Kurang dari 20 persen komuter di Jakarta menggunakan angkutan umum. Ini berarti baru sepertiga jalan menuju Kota Global.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Disebut kota global, sebuah kota modern dan maju, jika pergerakan masyarakatnya berbasis angkutan umum massal. Bagaimana dengan Jakarta?
Kawasan Dukuh Atas di Jakarta Pusat telah resmi menjadi hub angkutan umum massal. Dari ke titik ini, orang bisa menggunakan bus Transjakarta, kereta komuter atau KRL Jabodetabek, LRT Jabodebek, MRT Jakarta, dan KA Bandara. Tempat antar-jemput ojek daring pun tersedia.
Paling lambat awal 2027 nanti, LRT Jakarta ditargetkan turut bergabung terintegrasi di Dukuh Atas. Daya jangkau transportasi publik massal di Jakarta bakal makin meluas.
Sepintas melihat Dukuh Atas dan kesibukan berbagai moda wara-wiri, wajah baru peradaban kota di Jakarta yang berbasis angkutan umum massal bukan lagi sebatas angan.
Mimpi terpendam selama puluhan tahun akhirnya menjadi kenyataan. Ditambah dengan jaringan jalur sepeda dan pembangunan trotoar, transportasi publik sebagai tulang punggung pergerakan masyarakat di Jakarta kian nyata.
Namun, tunggu dulu, ternyata kenyataannya mimpi itu baru mewujud sebagian. Survei Komuter Jabodetabek 2023 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) seperti dilaporkan Kompas, menunjukkan, dari 1.569.049 komuter asal Jakarta, hanya 18,8 persen atau 295.893 orang yang pergi ke tempat kegiatan utama menggunakan transportasi umum. Sisanya memilih naik kendaraan pribadi.
Padahal, Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) 2018-2029 menargetkan 60 persen komuter menggunakan angkutan umum. Dibandingkan dengan hasil survei komuter, berarti baru hampir sepertiga dari target itu terpenuhi. Angka pengguna angkutan umum di Jakarta itu jauh di bawah kota global dunia, bahkan dengan kota utama di tingkat Asia Tenggara.
Tiga alasan terbesar pengguna kendaraan pribadi tidak mau beralih ke transportasi publik, yaitu karena tidak praktis (35 persen), waktu tempuh lama (24,3 persen), dan waktu tunggu lama (10,2 persen).
Pemerintah dan operator perlu fokus meningkatkan kinerjanya, mempercepat proses pembangunan angkutan umum massal perkotaan yang mumpuni.
Di luar itu, ada keluhan terhadap perilaku sesama penumpang transportasi publik. Ditemukan ada orang yang menyerobot antrean masuk stasiun atau halte maupun saat hendak naik ke setiap moda.
Di dalam angkutan umum, ada penumpang asyik makan, buang sampah sembarangan, mengobrol atau bicara di telepon genggam dengan suara keras, juga tidak memprioritaskan tempat duduk untuk orang hamil, disabilitas, dan orang tua.
Melihat lebih jernih, perilaku buruk itu memperkuat bukti bahwa sebagian warga memang belum terbiasa menggunakan angkutan umum untuk mobilitas sehari-hari. Saat ini, banyak orang naik angkutan umum sebatas rekreasional semata.
Perilaku buruk itu akan hilang dengan sendirinya jika fungsi angkutan umum sebagai tulang punggung mobilitas warga tercapai. Untuk itu, perlu ada terobosan solusi menggugurkan tiga alasan terbesar orang enggan naik angkutan umum.
Kini, hampir sepertiga jalan memenuhi target RITJ menuju kota global telah terlampaui. Masih ada lima tahun lagi untuk mengejar ketertinggalan. Pemerintah dan operator perlu fokus meningkatkan kinerjanya, mempercepat proses pembangunan angkutan umum massal perkotaan yang mumpuni.