logo Kompas.id
Opini”Quo Vadis” Masyarakat Sipil?
Iklan

”Quo Vadis” Masyarakat Sipil?

Bagaimana ormas akan bisa tetap kritis di hadapan pemerintah jika mendapat bantuan berbentuk konsesi tambang?

Oleh
AHMAD NAJIB BURHANI
· 5 menit baca
Ahmad Najib Burhani
SALOMO TOBING

Ahmad Najib Burhani

Dalam artikel ”Ke Mana Para Ilmuwan Kampus” (18/6/2024), Sulistyowati Irianto mempersoalkan sepinya suara kritis para ilmuwan dan intelektual saat ini. Pertanyaan yang sama sangat layak untuk ditujukan juga kepada masyarakat sipil (civil society) di Indonesia. Ke mana mereka saat ini?

Peran dan posisi masyarakat sipil, terutama Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), dalam memperkuat dan menyeimbangkan demokrasi di Indonesia sudah banyak diapresiasi dan dianalisis, baik oleh pengamat dalam negeri maupun luar negeri. Salah satunya disampaikan oleh Gustav Brown dan Robert Hefner yang menyebutkan bahwa masa depan Indonesia sebagai negara demokratis dan pluralis bergantung pada perkembangan dan kelangsungan tradisi ’pluralis sipil’ dalam Islam—yang, antara lain, ”[menolak] pendirian negara ’Islam’ yang monolitik”, mendukung reformasi demokrasi, dan ”[memegang teguh] idealisme masyarakat sipil” (2019, 397; 2000, 12).

Editor:
MOHAMMAD HILMI FAIQ
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000