Urgensi Pembentukan Badan Kesehatan Hewan Nasional
Keberadaan badan kesehatan hewan sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan melindungi kesehatan manusia.
Oleh
IWAN BERRI PRIMA
·4 menit baca
Tidak kurang dari seminggu pascapenetapan instansi baru: Badan Gizi Nasional yang dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 pada 15 Agustus 2024, kini organisasi ini telah memiliki pucuk pimpinannya. Pada 19 Agustus 2024, Presiden Joko Widodo melantik Dadan Hindayana, akademisi dan guru besar IPB University, sebagai Kepala Badan Gizi Nasional di Istana Negara, Jakarta.
Dalam mengemban tugas ini, Dadan kelak akan dibantu oleh Wakil Kepala dan Sekretariat Utama Badan Gizi Nasional serta dibantu oleh beberapa deputi, yakni Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola, Deputi Bidang Penyediaan dan Penyaluran, Deputi Bidang Promosi dan Kerja Sama, Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan, dan Inspektorat Utama.
Munculnya lembaga baru
Penetapan Badan Gizi Nasional sejatinya menambah daftar baru lembaga nonkementerian di Indonesia. Setelah Badan Pangan Nasional (Bapanas) dibentuk, kini badan yang memiliki fungsi yang berkaitan dengan persoalan pangan juga dibentuk.
Akibatnya, untuk menghindari tumpang tindih kewenangan, dalam perpres dijelaskan bahwa ada satu kedeputian di Bapanas yang akan dilebur ke dalam Badan Gizi Nasional, yaitu Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi.
Selanjutnya, dalam waktu yang juga hampir bersamaan, presiden juga membentuk Kantor Komunikasi Kepresidenan. Lembaga pemerintah baru ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2024.
Meski demikian, tanpa mengabaikan peranan institusi yang ada saat ini, seharusnya pemerintah segera membentuk lembaga baru lainnya yang juga sangat mendesak dan penting, yakni badan kesehatan hewan nasional.
Pasalnya, persoalan kesehatan hewan saat ini tidak ditangani secara komprehensif, bahkan terkesan hanya parsial. Antara pusat dan daerah, tidak ada instansi atau lembaga khusus yang menangani persoalan itu.
Sementara persoalan penyakit hewan, terutama zoonosis, tidak dapat dianggap sederhana. Adanya pandemi Covid-19 dan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) beberapa saat lalu telah memorakporandakan sendi kehidupan nasional kita. Belum lagi, saat ini dunia juga sedang di bawah ancaman pandemi MPox atau dikenal dengan cacar monyet.
Cacar monyet adalah penyakit yang disebabkan oleh virus orthopoxvirus yang terjadi karena adanya kontak dengan orang atau hewan yang membawa virus monkeypox. Virus ini awalnya menular dari hewan ke manusia melalui cakaran atau gigitan hewan, seperti tupai, monyet, atau tikus yang terinfeksi.
Saat ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan Mpox sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC). Status PHEIC diumumkan pada 14 Agustus 2024 menyusul peningkatan kasus Mpox di Republik Demokratik Kongo dan sejumlah negara di Afrika.
”One health”
Oleh karena itu, pembentukan Badan Kesehatan Hewan Nasional juga diharapkan menjadi penanda bahwa kita sangat serius untuk mewujudkan satu kesehatan (one health) bahwa kesehatan tidak hanya dipandang dari sisi kesehatan manusia saja, tetapi juga kesehatan hewan dan lingkungan.
Selain itu, Badan Kesehatan hewan nasional juga diharapkan dapat memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan melindungi kesehatan manusia.
Secara umum, berikut adalah beberapa alasan mengapa badan kesehatan hewan sangat penting dan perlu dibentuk oleh pemerintah.
Pertama, pencegahan penyakit zoonosis. Banyaknya penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia, selain Covid-19, PMK, dan Mpox, masih banyak lagi, seperti rabies, leptospirosis, flu burung, anthraks, brucellosis, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, badan kesehatan hewan diharapkan akan bertugas memantau dan mencegah penyebaran penyakit ini, melindungi kesehatan masyarakat. Terbukti, selama ini urusan rabies, misalnya, pengendaliannya sangat gamang.
Pembentukan Badan Kesehatan Hewan Nasional juga diharapkan menjadi penanda bahwa kita sangat serius untuk mewujudkan satu kesehatan (’one health’).
Kementerian Pertanian belum cukup optimal melakukan penganggaran untuk penyakit rabies. Wajar saja karena hewan terdampak rabies bukanlah hewan pertanian peternakan yang dapat mendatangkan keuntungan perekonomian masyarakat. Sementara domain Kementan adalah perekonomian.
Apalagi instansi yang fokus menangani persoalan ini di Kementan levelnya hanya setingkat eselon II. Tidak efektif karena harus berbagi anggaran dengan skala prioritas pertanian lainnya. Sebut saja upaya khusus (upsus) padi dan jagung.
Sementara Kementerian Kesehatan juga menganggap sebagai pihak korban. Selagi urusan kesehatan hewan tidak ditangani dengan baik, maka sampai kapan pun rabies akan terus memakan korban manusia.
Oleh karena itu, tidak salah jika dokter hewan praktik (berpraktik secara mandiri/swasta) yang akan mengambil peluang ini. Bisnis di ranah kesehatan hewan tampaknya juga sangat menjanjikan. Jika ini terus berlangsung, kapan negara ini akan hadir untuk kesehatan hewan? Toh, tidak selamanya orang yang peduli terhadap kesehatan hewan adalah orang yang mampu secara finansial.
Kedua, pembentukan badan kesehatan hewan akan menjadi jembatan terwujudnya kesehatan hewan yang optimal. Dengan memberikan vaksinasi, perawatan medis, dan pemantauan kesehatan, badan kesehatan hewan memastikan hewan peliharaan dan hewan ternak tetap sehat. Ini tidak hanya bermanfaat bagi hewan itu sendiri, tetapi juga bagi pemiliknya dan komunitas sekitar.
Ketiga, keseimbangan ekosistem. Hewan liar dan ternak memainkan peran penting dalam ekosistem. Gangguan kesehatan pada spesies tertentu dapat memengaruhi seluruh rantai makanan dan keseimbangan ekologis. Badan kesehatan hewan membantu menjaga stabilitas ekosistem melalui pemantauan dan pengendalian penyakit.
Keempat, keamanan pangan. Kesehatan hewan sangat berpengaruh pada kualitas produk pangan asal hewan, seperti daging, susu, dan telur. Badan kesehatan hewan diharapkan akan memastikan bahwa produk-produk ini bebas dari penyakit dan aman untuk dikonsumsi manusia. Selama ini, upaya ini tidak masif dilakukan. Bahkan, ada daerah yang jarang melakukannya.
Bahkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun tidak fokus untuk mengawasi pangan segar asal hewan. Demikian pula Bapanas, saat ini Bapanas masih berfokus pada pangan segar asal tumbuhan. Faktanya, Urusan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) masih di bawah Kementerian Pertanian.
Kelima, mewujudkan kesejahteraan hewan: Selain menangani penyakit, badan kesehatan hewan juga diharapkan berfokus pada kesejahteraan hewan, memastikan bahwa mereka dirawat dengan baik, memiliki lingkungan yang sesuai, dan tidak mengalami kekejaman.
Keenam, penelitian dan pendidikan. Badan kesehatan hewan diharapkan akan terlibat dalam penelitian untuk memahami penyakit baru dan mengembangkan vaksin serta pengobatan. Mereka juga berperan dalam pendidikan masyarakat mengenai cara menjaga kesehatan hewan.
Dengan demikian, secara keseluruhan, badan kesehatan hewan nasional diharapkan akan mendukung kesehatan global, ekosistem, dan kesejahteraan hewan, dan muaranya adalah memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat dan lingkungan. Semoga!
Iwan Berri Prima, Wakil Ketua II Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Kepulauan Riau