”Menang itu bagus, tetapi karakter itu segalanya”.
Oleh
EDUARD LUKMAN
·3 menit baca
Berbagai perasaan bercampur membaca ”Sportivitas Gregoria Menyala, Lampaui Segalanya” (Kompas, 5/8/2024). Setelah berjuang keras di semifinal bulu tangkis Olimpiade Paris 2024, Gregoria Mariska Tunjung kalah dari pemain Korea Selatan, An Se-young.
Kalah di semifinal, Gregoria seharusnya berhadapan dengan andalan Spanyol, Carolina Marin, untuk memperebutkan posisi ketiga. Di semifinal yang lain, Marin mundur dari pertandingan di saat unggul dari pemain China, He Bing Jiao. Namun, Marin cedera sehingga tidak bisa maju menantang Gregoria. Dengan demikian, medali perunggu menjadi milik Gregoria.
Yang mengagumkan, Gregoria ternyata tidak gembira dengan situasi itu. Kompas menulis bahwa atlet kita itu sebenarnya bisa merayakan kebahagiaan saat itu, tetapi dia memilih jalan lain. ”Salah banget kalau aku happy dengan penderitaan orang lain. Aku bersyukur dapat medali, tetapi tidak happy.” Gregoria memikirkan orang lain kendati meraih medali. Dia bahkan mendoakan: ”Semoga Marin baik-baik saja.”
Sebagai sesama atlet, Gregoria paham betul betapa berat perasaan Marin. Dia pernah merasakan titik terendah dalam kehidupan. ”Aku jadi lebih menerima bahwa dalam fase hidup manusia, ada satu titik yang nyebelin, yang harus dilewati. Dengan itu, aku lebih ringan membawa beban itu.” (Kompas, 4/8/2024). Luar biasa. Mungkin ada di antara kita yang ”titik air mata” membaca laporan-laporan Kompas itu.
Gregoria masih sangat muda (lahir 11 Agustus 1999). Tapi, gadis ini luar biasa. Semua atlet tentu ingin menang, apalagi di Olimpiade. Namun, dia memperlihatkan ”sportivitas yang menyala, melampaui segalanya”.
Gregoria Mariska Tunjung memang pulang tidak membawa medali emas. Tetapi, apa yang diperlihatkannya di Olimpiade Paris 2024 rasanya tidak kurang membanggakan bangsa. ”Menang itu bagus, tetapi karakter itu segalanya”.
Eduard Lukman, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Restorasi Gambut
Klaim tentang keberhasilan restorasi gambut yang dilakukan oleh pemerintah yang dilontarkan Wakil Menteri (Wamen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pada Workshop Success Story Restorasi Ekosistem Gambut di Jakarta, Rabu, 19 Juni 2024, perlu diuji kesahihannya.
Wamen Alue Dohong menyebut KLHK berhasil memulihkan ekosistem gambut di dalam areal konsesi seluas 3,9 juta hektar di mana 2,3 juta hektar berada di lahan hutan tanaman industri (HTI) dan 1,6 juta hektar berada di lahan perkebunan.
Sebanyak 30.404 unit sekat kanal telah dibangun dan ada 10.838 titik penaatan tinggi muka air tanah (TMAT). Sementara luas areal pemulihan gambut yang berada di lahan masyarakat mencapai 52.430 hektar. Selain itu, ada juga restorasi gambut yang dilakukan oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) yang luasnya telah mencapai 1,6 juta hektar. Indonesia merupakan negara pemilik gambut tropis terluas di dunia, mencapai 13,4 juta hektar.
Di lain pihak, dalam laporan ”Gelisah di Lahan Basah: Korporasi, Pemerintah dan Semua Komitmen Kosong Restorasi Gambutnya” (Kompas, 1/8/2024), disebutkan upaya restorasi gambut hingga 2 juta hektar memang mencapai target yang ditetapkan. Namun, pengawasan dan perawatan infrastruktur restorasi gambut masih belum optimal.
Pantau Gambut menemukan 54 dari 77 sekat kanal atau sekitar 70 persen sekat kanal dalam kondisi rusak atau kurang perawatan. Kerusakannya seperti TMAT lebih dari 40 cm, kemudian ada sekat kanal yang jebol dan ditutupi semak belukar.
Selain itu, 95 persen dari 289 titik sampel gambut nonkonsesi di area restorasi pemerintah yang pernah terbakar dan kehilangan tutupan pohon berubah menjadi perkebunan jenis tanaman lahan kering serta semak belukar. Kelapa sawit menjadi komoditas paling dominan di lahan bekas terbakar tersebut.
Di area konsesi perusahaan tercatat hanya 1 persen dari 240 titik sampel yang kembali menjadi hutan meski pernah terbakar dan mengalami kehilangan tutupan pohon.
Klaim pemerintah tentang keberhasilan untuk memulihkan lahan gambut akan dibuktikan kembali pada puncak musim kemarau pada September 2024.