Pemerintah perlu mengorkestrasi berbagai kebijakan agar tidak merugikan salah satu sektor.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Kebijakan pemerintah di sektor perdagangan sangat membingungkan. Pemerintah harus tetap fokus memacu pertumbuhan ekonomi.
Kinerja industri manufaktur dalam negeri pada Juli 2024 melambat hingga merosot ke zona kontraksi. Anjloknya kinerja manufaktur di tengah permintaan global yang sedang lesu itu diperparah oleh kebijakan pemerintah yang justru merelaksasi impor. Kebijakan impor yang lebih suportif bagi industri dalam negeri dinanti.
Performa industri manufaktur pada Juli 2024 ini merupakan yang terendah dalam tiga tahun terakhir. Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager’s Index/PMI) yang dirilis oleh S&P Global menunjukkan, posisi Indonesia ada di level 49,3 atau masuk ke zona kontraksi di bawah level 50 (Kompas.id, 3/8/2024).
Kondisi itu sangat mengejutkan karena indeks selalu di atas 50 yang berarti manufaktur selalu ekspansif. Indeks Manajer Pembelian menjadi indikator ekonomi yang mengukur arah perkembangan tren ekonomi pada sektor manufaktur dan jasa. Indeks ini mengukur, antara lain, tingkat produksi, persediaan, dan pesanan baru.
Penyebab penurunan indeks adalah pasar global yang sedang menurun. Namun, ini diperparah oleh keran impor yang dibuka untuk beberapa komoditas hingga memukul industri dalam negeri. Untuk mengecek situasi, kita sangat mudah menemukan di masyarakat. Salah satunya, para penjual pakaian bekas kembali muncul tak hanya di pasar nyata, tetapi juga di media sosial. Seorang ibu rumah tangga sampai hafal betul jenis-jenis pakaian dan harganya. Ia juga tahu negara asal pakaian itu.
Unjuk rasa beberapa kali dari kalangan pekerja sudah cukup menunjukkan bahwa kondisi manufaktur mengalami kelesuan. Industri pasti terpukul dan para pekerja menjerit karena pesanan terus menurun. Dalam jangka panjang, mereka akan terdampak dan kemungkinan mengalami pemutusan hubungan kerja. Situasi ini sangat meresahkan karena manufaktur masih diandalkan menampung tenaga kerja dalam jumlah besar, yaitu sekitar 14 persen. Ketika manufaktur terganggu, maka kemampuan mereka menyerap tenaga kerja akan menurun hingga memunculkan masalah sosial.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mengorkestrasi berbagai kebijakan agar tidak merugikan salah satu sektor. Saat ini boleh dibilang sektor manufaktur sudah jatuh tertimpa tangga pula. Tekanan dari luar negeri dan dalam negeri sangat kuat. Pemerintahan yang tinggal tiga bulan tidak bisa menjadi alasan untuk tidak melakukan harmonisasi kebijakan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Di sisi lain, kemungkinan ada pihak yang bermain dalam kebijakan merelaksasi impor beberapa komoditas yang merugikan itu perlu diinvestigasi secara mendalam. Kita kerap sekali mendapati keanehan dalam sejumlah kebijakan impor. Kebijakan impor juga mudah sekali ditumpangi kepentingan tertentu. Sekali lagi, kebijakan ini sangat aneh dan membingungkan publik.