Judi Online, Melumat Rakyat hingga Pejabat
Virus judi online sudah merambah ke semua lapisan masyarakat, mulai dari rakyat sampai pejabat.
Dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK belum lama ini mengungkapkan, lebih dari 1.000 anggota legislatif melakukan aktivitas judi online dengan jumlah transaksi 63.000 kali dan perputaran uang per orang mencapai miliaran rupiah.
Dari 63.000 transaksi itu, terdapat 7.000 transaksi yang khusus terkait dengan anggota DPR. Selain data itu, terdapat juga daerah-daerah yang, menurut keterangan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan sekaligus Ketua Satgas Pemberantasan Perjudian Daring Hadi Tjahjanto, menduduki peringkat tertinggi dalam jumlah warga yang bermain judi daring.
Baca juga: Indonesia Darurat Judi Daring, Lebih dari 1.000 Anggota Dewan Ikut Terjerat
Pada level provinsi, Jawa Barat ada di posisi teratas dengan jumlah warga yang bermain 535.644 orang dan nilai transaksi Rp 3,8 triliun. Disusul DKI Jakarta 238.568 orang dengan nilai transaksi Rp 2,3 triliun. Jawa Tengah 201.963 orang dengan nilai transaksi Rp 1,3 triliun. Jawa Timur 135.227 orang dengan nilai transaksi Rp 1,05 triliun. Banten 150.302 orang dengan nilai transaksi Rp 1,02 triliun.
Di tingkat kabupaten, tingkat keterpaparan judi daring adalah sebagai berikut. Di Jakarta Barat, jumlah pemain 62.088 orang dengan nilai transaksi Rp 792 miliar. Kota Bogor 18.595 orang dengan nilai transaksi Rp 612 miliar. Kabupaten Bogor 62.519 orang dengan nilai transaksi Rp 567 miliar. Jakarta Timur 59.234 orang dengan nilai transaksi Rp 480 miliar. Jakarta Utara 37.894 orang dan nilai transaksi Rp 430 miliar.
Virus judi daring juga telah merambah sampai ke tingkat kecamatan. Kecamatan paling terpapar adalah Bogor Selatan dengan jumlah pemain 3.720 orang dan nilai transaksi Rp 349 miliar. Disusul Tambora 7.916 orang dengan nilai transaksi Rp 196 miliar. Cengkareng 14.782 orang dengan nilai transaksi Rp 176 miliar. Tanjung Priok 9.554 orang dengan nilai transaksi Rp 139 miliar. Kemayoran 6.080 orang dengan nilai transaksi Rp 118 miliar. Kalideres 9.825 orang dengan nilai transaksi Rp 113 miliar. Penjaringan 7.127 orang dengan nilai transaksi Rp 108 miliar.
Dampak judi daring
Data di atas juga menunjukkan bahwa virus judi daring sudah merambah ke semua lapisan masyarakat, mulai dari rakyat sampai pejabat. Pelaku yang terlibat dalam tindak kejahatan ini tidak lagi memegang etika, moral, dan agama sebagai nilai (value) karena judi merupakan perbuatan tercela dan melanggar norma agama serta norma hukum yang seharusnya mereka hindari.
Tidak lagi memandang haram atau halal, yang penting bagi mereka dapat uang. Perilaku dan pandangan hidup seperti ini jelas akan merusak tatanan nilai dalam masyarakat sehingga kita tak heran jika mereka juga rentan melakukan pelanggaran hukum lainnya.
Melihat masif dan luasnya penyebaran virus judi daring ini jika tidak segera diatasi tentu akan lebih membahayakan. Bahkan, tidak mustahil pada akhirnya akan mengubah nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa Indonesia selama ini, seperti menjunjung tinggi nilai agama, moral, kejujuran, kerja keras, dan gotong royong. Virus judi akan membuat mereka mimpi mendapat keuntungan besar tanpa perlu kerja keras dan ini akan membentuk jiwa pemalas.
Hasil kejahatan ibarat darah dalam tubuh, merampas hasil kejahatan akan melumpuhkan dan mematikan kejahatan.
Belum lagi pengaruh lain, seperti menjadi individualistis, kecanduan karena penasaran, dan nafsu ingin menang yang membuat mereka akan menghalalkan segala cara. Termasuk korupsi untuk modal serta mengabaikan kewajiban mereka sebagai warga negara dan kepala rumah tangga.
Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Perjudian Daring yang diketuai Menko Polhukam dengan anggota antara lain Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi serta penegak hukum sebenarnya terlambat karena virus judi daring sudah merambah luas dan menimbulkan banyak korban.
Korban itu termasuk yang bunuh diri hingga yang dibunuh dengan sadis. Namun, seperti kata pepatah, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Hasil kejahatan ibarat darah dalam tubuh, merampas hasil kejahatan akan melumpuhkan dan mematikan kejahatan.
Penegakan hukum
Dalam perspektif penegakan hukum terhadap kejahatan yang tujuannya mendapat kekayaan, dikenal prinsip hasil kejahatan merupakan darah atau napas kejahatan. Ibarat darah di dalam tubuh, manusia jika tidak ada darah, niscaya akan mati.
Begitu pula dengan kejahatan, termasuk judi daring; jika bandar, pelaku, dan pihak-pihak terkait lainnya tidak mendapatkan hasil, niscaya kejahatan tersebut tidak akan berlanjut dan tentu dampaknya pun tidak akan berlanjut.
Untuk itu, seharusnya Satgas Pemberantasan Perjudian Daring mengedepankan menangkap para bandar judi daring sebagai penggerak, penyelenggara, dan oknum utama dalam perjudian.
Tentu tidak cukup hanya menangkap dan memprosesnya secara hukum, tetapi harus pula dilakukan penyitaan terhadap seluruh hasil kejahatan, sarana, serta aset-aset yang terkait dengan perjudian tersebut—termasuk rumah atau gedung tempat mereka menyelenggarakan judi daring—sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 39 KUHAP.
Hal lain yang juga harus dilakukan adalah menersangkakan pelaku dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Yaitu, Pasal 3 bagi mereka yang menyamarkan harta kekayaan hasil perjudian dengan cara apa pun, Pasal 4 untuk mereka yang menyembunyikan asal-usul atau menyembunyikan harta kekayaan dari hasil perjudian, dan atau Pasal 5 bagi mereka yang menerima, menggunakan/menikmati harta kekayaan dari perjudian tersebut.
Kita sangat berharap satgas ini benar-benar serius dan memberikan hasil yang memuaskan.
Hal ini penting dalam rangka menyita sebanyak-banyaknya harta kekayaan dari perjudian, termasuk yang sudah berada di tangan pihak ketiga. Langkah ini harus segera diprioritaskan. Sebab, jika mengandalkan pada pencegahan dari aspek aplikasi, mungkin dengan terganggunya sistem TI yang ada di Kemenkominfo, upaya ini menjadi tidak mudah.
Satgas juga tidak boleh lambat karena pergerakan uang akan begitu cepat dan tidak lagi mengenal batas wilayah.
Untuk itu, kewenangan yang dimiliki oleh PPATK, seperti penghentian sementara transaksi sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Ayat (1) Huruf j jo Pasal 65 Ayat (1), 66, dan 67 UU No 8/2010 tentang TPPU harus sesegera mungkin dimanfaatkan. Demikian pula, penyidik dan penuntut umum dapat melakukan penundaan transaksi, pemblokiran, dan penyitaan sebagaimana diatur dalam Pasal 70, 71, 74, dan 81 UU TPPU.
Kewenangan yang dimiliki PPATK dan penegak hukum tersebut menjadi dasar yang kuat untuk dicegahnya harta kekayaan hasil kejahatan, termasuk judi daring, dipindahtangankan, atau dialihkan kepada pihak mana pun.
Selain itu, dalam Pasal 67 UU TPPU dan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 1/2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Penanganan Harta Kekayaan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak Pidana Lain, jika dalam waktu 30 hari setelah penyidik melakukan penyidikan atas laporan PPATK terkait transaksi yang dihentikan sementara itu tak ada pihak yang keberatan dan tak ada pemiliknya, penyidik dapat langsung membawa berkas itu ke pengadilan untuk dimohonkan dirampas untuk negara.
Dengan menggunakan instrumen Perma No 1/2013, hanya dalam waktu paling lama 45 hari, harta kekayaan itu dirampas untuk negara. Seandainya di kemudian hari ternyata pemilik harta itu ditemukan, maka bisa saja yang bersangkutan diproses hukum guna pengenaan sanksi pidana badan terhadap yang bersangkutan.
Dengan ketentuan yang begitu lengkap dari hulu hingga hilir, seharusnya masalah judi daring ini tidak sulit untuk diatasi. Kita sangat berharap satgas ini benar-benar serius dan memberikan hasil yang memuaskan.
Jangan sampai seperti Satgas Pemberantasan Pungli dan Satgas Penanganan Transaksi mencurigakan Rp 349 triliun, yang tidak jelas apa hasilnya. Semoga, Satgas Pemberantasan Perjudian Daring di bawah pimpinan mantan Panglima TNI ini benar-benar menunjukkan kiprah yang membanggakan.
Muhammad Yusuf, Kepala PPATK 2011-2016, Irjen KKP 2017-2022, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya