Mengakui Kontribusi Kerja Perawatan
Pemerintahan baru nanti harus menunjukkan komitmen nyata pada pengakuan nilai ekonomi dan sosial pekerjaan perawatan.
Indonesia sedang menghadapi perubahan demografi yang signifikan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lanjut usia diperkirakan akan meningkat sekitar 20 persen pada 2024, dan pada 2050 akan mencapai 74 juta jiwa atau sekitar 25 persen dari total penduduk. Sementara itu, jumlah kelahiran di Indonesia pada 2023 sebanyak 4,62 juta, menurun 0,6 persen dari tahun sebelumnya.
Kondisi tersebut menuntut perhatian khusus dari pemerintah terhadap kerja perawatan yang mayoritas dilakukan perempuan.
Beban ganda
Kerja perawatan di rumah sering kali tidak diakui sebagai kontribusi ekonomi yang berharga. Data riset Trade Union Rights Centre (TURC) pada 2022 di industri sepatu dan alas kaki menunjukkan bahwa pekerja perempuan memikul beban ganda—di tempat kerja dan di rumah. Mereka melakukan tugas-tugas seperti memasak, mencuci pakaian, dan mengasuh anak meskipun juga bekerja di pabrik.
Pada keluarga kaya, kerja perawatan sering melibatkan pekerja rumah tangga (PRT) yang kerap diberi upah di bawah upah minimum dan tanpa jaminan sosial. Sementara pada keluarga miskin, tugas perawatan lansia dan anak-anak lebih banyak dibebankan kepada perempuan dalam keluarga.
Baca juga: Geneva Memanggil dan Asa PRT
Kondisi ini mengancam kesehatan dan kesejahteraan perempuan, terutama yang bekerja. Data dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) tahun 2022 mengungkap bahwa sekitar 75 persen pekerjaan perawatan yang tidak dibayar di seluruh dunia dilakukan oleh perempuan. Meskipun kontribusi ini vital, sering kali mereka terpinggirkan dalam perhitungan ekonomi formal. Pekerja perempuan biasanya mendapatkan upah yang lebih rendah dibandingkan dengan rekan laki-laki mereka untuk pekerjaan yang sama.
Praktik di negara lain
Perubahan mendasar dalam kebijakan dan persepsi masyarakat terhadap pekerjaan perawatan sangat diperlukan. Konsep 5R (rekognisi, reduksi, redistribusi, reward, dan representasi) dari ILO menyediakan kerangka kebijakan untuk menghargai pekerjaan perawatan. Beberapa negara telah berhasil menerapkan praktik baik dengan menggunakan kerangka ini.
Di Swedia, pekerjaan perawatan diakui sebagai bagian mendasar dari kehidupan dan aktivitas manusia. Contohnya, kebijakan cuti parental memungkinkan orangtua untuk mendapatkan cuti berbayar hingga 480 hari atau sekitar 16 bulan yang dapat dibagi di antara kedua orangtua. Kebijakan ini mengakui pentingnya peran perawatan anak dalam perkembangan keluarga dan masyarakat.
Norwegia telah menetapkan kebijakan cuti ayah dan memberikan hak cuti berbayar khusus bagi ayah. Langkah ini telah berhasil mendorong lebih banyak partisipasi laki-laki dalam perawatan anak dan pekerjaan rumah tangga. Ini merupakan bentuk redistribusi pekerjaan perawatan dari perempuan kepada laki-laki, serta mendorong tanggung jawab bersama dalam rumah tangga dan masyarakat.
Beberapa negara di Asia Timur juga telah mengadopsi kerangka kebijakan ini. Jepang, misalnya, telah mengintegrasikan dukungan untuk perawatan lansia ke dalam sistem kesejahteraan sosialnya, yang mencakup Asuransi Perawatan Jangka Panjang dengan skema Program Kaigo Hoken untuk lansia dan layanan perawatan anak. Langkah ini membantu mengurangi beban pengasuhan yang tradisionalnya ditanggung oleh perempuan.
Filipina telah menerapkan undang-undang yang memberikan cuti parental bagi kedua orangtua dan insentif pajak bagi perusahaan yang menyediakan fasilitas perawatan anak di tempat kerja.
Sementara itu, Korea Selatan memberikan insentif keuangan bagi keluarga yang menggunakan layanan perawatan anak resmi. Pemerintah menyediakan subsidi dan insentif pajak untuk mendorong penggunaan layanan perawatan anak berkualitas sehingga mengakui kontribusi ekonomi dari pekerjaan perawatan.
Beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Singapura dan Vietnam, juga mulai mengakui pentingnya pekerjaan perawatan. Singapura memiliki kebijakan cuti hamil yang kuat dan program subsidi perawatan anak yang membantu mengurangi beban perawatan bagi perempuan. Vietnam telah memperkenalkan program pelatihan keterampilan dan layanan perawatan anak yang terjangkau, yang bertujuan untuk mendistribusikan beban perawatan secara lebih merata dan meningkatkan partisipasi perempuan dalam pasar kerja.
Selain itu, Filipina telah menerapkan undang-undang yang memberikan cuti parental bagi kedua orangtua dan insentif pajak bagi perusahaan yang menyediakan fasilitas perawatan anak di tempat kerja. Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga di Filipina juga memberikan perlindungan hukum dan memastikan bahwa pekerja rumah tangga memiliki representasi dalam dialog sosial dan pembuatan kebijakan yang memengaruhi kondisi kerja mereka.
Peluang dan tantangan
Penelitian ILO pada 2022 tentang ekonomi perawatan di Indonesia mengungkap bahwa berinvestasi dalam perawatan anak universal dan layanan perawatan jangka panjang akan menghasilkan sekitar 10,4 juta lapangan pekerjaan pada 2035. Investasi dalam paket kebijakan perawatan komprehensif juga dapat mengurangi kesenjangan jender dalam partisipasi angkatan kerja sebesar 5,5 persen.
Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah menerbitkan kebijakan Peta Jalan Kerja Perawatan 2024, yang mencakup pengembangan pelayanan pengasuhan dan pendidikan anak usia dini, layanan perawatan lansia, akses yang lebih besar pada cuti hamil dan cuti ayah, pengakuan pekerjaan yang layak bagi pekerja perawatan, dan program perlindungan sosial untuk ekonomi perawatan.
Inisiatif pemerintah ini patut diapresiasi. Namun, kebijakan tersebut menghadapi tantangan, seperti budaya patriarki yang menempatkan perempuan sebagai penanggung jawab utama perawatan dalam rumah tangga, kurangnya kesadaran akan pentingnya pekerjaan perawatan dalam sistem ekonomi formal dan kebijakan sosial, serta kurangnya payung hukum yang melindungi pekerja perawatan, seperti Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang sudah 20 tahun tidak menemui kejelasan.
Baca juga: PRT Berhak Mendapat Perlakuan Adil
Pemerintah juga telah menerbitkan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA). Meskipun UU ini merupakan langkah positif, masih terdapat beberapa catatan kritis yang perlu diperhatikan. Pertama, pengembangan infrastruktur yang mendukung kesejahteraan ibu dan anak, seperti fasilitas kesehatan, layanan pengasuhan, dan pendidikan anak usia dini, perlu ditingkatkan.
Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia pada 2022, terdapat 2.258 tempat pengasuhan anak, di mana 66 persen tenaga pengasuh tidak memiliki sertifikat profesi dan 44 persen tidak memiliki legalitas. Ini menunjukkan bahwa fasilitas pengasuhan anak di Indonesia masih memerlukan peningkatan signifikan.
Kedua, kebijakan ini memberikan cuti melahirkan selama tiga bulan pertama, dengan tambahan hingga tiga bulan jika ada kondisi khusus, berarti tidak semua ibu otomatis mendapatkan cuti enam bulan. Bahkan, jika ibu mendapatkan cuti melahirkan selama enam bulan, mereka hanya menerima upah 75 persen pada bulan kelima dan keenam.
Selain itu, durasi cuti ayah yang sangat singkat, yaitu hanya 2-3 hari, tidak memadai untuk memberikan dukungan optimal selama masa persalinan dan awal kelahiran bayi. Cuti ayah yang lebih lama akan memungkinkan ayah terlibat lebih dalam proses perawatan dan penyesuaian kehidupan keluarga setelah kelahiran.
Langkah strategis ke depan
Pengembangan ekonomi perawatan di Indonesia memerlukan pendekatan menyeluruh dan terintegrasi. Ini mencakup kebijakan untuk memperkuat akses terhadap layanan perawatan yang terjangkau, meningkatkan kondisi kerja bagi pekerja perawatan, dan mempromosikan kesetaraan jender dalam pembagian kerja rumah tangga. Penting untuk mengubah pola pikir yang menganggap ekonomi perawatan hanya sebagai masalah perempuan, sementara seharusnya pekerjaan perawatan tidak hanya tanggung jawab perempuan.
Menjelang transisi kepemimpinan dari Jokowi ke Prabowo, pemerintah harus mengambil langkah strategis dalam merumuskan kebijakan yang mengakui dan menghargai pekerjaan perawatan sebagai fondasi ekonomi dan sosial. Pertama, infrastruktur perawatan perlu ditingkatkan dengan meningkatkan jumlah dan kualitas fasilitas penitipan anak.
Subsidi dan insentif perlu diberikan kepada penyedia layanan untuk memastikan akses perawatan yang layak bagi semua anak. Pusat perawatan lansia, baik yang dikelola pemerintah maupun swasta, perlu dibangun dengan standar kualitas tinggi dan biaya terjangkau.
Dalam konteks transisi kepemimpinan, rezim baru harus menunjukkan komitmen nyata dalam membangun masa depan yang lebih adil bagi semua pekerja, khususnya perempuan di garis depan.
Kedua, kebijakan cuti dan perlindungan kerja harus diperkuat. Durasi cuti melahirkan perlu diperpanjang menjadi enam bulan penuh dengan upah 100 persen, sementara cuti ayah minimal satu bulan berbayar harus diberikan untuk mendukung peran aktif ayah dalam perawatan anak. RUU Perlindungan PRT harus disahkan dan dilaksanakan secara ketat untuk menjamin hak-hak layak bagi pekerja rumah tangga.
Ketiga, dukungan keuangan dan insentif perlu diberikan, seperti subsidi langsung untuk keluarga yang menggunakan layanan perawatan resmi dan insentif pajak untuk perusahaan yang menyediakan fasilitas perawatan di tempat kerja. Program asuransi perawatan jangka panjang yang mencakup perawatan anak dan lansia juga dapat mengurangi beban finansial keluarga.
Keempat, pendekatan berbasis komunitas perlu didorong dengan memanfaatkan program di desa atau kelurahan, termasuk dana desa untuk mendukung ekonomi perawatan. Program seperti kelompok pengasuh dan sukarelawan harus didukung untuk membantu keluarga dalam tugas perawatan sehari-hari. Kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat menciptakan solusi perawatan inovatif dan berkelanjutan.
Baca juga: Sekjen PBB: Berinvestasi pada Perempuan, Mempercepat Kemajuan
Sektor industri juga perlu bertanggung jawab dengan menyediakan lingkungan kerja yang mendukung, termasuk fasilitas pengasuhan anak yang terjangkau bagi pekerja perempuan. Kebijakan yang mempromosikan kesetaraan dan menghargai kontribusi mereka harus diadopsi. Pembiayaan fasilitas pengasuhan anak dapat dilakukan melalui dana corporate social responsibility (CSR) dari perusahaan di kawasan industri atau kabupaten terkait.
Dalam konteks transisi kepemimpinan, rezim baru harus menunjukkan komitmen nyata dalam membangun masa depan yang lebih adil bagi semua pekerja, khususnya perempuan di garis depan. Implementasi perubahan ini harus didasarkan pada pengakuan penuh terhadap nilai ekonomi dan sosial dari pekerjaan perawatan, mendorong kesetaraan, dan menghargai peran pekerjaan perawatan di seluruh Indonesia.
Didit Saleh, Deputi Program Trade Union Right Center (TURC) dan Peneliti ISI