Bahan bakar minyak berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Subsidi BBM pun dialokasikan dan siap disalurkan.
Oleh
EDITORIAL
·2 menit baca
Masyarakat bergerak menuju tempat kerja dan aktivitas lain menggunakan angkutan umum dan kendaraan pribadi. Bahan bakar minyak masih menjadi kebutuhan utama bagi kelompok masyarakat ini, secara langsung dan tak langsung.
Secara umum, kebutuhan energi Indonesia pada 2023 lebih tinggi dibandingkan dengan 2022. Berdasarkan Statistik dan Ekonomi 2023 yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada Juni 2024, konsumsi energi Indonesia pada 2023 sebesar 1,22 juta barel setara minyak. Kebutuhan energi itu meliputi, antara lain, bahan bakar minyak (BBM), gas, dan batubara.
Sebagai negara pengimpor bersih (net importer) minyak, Indonesia patut mencermati kebutuhan BBM yang bertambah seiring peningkatan aktivitas. Pengimpor bersih artinya impor minyak lebih besar daripada ekspornya.
Pengimpor bersih artinya impor minyak lebih besar daripada ekspornya.
Kegiatan ekspor menghasilkan dollar AS, sedangkan impor memerlukan dollar AS. Penambahan minyak yang diimpor berdampak pada peningkatan kebutuhan dollar AS. Padahal, nilai tukar dollar AS terhadap rupiah bisa fluktuatif, yang antara lain dipengaruhi kondisi perekonomian global dan negara bersangkutan. Semakin kuat dollar AS terhadap mata uang lain, termasuk rupiah, maka semakin banyak rupiah yang dibutuhkan untuk membayar minyak impor.
Ekspor dan impor minyak juga tak lepas dari harganya. Pasokan di pasaran, kondisi negara produsen, dan perekonomian dunia memengaruhi harga minyak.
Mengutip Trading Economics, harga minyak mentah dunia jenis Brent pada Senin (1/7/2024) petang sebesar 85,536 dollar AS per barel atau naik 14,88 persen dalam setahun. Minyak mentah jenis WTI yang kini 82,055 dollar AS per barel naik 17,46 persen dalam setahun. Nilai tukar rupiah, berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Senin (1/7), adalah Rp 16.355 per dollar AS. Setahun lalu, Senin (3/7/2023), nilai tukar Rp 15.034 per dollar AS.
Situasi ini cukup jauh dari asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2024, yakni nilai tukar Rp 15.000 per dollar AS dan harga minyak 82 dollar AS per barel.
Status sebagai importir bersih minyak ini tecermin dalam Neraca Pembayaran Indonesia. Sepanjang waktu, transaksi berjalan minyak pada neraca pembayaran selalu defisit. Defisit yang pada 2021 sebesar 15,693 miliar dollar AS, pada 2022 hampir dua kali lipatnya, yakni 28,927 miliar dollar AS. Pada 2023, defisit transaksi berjalan minyak 23,692 miliar dollar AS. Kondisi neraca yang defisit ini sekaligus menunjukkan Indonesia lebih memerlukan dollar AS ketimbang menghasilkan dollar AS dalam transaksi minyak.
Peran BBM yang vital dalam kegiatan industri dan rumah tangga membuat pemerintah menyediakan subsidi BBM sebanyak 19,58 juta kiloliter pada 2024. Pertanyaannya sekarang, apakah subsidi ini sudah diterima pihak yang tepat?