”Food Estate”, Belajar sampai ke Negeri China
Menanam padi di atas media tanam terapung di permukaan rawa dan sungai adalah salah satu inovasi penting.
Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan menyatakan bahwa Indonesia akan melakukan kerja sama teknologi penanaman padi dengan China.
Rencana kerja sama ini telah disepakati dalam High-Level Dialogue and Cooperation Mechanism RI-China Ke-4 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, 19 April 2024.
Menurut Luhut, China telah berhasil mengimplementasikan teknologi tanam padi yang menjadikan mereka bisa swasembada padi. Indonesia berkepentingan untuk mengadopsi teknologi itu dan China telah sepakat untuk melakukan transfer teknologi tersebut.
Proyek ini akan dimulai pada Oktober 2024 di Kalimantan Tengah dan Bulog direncanakan akan menyerap hasil panen dari proyek tersebut.
Merujuk penjelasan dari Menko Kemaritiman dan Investasi, kita memprediksi bahwalumbung pangan (food estate)akan diteruskan dengan perbaikan dalam implementasinya, yakni antara lain via kerja sama dengan China untuk meningkatkan produksi padi di Kalimantan Tengah. Pertanyaan besarnya, apa yang perlu kita pelajari dari China untuk sukses menerapkan lumbung pangan di Kalimantan Tengah?
Kita tahu, kendala besar budidaya padi dan tanaman pangan di Kalimantan Tengah adalah lahan rawa gambut yang ekosistemnya memang tak cocok untuk budidaya padi dan tanaman pangan lain.
Baca juga: Kekerasan Negara Atas Nama ”Food Estate”
Padahal, pemerintahan Joko Widodo telah menetapkan 180.000 hektar lahan di Kalimantan Tengah untuk lumbung pangan. Selain Kalimantan Tengah, dua provinsi lain di Kalimantan juga menjadi daerah lumbung pangan, yaitu Kalimantan Barat (120.000 hektar) dan Kalimantan Timur (10.000 hektar).
Dalam aspek teknologi budidaya padi di ekosistem rawa gambut, kita telah memiliki sejumlah benih unggul yang bernas untuk dibudidayakan. Indonesia sudah punya varietas unggul untuk lahan asam untuk ekosistem gambut dan rawa.
Varietas padi Inpara adalah varietas padi yang toleran terhadap unsur besi dan aluminium serta cocok untuk lahan rawa pasang surut dan rawa lebak. Secara teknis, tingkat produksinya pun cukup baik.
Kemampuan produksi varietas Inpara rata-rata yang baik adalah 4,5-5,49 ton/hektar. Beberapa jenis padi hibrida juga sudah ditemukan oleh pemulia-pemulia padi Indonesia dan cocok untuk lahan rawa gambut.
Namun, harus diakui kontribusi lahan rawa gambut terhadap produksi padi Indonesia yang kurang dari 2 persen merupakan bukti empiris lapangan bahwa ada kendala besar untuk produksi padi di lahan itu.
Untuk mengelola lahan asam dan mencegah banjir, terutama di Kalimantan Tengah (Muhardiono, 2021), secara teknis butuh tata kelola air lahan rawa gambut yang butuh biaya mahal untuk membangunnya.
Secara umum, lahan rawa gambut tidak baik untuk tanaman pangan karena ber-pH rendah, kandungan NPK yang rendah, elemen racun yang tinggi seperti besi dan aluminium, serta ancaman banjir selama musim hujan dan kekeringan selama musim kemarau (Fahmid dkk, 2022).
Tantangan ekosistem dasar ini butuh solusi yang tepat. Selama ini solusi teknologi budidaya yang diimplementasikan di daerah food estate rawa gambut bisa dikatakan belum mampu mengatasi tantangan ekosistem ini sehingga lumbung pangan lebih dinilai sebagai kegagalan dibandingkan keberhasilan.
Media tanah terapung
Menanam padi di atas media tanam terapung di permukaan rawa dan sungai (bukan di tanah) adalah salah satu inovasi penting yang belum pernah dilakukan di Indonesia. Kita perlu belajar teknologi ini ke China karena negara ini dinilai sukses melakukannya (Fussy dan Papenbrock, 2022).
Kita belajar meningkatkan kinerja lumpung pangan dengan menanam padi di atas media tanam terapung di permukaan rawa dan sungai di Kalimantan Tengah, khususnya, dan Indonesia, pada umumnya.
Di China, teknik budidaya padi tanpa tanah dilakukan dengan cara menanam padi di atas media tanam terapung di atas permukaan sungai dan rawa.
Menanam padi di atas media tanam terapung di permukaan rawa dan sungai (bukan di tanah) adalah salah satu inovasi penting yang belum pernah dilakukan di Indonesia.
Inovasi bertanam padi atau tanaman pangan lainnya dengan menggunakan media tanam terapung di permukaan rawa atau sungai telah berhasil meningkatkan efisiensi penggunaan air dan pengurangan kebutuhan lahan subur.
Penggunaan media tanam terapung untuk penanaman padi di badan air telah menunjukkan hasil yang menjanjikan, terutama di wilayah di mana pertanian padi tradisional dibatasi oleh kualitas atau ketersediaan tanah (Fussy dan Papenbrock, 2022).
Ling Renxun dkk (1994) telah membuktikan bahwa budidaya padi dengan menggunakan bahan terapung di permukaan air, jika dibandingkan dengan padi yang ditanam di sawah, menunjukkan hasil padi menggunakan metode media terapung cukup stabil dan tinggi.
Hal itu karena aerasi yang baik, sistem perakaran yang berkembang dengan baik, tanaman yang sehat, lebih sedikit penyakit dan kerusakan akibat serangga, serta tingkat biji-bijian yang tinggi.
Teknik budidaya ini bisa diimplementasikan Indonesia di daerah-daerah rawa atau perairan yang bisa berkontribusi terhadap ketahanan pangan ke depan, terutama di daerah-daerah yang menghadapi kendala pertanian yang berat karena kondisi kesuburan tanah yang buruk dan tidak kondusif untuk tanaman padi dan pangan, tetapi memiliki rawa atau sungai seperti di Kalimantan.
Inovasi budidaya pertanian seperti ini tak merusak ekosistem, tidak menimbulkan deforestasi, tidak perlu investasi besar untuk membangun infrastruktur drainase dan tata kelola air, serta pengelolaan lahan asam dan kandungan besi dan aluminium yang merusak tumbuh tanaman.
Bagaimana detail menerapkan teknologi budidaya dengan media terapung di rawa dan sungai yang berhasil, kita perlu belajar kepada China sebagai negara yang menguasai teknologinya dan berhasil menerapkannya. Dalam konteks itulah belajar sampai ke negeri China menjadi relevan untuk reaktualisasi lumbung pangan Indonesia.
Andi Irawan, Guru besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Bengkulu dan Ketua Bidang Kebijakan Publik Asasi (Akademisi dan Saintis Indonesia)