Kekerasan, termasuk pembunuhan, amat dekat dengan kehidupan anak dan pemuda. Butuh upaya serius mengatasi isu akut ini.
Oleh
REDAKSI
·1 menit baca
Dari laporan Inspire, hasil riset Organisasi Kesehatan Dunia bersama beberapa badan dunia lainnya pada 2016, diketahui bahwa sekitar 1 miliar anak mengalami kekerasan emosional, fisik, dan seksual sepanjang 2015. Angka itu adalah separuh jumlah anak berusia 0-18 tahun.
Masih dari riset yang sama, pembunuhan masuk dalam lima besar penyebab kematian anak-anak. Sebanyak 80 persen pelaku dan korban adalah anak laki-laki.
Pada 2023, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis data terbaru yang menyebutkan, orang berusia 15-29 tahun, irisan dari anak-anak ataupun kaum muda, juga dekat dengan pelbagai kekerasan, termasuk pembunuhan. Kekerasan fisik dan perundungan sangat biasa terjadi di rentang usia tersebut. Selain itu, 37 persen dari total 176.000 pembunuhan di dunia melibatkan pemuda di rentang usia yang sama.
Di dalam negeri, laporan jurnalisme data harian Kompas pada pekan ini menunjukkan fakta serupa dengan riset WHO.
Kekerasan di kalangan anak-anak dan kaum muda tidak hanya memicu kematian prematur dan korban luka-luka. Akan tetapi, turut menyebabkan dampak serius jangka panjang terhadap fungsi psikologi ataupun sosial para korban dan pelaku. Biaya kesehatan hingga layanan kesejahteraan dan penanganan kriminalitas meningkat. Produktivitas dan nilai properti tereduksi.
Penyebab kekerasan itu bisa dari diri sendiri, keluarga atau relasi terdekat, dan pengaruh komunitas atau lingkaran sosial yang lebih luas.
Faktor dari diri sendiri, di antaranya jika seseorang memiliki gangguan perilaku karena berbagai sebab. Faktor lain, di antaranya pengangguran, kemiskinan, orangtua mengidap depresi dan pelaku kekerasan, serta ketidakharmonisan rumah tangga.
Setiap anak, pemuda, dan rumah tangga perlu memiliki kemampuan mengelola amarah, memetakan masalah, dan mengembangkan keterampilan menyelesaikan persoalan.
Selain itu, juga kemudahan akses untuk mengonsumsi alkohol, penggunaan senjata, kedekatan dengan kehidupan geng ataupun pengedar narkoba, kawasan miskin yang kurang fasilitas dan layanan publik memadai, serta kualitas pemerintahan yang buruk.
Untuk mengatasinya, masyarakat bersama pemerintah perlu menerima bahwa kekerasan anak dan kaum muda adalah persoalan akut yang butuh solusi komprehensif dari hulu ke hilir.
Setiap anak, pemuda, dan rumah tangga perlu memiliki kemampuan mengelola amarah, memetakan masalah, dan mengembangkan keterampilan menyelesaikan persoalan. Untuk mencapainya, butuh program yang melibatkan perpanjangan tangan pemerintah, seperti melalui RT/RW, puskesmas, sekolah, serta bekerja sama dengan organisasi nonpemerintah.
Akses ke alkohol, senjata, obat-obatan terlarang butuh diperketat, ditutup. Perlu pula mengembangkan kawasan dengan ikatan sosial kuat dan berorientasi melindungi setiap individu dalam komunitasnya. Lakukan intervensi untuk mengurai konsentrasi kemiskinan, menambah lapangan pekerjaan, dan meningkatkan kualitas lingkungan urban.
Tidak mudah menjalankan semua itu, apalagi jika pemerintahan yang berorientasi melayani publik belum terwujud. Namun, jika serius ingin mengatasi kekerasan pada anak dan kaum muda, jalan terjal itu harus ditempuh.