang sesungguhnya tidak penting-penting amat.
Sebetulnya tidak ada yang salah jika hal itu dilakukan. Namun, jika kata-kata yang digunakan si penulis itu membuat kalimat menjadi tidak efektif, karena tidak sesuai dengan syarat bahasa jurnalistik, rasanya hal itu mengganggu juga. Satu dari sekian banyak kata yang tidak penting-penting amat itu adalah kata langsung.
Contoh berikut menunjukkan hal itu. (1) Hadir Langsung di Sidang, Lukas Enembe Tunjukkan kepada Hakim Kondisi Kakinya yang Semakin Bengkak; (2) Bertemu Langsung Nagita Slavina, Seorang Penggemar Terkejut karena di Luar Ekspektasi.
Kehadiran kata langsung dalam kalimat itu tidak terlalu perlu. Tanpa kata langsung, makna kalimatnya sudah jelas, yaitu hadir atau bertemu tanpa perantaraan.
Kata langsung, sebagaimana tertera dalam KBBI, berarti ’terus (tidak dengan perantaraan, tidak berhenti, dan sebagainya)’. Jadi, kalimat di atas cukup ditulis dengan: (1) Hadir di Sidang, Lukas Enembe Tunjukkan kepada Hakim Kondisi Kakinya yang Semakin Bengkak; (2) Bertemu Nagita Slavina, Seorang Penggemar Terkejut karena di Luar Ekspektasi.
Baca juga: Kata ”Langsung” yang Membuat Kalimat Tidak Efektif