Sebaiknya penerapan visa emas di Tanah Air memperhatikan ”risiko” sosial, kesenjangan, dan pidana yang mungkin terjadi.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Pascapandemi, pertumbuhan ekonomi tetap menjadi kata kunci. Setiap negara di dunia ramai berebut kue investasi, tak terkecuali Indonesia.
Untuk menarik investor asing, baru-baru ini Jakarta menawarkan skema visa jangka panjang dengan kompensasi investasi antara 2,5 juta dollar AS dan 10 juta dollar AS. Kompensasinya adalah mereka mendapatkan visa Indonesia untuk 5 tahun atau 10 tahun.
Untuk korporasi yang berinvestasi di Indonesia pun, Jakarta akan memberikan skema yang sama. Tentu nilai investasi yang harus ditanam korporasi asing itu jauh lebih tinggi, minimal 25 juta dollar AS. Ujung dari skema Golden Visa itu adalah mendongkrak kinerja ekonomi Indonesia dan memudahkan investor berusaha di negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Kebijakan untuk mendongkrak kinerja ekonomi nasional tentu adalah upaya yang baik dan patut didukung. Akan tetapi, upaya itu perlu disikapi dengan waspada, hati-hati, serta bijaksana. Terkait dengan hal itu, Presiden Joko Widodo meminta agar pihak Imigrasi melakukan seleksi ketat.
Indonesia bukanlah negara pertama yang menawarkan Golden Visa untuk menarik investor asing. Beberapa negara Eropa, seperti Spanyol, Portugal, dan Yunani, juga mempraktikkannya. Ada sejumlah catatan penting yang dapat menjadi pelajaran dari kebijakan yang mereka terapkan.
Saat ini, Spanyol tengah menelaah implementasi skema yang telah berlaku sejak 2013 itu. Alasannya, program yang memungkinkan investor asing memiliki izin tinggal di Spanyol dengan investasi 500.000 euro pada bidang properti justru membuat pasar properti negeri itu tidak terkendali. Spekulasi di sektor properti membuat banyak anak muda atau keluarga muda Spanyol kesulitan mengakses perumahan, terutama di kota besar, seperti Barcelona dan Madrid.
Sementara itu, Portugal dan Yunani memilih mengubah program visa emas itu. Sejak diterapkan pada 2012, Lisabon mampu menarik lebih dari 7,3 miliar euro dari investor asing via program visa emas. Namun, seperti Spanyol, investasi asing di bidang properti juga membuat pasar properti di Portugal kian mahal. Oleh karena itu, sekarang Lisabon akan mengarahkan investor asing berinvestasi ke bidang properti yang terjangkau warga lokal dan migran.
Berbeda dari Portugal, Yunani memilih menaikkan batas bawah investasi. Mencermati hal itu, Uni Eropa lantas meminta negara-negara anggotanya mengkaji penerapan visa emas. Bagi Eropa, merujuk pemberitaan kantor berita Reuters dan AFP, program itu dinilai hanya menguntungkan investor-investor kaya dan berpotensi memicu kesenjangan sosial. Bagi Eropa, skema itu dinilai membuka peluang atau memfasilitasi praktik-praktik korupsi dan pencucian uang.
Selain selektif, berkaca dari pengalaman Eropa, ada baiknya penerapan visa emas di Tanah Air juga memperhatikan ”risiko” sosial dan pidana yang mungkin terjadi.
Editor:
ANDREAS MARYOTO, BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO