Rakyat tahu dan merasakan, tetapi tidak bisa berbuat banyak karena pengondisian yang sengaja diciptakan.
Oleh
BUDI SARTONO SOETIARDJO
·3 menit baca
Demonstrasi besar-besaran di sejumlah wilayah Tanah Air oleh sejumlah elemen masyarakat, mahasiswa, artis, komedian, kaum buruh, para akademisi, dan lain-lain, yang menentang rencana revisi UU Pilkada, merupakan awal bangkitnya kembali demokrasi di Indonesia.
Aksi turun ke jalan yang dilakukan oleh sejumlah kalangan masyarakat dalam beberapa hari ini, bahkan dalam beberapa hari ke depan, merupakan wujud kegeraman dan kemarahan rakyat terhadap perilaku dan sepak terjang keterlaluan sekelompok elite politik, yang menganggap rakyat bodoh.
Euforia kekuasaan dan terlalu percaya diri elemen penguasa, baik legislatif, yudikatif, khususnya eksekutif, membuat mereka lupa diri bahwa keberadaan mereka di lembaga Trias Politica adalah karena kuasa rakyat, bukan kuasa orang per orang atau kelompok politik tertentu di negeri ini.
Sejak Pilpres 2024, denyut nadi rakyat mulai terganggu dengan berbagai tontonan, bukan tuntunan, tak elok yang ditunjukkan oleh sekalangan elite penguasa. Rakyat tahu dan merasakan, tetapi tidak bisa berbuat banyak karena pengondisian yang sengaja diciptakan.
Profesor Ikrar Nusa Bhakti menulis dengan lugas di harian Kompas, edisi Sabtu, 24 Agustus 2024, tentang ”Degradasi Nilai Pancasila dalam Praktik Politik”.
Perhelatan pilkada serentak November 2024 adalah bagian dari sebuah episode politik besar, bagian dari sejarah panjang perjalanan hidup republik ini, yang diselenggarakan atas perintah konstitusi untuk kepentingan rakyat, bukan segelintir orang.
Rakyat harus terus mengawal agar republik ini tak dirusak oleh perilaku para oportunis kekuasaan yang hanya ingin menjadikan rakyat sebagai raja, hanya pada saat mereka membutuhkan.
Demo berbagai elemen masyarakat menentang revisi UU Pilkada yang terjadi dalam beberapa hari ini merupakan gambaran nyata bahwa rakyat masih ada. Jangan permainkan hukum, apalagi konstitusi, demi ambisi dan syahwat kekuasaan, yang harus disadari tak akan abadi.
Tinggalkan legacy (warisan), kenegarawanan, bukan cacat cela maupun cemoohan. Rakyat diam bukan karena terbenam. Rakyat diam karena ingin memberi kesempatan kekuasaan untuk sadar dan insaf bahwa negeri ini bukan milik sekelompok orang atau golongan.
Fenomena politik dan hukum tak elok yang terjadi belakangan ini bukan pendidikan yang baik buat rakyat. Beri contoh dan keteladanan yang baik bagi anak-anak muda, generasi penerus masa depan bangsa.
Rakyat tak boleh lengah, harus terus mengawal proses demokrasi yang sehat dan berkeadaban, yang dalam satu dekade terakhir, republik ini mulai berasa monarki.
Sosok penguasa boleh berganti, tetapi rakyat dan eksistensi republik ini harus senantiasa dirawat dan dijaga sampai kapan pun.
Keberadaan judi daring makin memprihatinkan. Korbannya sudah banyak, dari usia muda hingga tua, dengan profesi beragam, tidak memandang status sosial. Kemenangan sekali dalam judi membuat pemainnya kecanduan.
Logika dan akal sehat pemain judi daring dipertaruhkan, padahal mana ada bandar mau rugi?
Kita hidup di tengah dunia yang tanpa disadari menggiring gaya hidup konsumtif. Kita mudah melihat kehidupan orang lain dan mudah terjebak untuk mengikutinya, sampai kita tidak lagi melihat apakah itu kebutuhan atau hanya keinginan.
Memperkuat mental dan spiritual untuk mencegah dan menghadapi bahaya judi daring dengan mengucap syukur dan yakin bahwa rezeki sudah diatur dan dijamin oleh Yang Maha Kuasa.