TNI harus siap menghadapi perang siber. Satuan siber TNI harus diisi profesional yang mampu menghadapi serangan siber.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Kebocoran data Badan Intelijen Strategis TNI menjadi contoh nyata bagaimana Indonesia membutuhkan segera strategi pertahanan siber komprehensif.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto seusai rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2024), menyampaikan rencana TNI mengubah doktrin dan membuka rekrutmen khusus bagi warga yang memiliki keahlian di bidang keamanan siber. Rencana ini sebagai respons terhadap kebocoran data Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI.
Indonesia sebenarnya memiliki perangkat regulasi dan banyak lembaga yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan pertahanan siber, tetapi dengan mudah kita menjadi korban serangan siber. Kebocoran data Bais TNI bulan Juni lalu dan terakhir serangan ransomwareLockBit 3.0 terhadap Pusat Data Nasional menjadi contoh rapuhnya Indonesia.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebenarnya adalah perangkat dasar membangun sistem keamanan dan pertahanan siber. UU ITE mengatur kewajiban penyelenggaraan sistem elektronik secara aman, Namun, belakangan lebih dikenal sebagai regulasi yang kerap membungkam kritik.
Sementara perangkat regulasi mutakhir di bidang keamanan dan pertahanan siber antara lain Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), lembaga yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang keamanan siber dan sandi. Selain itu, ada Perpres No 82/2022 tentang Perlindungan Infrastruktur Informasi Vital (IIV). Perpres ini mengatur perlindungan IIV dari serangan siber dan respons pemulihan dari dampak serangan siber. Regulasi lain adalah Perpres No 47/2023 tentang Strategi Keamanan Siber Nasional dan Manajemen Krisis Siber.
Kebocoran data Badan Intelijen Strategis TNI menjadi contoh nyata bagaimana Indonesia membutuhkan segera strategi pertahanan siber komprehensif.
Dalam hal kelembagaan, selain BSSN, Kementerian Pertahanan memiliki Pusat Pertahanan Siber. Tiap matra TNI memiliki bagian khusus yang bertugas di bidang pertahanan siber. TNI AD memiliki Pusat Sandi dan Siber Angkatan Darat. TNI AL dan TNI AU juga memiliki satuan siber tersendiri.
Dengan sederet aturan dan lembaga tersebut, mengapa Indonesia masih rentan dari serangan siber dan sering kali tidak berdaya menghadapinya? Kerap kali penempatan personel dalam lembaga-lembaga yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan pertahanan siber justru tak memiliki kompetensi yang dibutuhkan.
Rencana Panglima TNI merekrut warga berkeahlian keamanan siber patut diapresiasi. Lembaga-lembaga yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan pertahanan siber harus diisi profesional yang mengerti potensi gangguan dan ancaman serta mampu menghadapi serangan siber. Rencana mengubah doktrin satuan siber TNI juga perlu segera dilakukan. TNI ke depan harus siap dengan perang siber. TNI tak boleh hanya bertahan menghadapi serangan siber, tetapi juga mampu memukul balik musuhnya.